BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Anak usia dini merupakan pribadi yang unik, yang berbeda
dengan orang dewasa. Anak usia dini mempunyai karakteristik tersendiri, yang
terkadang membuat orang dewasa disekitarnya menjadi terkaget-kaget bila melihat
dan mendengarkan perilaku maupun percakapan mereka dengan teman
sebayanya.
Berbicara mengenai perkembangan perilaku sosial pada anak
usia dini ( 3 – 4 tahun ), banyak hal yang menarik di dalamnya. Anak usia 3-4
tahun yang dalam hal ini masih berada di rentang usia kelompok Bermain,
mempunyai karakteristik tersendiri dalam perkembanganya. Khususnya dalam
perkembangan perilaku sosial, anak perlu dibiasakan dan diajarkan bagaimana
cara mereka berinteraksi dalam lingkungan sosial di lingkungannya.
Pembelajaran perkembangan perilaku sosial yang biasa
dilakukan dalam lingkungan keluarga, sangat penting agar kelak anak – anak
menjadi pribadi yang santun, mempunyai rasa empati, simpati, tenggang rasa,
saling menghormati, dan mempunyai sifat sosial yang baik. Dengan mempunyai
bekal dengan pembiasaan berinteraksi sosial dan berperilaku yang baik, maka
insya Allah, kelak anak-anak kita akan menjadi generasi penerus bangsa yang
mempunyai kecerdasan sosial dan kecerdasan interpersonal yang akan
mengaharumkan bangsa dan negaranya.
Dewasa ini kita juga pernah dikejutkan dengan hal-hal yang
negative yang dilakukan oleh beberapa anak yang masih berada dalam rentang usia
4 tahun. Sebagai contoh: seorang anak dari daerah Jawa yang suka
merokok.Hal itu ia lakukan, karena interaksi sosial dilingkungan rumahnya
mendukung ia untuk melakukan hal tersebut. Tidak ada larangan, ia terkesan
dibiarkan, sehingga suatu ketika ia dilarang, maka anak itu akan mengamuk dan
berbicara agak kasar. Hal itu terjadi karena pola kebiasaan dan lingkungan
sosial yang membentuknya. Anak tidak bisa disalahkan, yang salah adalah orang
tua dan proses pembentukan dari lingkungan keluarga yang kurang baik.
Contoh yang lainnya lagi adalah anak-anak yang
masih usia dini yang baru berusia 3 – 4 tahun banyak berada di jalanan untuk
mencari nafkah dengan cara mengamen, menjadi peminta-minta, pemungut sampah,
pencuri, dan bahkan ada yang menjadi korban kejahatan seksual. Ada yang
memang karena keadaan terpaksa karena garis kemiskinan, ada pula yang
memang sengaja dieksploitasi oleh para orang tua mereka sebagai ladang
mencari uang. Hal itu bila dibiarkan, maka akan menjadikan mereka menjadi anak
– anak yang berperilaku tidak sosial. Banyak pengaruh negativisme, karena
lingkungan membentuk mereka untuk melakukan hal-hal yang negative; mencuri,
memaksa, mencopet, dsb.
Anak-anak jalanan juga sering berperilaku agresif
dengan memaki-maki orang yang tidak mau memberinya uang saat meminta-minta
maupun pada saat mengamen. Hal tersebut, akan menjadikan orang-orang di
sekitanya menjadi merasa tidak nyaman, terganggu, dan berbagai ketidaknyamanan
sosial lainnya.
B. Analisis Situasi
Melihat permasalahan yang terjadi dewasa ini mengenai
perkembangan perilaku anak usia dini yang sedikit mengkhawatirkan dengan
berbagai problemanya, maka hendaknya para orang tua dapat memberikan suri
tauladan kepada putra-putrinya. Karena anak melihat orang tua sebagai model
mereka untuk berperilaku, hendaknya orang tua dapat menjaga perilaku dengan
baik pula. Anak juga perlu diajari bagaimana bersikap dan berinteraksi dengan
baik, bagaimana bersikap bila bertemu orang lain, bagaimana bermain dengan
teman, mau berbagi dengan orang lain, dsb.
Banyak anak usia dini berada di lingkungan yang kurang
begitu baik untuk mereka berinteraksi sosial, ini perlu penanganan serius dari
pemerintah. Karena penanganan yang telah dilakukan selama ini belum
begitu efektif. Walaupun ada program yang diberikan kepada anak-anak jalanan
(ANJAL) yang dananya diluncurkan dari pemerintah ( dalam hal ini penulis
beberapa kali ikut terlibat dalam penanganan ANJAL di wilayah Jakarta,
Tangerang dan Bandung), namun programnya belum tepat sasaran. Karena mereka
hanya dibina dalam hitungan waktu yang relatif singkat, sehingga setelah
pembinaan selesai, hampir semua anak jalanan kembali ke jalan dengan kegiatan
yang semula.Program pendidikan yang diberikan tidak berkelanjutan, misalnya
pengajaran budi pekerti dan pelajaran pra sekolah / sekolah dasar yang
diberikan tidak dilanjutkan supaya mereka bisa sekolah seperti halnya anak-anak
lain. Sehingga, menurut hemat penulis, program tersebut hanya membuang – buang
uang saja. Harapan penulis, para anak jalanan yang sudah di bina,
dimasukan ke sekolah umum atau tetap mengikuti sekolah keliling dengan setara
paket A, B maupun C, sehingga mereka akan dapat melanjutkan ke perguruan tinggi
dengan biaya dibantu oleh pemerintah. Bila hal tersebut bisa dilaksanakan,
Insya Allah para anak jalanan akan dapat mendapat pekerjaan yang memadai, dan
mereka tidak lagi harus berada di jalanan.Dengan demikian, perilaku anti sosial
yang biasanya ada pada anak-anak jalanan karena mereka merasa kaum yang
termarjinalkan, akan berkurang atau bahkan tidak ada lagi. Jika itu bisa
terwujud, artinya pemerintah kita memiliki keberhasilan dalam membina masa
depan anak bangsanya.
BAB II
DASAR TEORI
A. Teori Perkembangan
Menurut Santrock ( 1998) dalam Hildayani (2007:1.3)
dikatakan bahwa perkembangan merupakan pola perubahan yang dimulai pada saat
konsepsi dan berlanjut disepanjang rentang kehidupannya[1]. Menurut para pakar perkembangan
( Papalia. dkk:2008), ada dua jenis proses perubahan perkembangan, yaitu
perkembangan kuantitatif dan kualitatif. Perubahan kuantitatif adalah perubahan
dalam angka atau jumlah, seperti tinggi, berat kosa kata, perilaku agresif atau
frekuensi komunikasi. Sedangkan perubahan kualitatif yaitu perubahan yang
berkaitan dengan jenis, struktur, atau organisasi [2]. Namun, menurut Gessel dkk dalam
Hurlock (1987:5) kemajuan perkembangan anak terjadi secara bertahap dan
beberapa tahapan ini ditandai juga oleh keseimbangan ketika anak menjadi pusat
perhatian, yang oleh karena itu dapat diatur. Lalu tahapan yang lainnya adalah
ditandai oleh ketidakseimbangan ketika anak tidak menjadi pusat perhatian yang
membuat anak sulit untuk diatur [3].
Jadi, perkembangan bila disimpulkan dari beberapa pemahaman
di atas adalah perubahan manusia yang mengalami perkembangan secara alami,
dapat pula dipengaruhi oleh factor latihan dan lingkungan yang membentuknya.
Adapun tokoh-tokoh teori perkembangan seperti yang di
kemukakan oleh Crain ( 2007) [4]: teori Preformasionisme abad
pertengahan dengan tokohnya Aries ( 1960) yang menyatakan bahwa anak-anak
merupakan miniature orang dewasa, John Locke memberikan penolakan dengan teori
environmentalismenya yang menyatakan bahwa anak-anak tidak dilahirkan sebagai
manusia dewasa, melainkan menjadi dewasa lantaran pengasuhan dan pendidikan
yang anak terima.Rousseau dengan teori Naturalismenya yang menyatakan bahwa
anak-anak bukanlah wadah kosong yang bisa diisi begitu saja oleh orang dewasa,
namun anak mempunyai perasaan dan pemikiran sendiri yang berbeda dengan cara
pandang orang dewasa.Rousseau tidak percaya dengan kekuatan lingkungan.Ia lebih
percaya kepada alam yang akan menuntun seorang anak menuju pertumbuhannya.
Teori etologis dari Darwin, Lorenz, dan Bowlby, teori Montessosi dengan masa
pekanya. teori komparatif dan organismik dari Werner, Teori kognitif Piaget,
teori perkembangan moral Kohlberg, teori pembelajaran Bandura, Pavlov, Watson
dan Skinner, teori sosial kognitif Vygotsky, teori psikoanalitik Freud, teori
pentahapan Erikson, dan masih banyak lagi para tokoh teori perkembangan dunia.
B. Teori Perkembangan Perilaku Sosial
Menurut Bandura (Crain:2007;301) bahwa di dalam
situasi sosial kita belajar menangani masalah lewat pengimitasian, yaitu
pemahaman yang penuh dari pembelajaran imitatif yang mensyaratkan sejumlah
konsep baru[5]. Schneider, Minet, dan Rakhmatunissa
dalam Sujiono dan Syamsiatin (2003:61) mengatakan [6]:
1. sosialisasi
adalah suatu proses mental dan tingkah laku yang mendorong seseorang untuk
menyelesaikan diri sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri
sesuai dengan keinginan yang berasal dari dalam diri sendiri.
2. Perkembangan
sosial adalah suatu proses kemampuan belajar dari tingkah laku keluarganya
serta mengikuti contoh-contoh serupa yang ada diseluruh dunia.
Sujiono juga menjelaskan (2003:61) setiap anak akan melalui
sebuah proses panjang dalam perkembangan sosialnya yang akhirnya seorang anak
akan mempunyai nilai – nilai sosial yang ada dalam dirinya yang disebut proses
imitasi, identifikasi dan internalisasi. Berikut bagan proses penanaman sosial
menurut Sujiono [7]:
Proses peniruan terhadap tingkah laku sikap serta cara
pandang orang dewasa dalam aktifitas yang dilihat anak, secara sengaja anak
belajar bergaul dari orang-orang terdekatnya…….
|
IMITASI
|
INTERNALISASI
|
Berupa proses penanaman serta penyerapan nilai-nilai yang
relative mantap dan menetapnya suatu nilai-nilai itu tertanam menjadi
milik seseorang sehingga dibutuhkan pemahaman terhadap nilai-nilai baik,
buruk sehingga anak dapat berkembang menjadi makhluk sosial yang sehat
dan bertanggung jawab
|
IDENTIFIKASI
|
Berupa proses terjadinya pengaruh sosial pada
seseorang yang didasarkan pada orang tersebut untuk menjadi
individu lain yang dikaguminya.
|
Adapun tokoh-tokoh teori perkembangan perilaku sosial adalah
L.S. Vygotsky ( 1896- 1934 ) dengan teori sosial historisnya yang memadukan dua
garis utama perkembangan dengan garis alamiah yang muncul dari dalam diri
manusia dan garis sosial historis yang mempengaruhi manusia sejak
kecil tanpa bisa dihindari [8]. Tokoh teori perkembangan perilaku
sosial berikutnya adalah Erik Erikson dengan teori 8 tahapan
psikososial individu yang dalam hal ini penulis hanya akan
menuliskannya 1 tahap saja yaitu tahap ke 3 sesuai dengan
pembahasan tahapan perkembangan usia 3 – 4 tahun. Menurut Erikson (Papalia :
2008: 41 ) anak usia 3 sampai 6 tahun berada dalam tahapan inisiatif
versus perasaan bersalah. Pada usia ini anak mengembangkan inisiatif ketika
mencoba aktifitas baru dan tidak terlalu terbebani oleh perasaan bersalah.
Daftar Pustaka
Crain, William, Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi, Jogjakarta:Pustaka
Pelajar , 2007
Hildayani, Rini , Psiklogi Perkembangan Anak,
Jakarta:UT, 2007
Hurlock, Elizabeth , Perkembangan Anak,
Jilid 1, alih bahasa Meitasari Chandra, Jakarta: 1987
Papalia , Diane E, dkk, Human Development, alih
bahasa oleh A.K .Anwar , Jakarta:Kencana Prenada Media Group, 2008
Sujiono, Yuliani Nurani , Eriva Syamsiatin, Perkembangan
Perilaku Anak Usia Dini, Jakarta:Pudiani Press, 2003
[1] Rini Hildayani, Psiklogi
Perkembangan Anak, ( Jakarta:UT, 2007), P.1.3
[2] Diane E. Papalia dkk, Human
Development, alih bahasa oleh A.K .Anwar ( Jakarta:Kencana Prenada Media
Group, 2008), p.9
[3] Elizabeth Hurlock,
Perkembangan Anak, Jilid 1, alih bahasa Meitasari Chandra (Jakarta:
1987), p.5
[4] William Crain, Teori Perkembangan
Konsep dan Aplikasi ( Jogjakarta:Pustaka Pelajar , 2007),
p.1,29,97,127,167,263,301,425
[5] Ibid., p.301
[6] Yuliani Nurani Sujiono, Syamsiatin,
Perkembangan Perilaku Anak Usia Dini, (Jakarta:Pudiani Press, 2003), p.61
[7] Ibid
[8] Op.Cit., p.334
[9] Yuliani Nurani Sujiono,
Perkembangan Perilaku Anak Usia Dini, (Jakarta:Pusdiani Press, 2003), p.64
No comments:
Post a Comment