Sunday, April 9, 2017

TARIKH TASYRI’




Tarikh (sejarah) artinya catatan tentang perhitungan tanggal hari, bulan, dan tahun. Sedangkan tasyri’ (menunjukkan ma’na ta’diyyah / butuh pada obyek) artinya pembentukan dan penetapan perundang-undangan yang mengatur hukum perbuatan orang-orang mukallaf dan hal-hal yang terjadi tentang berbagai keputusan serta peristiwa yang terjadi di kalangan mereka.
Jadi, tarikh tasyri’ adalah sejarah terbentuknya perundang-undangan dalam Islam atau sejarah pembentukan hukum Islam.
Tasyri’ terdiri atas dua macam :
1.      Tasyri’ al-Ilahiy yaitu penetapan perundang-undangan atau hukum yang bersumber dari Allah dengan perantaraan para Rasul dan kitab-kitab-Nya. Artinya, perundang-undangan atau hukum ini ditetapkan Allah SWT dengan dasar ayat-ayat al-Qur’an yang selanjutnya disampaikan oleh para Rasul kepada umat. Inilah perundang-undangan atau hukum Islam asli dan murni (tasyri’ Ilahi mahdha).
2.      Tasyri’ al-Wadh’iy yaitu penetapan perundang-undangan atau hukum yang bersumber dari kekuatan pemikiran atau ijtihad manusia baik secara individu maupun kolektif. Ditinjau dari segi tempat pengembalian dan sumber-sumbernya, penetapan perundang-undangan atau hukum ini dapat disebut sebagai tasyri’ Ilahiy. Akan tetapi, di segi lain dapat juga disebut Tasyri’ al-Wadh’iy karena dalam penetapannya merupakan hasil kekuatan ijtihad para imam mujtahid dalam mengistimbathkan dan mengolah perundang-undangan itu.

Jadi, dilihat dari pembagian tasyri’ di atas, jelas bahwa hukum Islam terbagi menjadi dua, yaitu syari’at dan Fiqih (hasil pemahaman manusia).
Menurut Muhammad Daud Ali (2004:42), hukum Islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian agama Islam. Sebagaimana pembagian tasyri’ di atas bahwa hukum Islam adalah syari’at atau fiqih. Apabila dilihat lebih detail dari pengertian di atas, ternyata istilah syari’at dan fiqih berbeda.
Syari’at secara harfiah adalah jalan ke sumber mata air, yakni jalan lurus yang harus diikuti setiap muslim. Syari’at merupakan jalan hidup muslim. Syari’at memuat ketetapan-ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya (berupa perintah dan larangan).
Dilihat dari segi ilmu hukum, syari’at merupakan norma hukum dasar yang ditetapkan Allah, yang wajib diikuti oleh orang Islam berdasarkan iman yang berkaitan dengan akhlak, baik dalam hubungan dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan benda dalam masyarakat. Norma hukum dasar ini dijelaskan atau dirinci lebih lanjut oleh Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya. Oleh karena itu, syari’at terdapat di dalam al-Qur’an dan kitab-kitab hadits.
Karena norma-norma hukum dasar yang terdapat dalam al-Qur’an masih bersifat umum, demikian juga dengan aturan yang telah ditentukan oleh Nabi Muhammad, maka setelah Nabi wafat, norma-norma hukum dasar yang masih bersifat umum itu perlu dirinci lebih lanjut. Perumusan dan penggolongan norma-norma hukum dasar yang bersifat umum itu ke dalam kaidah-kaidah yang lebih kongkret agar dapat dilaksanakan dalam praktik, memerlukan disiplin ilmu dan cara-cara tertentu.
Kemudian muncullah ilmu yang mencoba menguraikan syari’at tersebut, yaitu ilmu fiqih.
Di dalam bahasa Arab, perkataan fiqh yang ditulis fiqih atau fekih setelah diIndonesiakan, artinya paham atau pengertian. Secara semantis kata Fiqh bermakna “mengetahui sesuatu dan memahaminya dengan baik”. Sedang menurut istilah adalah “mengetahui hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliah yang dikaji dari dalil-dalilnya yang terinci”. Dengan kata lain ilmu fiqih adalah ilmu yang berusaha memahami hukum-hukum yang terdapat di dalam al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad untuk diterapkan pada perbuatan manusia yang telah dewasa yang sehat akalnya yang berkewajiban melaksanakan hukum Islam. Hasil pemahaman tentang hukum Islam itu disusun secara sistematis dalam kita-kitab fiqih dan disebut hukum fiqih.



