Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi
timbulnya pergerakan nasional yaitu :
- Penderitaan
dan kondisi yang merugikan bangsa Indonesia akibat kebijakan pemerintah
kolonial Belanda menimbulkan rasa senasib sepenanggungan sehingga timbul
rasa nasionalisme.
- Kebesaran
di masa lampau bangsa kita memperkuat rasa harga diri sebagai bangsa yang
berdaulat dan merdeka.
- Kaum
terpelajar di kalangan bangsa kita terdorong untuk berperan menjadi motor
pergerakan.
- Bahasa
Melayu merupakan bahasa kesatuan menyadarkan bahwa kita adalah satu
bangsa.
- Karena mayoritas bangsa kita beragama Islam, timbul persepsi bahwa Belanda adalah kafir.
Sejak kebangkitan nasional (1908) sifat perjuangan
rakyat Indonesia tidak hanya dilakukan dengan menggunakan fisik saja tetapi
melalui berbagai partai dan organisasi, khususnya melalui pendidikan. Hampir
setiap organisasi pergerakan nasional mencantumkan dan melaksanakan pendidikan
dalam anggaran dasar dan/atau program kerjanya.
I. Djumhur dan H. Danasuparta (1976) mengemukakan
bahwa setelah tahun 1900 usaha-usaha partikelir di bidang pendidikan
berlangsung dengan sangat giatnya. Pada masa itu lahir sekolah-sekolah
partikelir yang diselenggarakan para perintis kemerdekaan yang terbagi atas dua
corak yaitu :
1.
Sekolah-sekolah yang bercorak politik, diselenggarakan
oleh Ki Hajar Dewantara (Taman Siswa), Dr. Douwes Dekker atau Dr. Setiabudhi
(Ksatrian Institut), Moch. Sjafei (INS Kayutanam) dsb.
2.
Sekolah-sekolah yang bercorak Islam, diselenggarakan
oleh Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Sumatera Tawalib, dll.
Sebelumnya juga telah diselenggarakan oleh
tokoh-tokoh wanita seperti R.A. Kartini (Jepara), R.D. Dewi sartika (Bandung)
dan Rohana Kuddus (Sumatera). Kebijakan
dan praktek pendidikan yang diselenggarakan rakyat dan kaum pergerakan antara
lain :
a.
Budi Utomo
Dalam Kongres pertamanya (3-4 Desember 1908), Budi Utomo
menegaskan tujuan perkumpulan adalah untuk kemajuan yang selaras untuk untuk
negeri dan bangsa Indonesia.
b.
Muhammadiyah
Berdiri
pada tanggal 18 November 1912 oleh KH. Ahmad Dahlan di Yogyakarta. Didirikan
dalam rangka memberikan pendidikan bagi bangsa Indonesia sesuai dengan
kebutuhan bangsa Indonesia sendiri. Dasar pendidikannya berasaskan Islam dan
berpedoman kepada Al-Qur’an dan hadist. Tujuannya untuk membentuk manusia
manusia muslim berakhlak mulia, cakap, percaya diri dan berguna bagi
masyarakat. Untuk mencapai tujuannya Muhammadiyah mendirikan sekolah-sekolah
yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dibawah pimpinan Majelis Pengajaran.
Sampai kini Muhammadiyah terus berjuang dan berkembang dalam rangka mencapai
cita-citanya.
c.
Perkumpulan Putri Mardika
Didirikan pada tahun 1912, bertujuan untuk memajukan pengajaran
anak-anak perempuan (Odang, Muchtar, 1976)
d.
Trikoro Dharmo
Didirikan tahun 1915. Berbagai organisasi pemuda dan pelajar
yang berdiri hingga terjadi Sumpah Pemuda tahun 1928, bersama – sama gerakan
lainnya menyumbangkan jasa yang besar demi pendidikan nasional dan kemerdekaan
Indonesia.
e.
Perguruan Taman Siswa
Awalnya Ki Hajar Dewantara (1889-1959) bersama rekannya berjuang
di jalur politik praktis, namun mulai tahun 1921 perjuangannya difokuskan di
jalur pendidikan.
Taman Siswa didirikan di Yogyakarta pada tanggal 3 Juli 1922
oleh Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara tujuan asas pendidikannya yang
dikenal dengan azas Taman Siswa 1922, yaitu :
1.
Hak seseorang akan mengatur dirinya sendiri dengan
wajib mengingat tertibnya kehidupan umum.
2.
Pengajaran berarti mendidik untuk menjadi manusia yang
merdeka batinnya, fikiran dan tenaganya.
3.
Pendidikan
hendaknya berasaskan kebudayaan kita sendiri.
4.
Pendidikan harus diberikan kepada seluruh rakyat umum.
5.
Agar
bebas, merdeka lahir batin, maka kita harus bekerja menurut kekuatan sendiri.
6.
Agar
hidup tetap dengan berdiri sendiri, maka segala belanja harus dipikul dengan
uang pendapatan sendiri
7.
dengan
tidak terikat lahir batin, serta kesucian hati, berminat kita berdekatan dengan
sang anak.
Pada
tahun 1974 asas Taman Siswa (1922) diubah menjadi “Panca Dharma” Taman Siswa,
yaitu : Kebebasan atau kemerdekaan, Kebudayaan, Kodrat Alam, kebangsaan dan kemanusian
f.
Ksatriaan Institut
Ksatrian Institut didirikan oleh Ernest Francoist Eugene
douwes Dekker (Multatuli atau Setyabudhi) yang memimpin lembaga ini sejak
1922-1940. Dasar pendidikannya adalah kebangsaan Indonesia, terutama melalui
sejarah kebangsaan. Tujuannya adalah menghasilkan ksatria (ridderschap) bagi
Indonesia Merdeka di masa datang. Sekolah kejuruan merupakan organisasi dalam
sistem pendidikan Ksatriaan Institut sampai tahun 1937, ada sekolah yang
tersebar di Bandung, Ciwidey, dan Cianjur (Odang Muchtar, 1976).
g.
Nahdlatul Ulama (NU)
Didirikan di Surabaya pada tanggal 31 Januari 1926. Salah
seorang ulama yang mendirikan NU adalah KH. Hasyim Asy’ari yang pernah menjadi
Raisul Akbar perkumpulan ini. Sebelum menjadi Partai politik NU bertujuan
memegang teguh salah satu mazhab dari empat mazhab yang ada (Syafi’i, Maliki,
Hanafi, Hambali) dan mengerjakan apa-apa yang menjadi kemaslahatan untuk agama
Islam. Setelah menjadi partai Politik (Mei 1952) hingga kini NU masih terus berjuang melakukan
inovasi dan menyelenggarakan Pendidikan ( I. Djumhur dan H. Danasuparta, 1976).
h.
INS Kayutanam
Didirikan
oleh Muhammad Syafei (1985-1969) pada tanggal 31 Oktober 1926 di kayu tanam
Sumatera Barat. Perjuangan INS diarahkan demi kemerdekaan melalui pendidikan
yang menekankan lulusannya agar dapat berdiri sendiri tidak tergantung pada
orang lain atau jabatan yang diberikan kaum penjajah.
Seperti dikemukakan oleh Ag. Soejono (1979) pada awal
didirikannya INS mempunyai dasar pendidikan sebagai berikut : Berfikir secara
logis atau rasional, Keaktifan atau kegiatan, Pendidikan Kemasyarakatan, Memperhatikan
bakat anak, dan Menentang Intelektualisme
Tujuan pendidikannya seperti dikemukakan Umar Tirtaraharja dan
La Sulo (1995) yaitu mendidik rakyat ke arah kemerdekaan, memberi pendidikan
yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, mendidik para pemuda agar berguna
untuk masyarakat, menanamkan kepercayaan diri dan berani bertanggung jawab dan
mengusahakan mandiri dalam pembiayaan.
i.
Pada bulan Juli 1927 dalam pidato pembelaannya Bung
Hatta di Den Haag, mengusulkan supaya ada perbaikan dalam berbagai bidang
sosial diantaranya adalah bidang pembinaan pendidikan nasional.
j.
Kongres Pasundan pada tahun 1930 juga menempatkan
pendidikan dan pengajaran sebagai salah satu sarana perjuangannya.
k.
Pada bulan November 1937 dalam Kongres ke-26 Persatuan
Guru Republik Indonesia (PGI) di Bandung dirumuskan agar diadakan wajib belajar.
Tahun berikutnya (1938) saat Kongres di Malang PGI menunutut agar pendidikan
dan pengajaran diserahkan ke daerah tetapi didahului dengan perbaikan keuangan
daerah.
Karakter pendidikan kaum pergerakan bersifat
nasionalistik, berdiri sendiri atau percaya kepada kemampuan sendiri dan Pengakuan
kepada eksistensi perguruan swasta.
No comments:
Post a Comment