Pada pokoknya perbedaan antara keduanya adalah sebagai berikut:
1.      Syari’at terdapat di dalam al-Qur’an dan kitab-kitab hadits. Kalau berbicara tentang syari’at, yang dimaksud adalah wahyu Allah dan sunnah Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya. Fiqih terdapat dalam kitab-kitab fiqih. Kalau kita bicara tentang fiqih yang dimaksud adalah pemahaman manusia yang memenuhi syarat tentang syari’at dan hasil pemahaman itu.
2.      Syari’at bersifat fundamental dan mempunyai ruang lingkup yang lebih luas karena kedalamnya, oleh banyak ahli, dimasukkan juga akidah dan akhlak. “Fiqih” bersifat instrumental. Ruang lingkupnya terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan manusia yang biasa disebut sebagai perbuatan hukum.
3.      Syari’at adalah ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya, karena itu berlaku abadi. “Fiqih” adalah karya manusia yang tidak berlaku abadi, dapat berubah dari masa ke masa.
4.      Syari’at hanya satu, sedang ‘fiqih’ mungkin lebih dari satu seperti (misalnya) terlihat pada aliran-aliran hukum yang disebut dengan istilah mazahib atau mazhab-mazhab itu.
5.      Syari’at menunjukkan kesatuan dalam Islam, sedang ‘fiqih’ menunjukkan keragamannya.

Hukum fiqih, sebagai hukum yang diterapkan pada kasus tertentu dalam keadaan konkret, mungkin berubah dari masa ke masa dan mungkin pula berbeda dari satu tempat ke tempat lain. Ini sesuai dengan ketentuan yang disebut juga dengan kaidah hukum fiqih yang menyatakan bahwa perubahan tempat dan waktu menyebabkan perubahan hukum. Dari kaidah ini dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum fiqih itu cenderung relatif, tidak absolut seperti hukum syari’at yang menjadi sumber hukum fiqih itu sendiri.

Makna Syari’ah dan Tasyri’


Kata syari’ah dalam bahasa Arab berarti mawrid al-ma (sumber air) yang jernih untuk diminum. Lalu kata ini digunakan untuk mengungkapkan al-thariqah al-mustaqimah (jalan yang lurus). Sumber air adalah tempat kehidupan dan keselamatan jiwa, begitu pula dengan jalan yang lurus yang menunjuki manusia kepada kebaikan, di dalamnya terdapat kehidupan dan kebebasan dari dahaga jiwa dan akal.
Syari’ah Islamiyah didefinisikan dengan “apa yang telah ditetapkan Allah Taala untuk hamba-hamba-Nya berupa aqidah, ibadah, akhlaq, muamalat, dan sistem kehidupan yang mengatur hubungan mereka dengan Tuhan dan hubungan dengan sesama makhluk agar terwujud kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sedangkan kata tasyri’ berarti penetapan atau pemberlakuan syariat yang berlangsung sejak diutusnya Rasulullah SAW dan berakhir hingga wafat beliau. Namun para ulama kemudian memperluas pembahasan tarikh (sejarah) tasyri’ sehingga mencakup pula perkembangan fiqh Islami dan proses kodifikasinya serta ijtihad-ijtihad para ulama sepanjang sejarah umat Islam. Oleh karena itu, pembahasan tarikh tasyri’ dimulai sejak pertama kali wahyu diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW hingga masa kini.

Urgensi Tarikh Tasyri’

1.      Melalui kajian tarikh tasyri’ kita dapat mengetahui prinsip dan tujuan Syariat Islam.
2.      Melalui kajian tarikh tasyri’ kita dapat mengetahui kesempurnaan dan syumuliyah (integralitas) ajaran Islam terhadap seluruh aspek kehidupan yang tercermin dalam peradaban umat yang agung terutama di masa kejayaannya. Bahwa penerapan syariat ilmu pengetahuan, ekonomi, akhlaq, akidah, hubungan sosial, sangsi hukum, dan aspek-aspek lainnya. Dengan demikian adalah keliru jika ada persepsi bahwa syariat Islam hanyalah berisi hukum pidana seperti qishash, rajam, dan sejenisnya.
3.      Melalui kajian tarikh tasyri’ kita dapat menghargai usaha dan jasa para ulama, mulai dari para sahabat Rasulullah SAW hingga para imam dan murid-murid mereka dalam mengisi khazanah ilmu dan peradaban kaum muslimin. Semua itu mereka ambil dari cahaya kenabian yang dibawa oleh Rasulullah SAW.

4.      Melalui kajian tarikh tasyri’ akan tumbuh dalam diri kita kebanggaan terhadap Syariat Islam sekaligus optimisme akan kembalinya siyadah al-syari’ah (kepemimpinan syariat) dalam kehidupan umat di masa depan.

No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive