Ia lahir di Delhi pada tahun 1817
dan menurut keterangan berasal dari keturunan Husein, cucu Nabi Muhammad
melalui Fatimah dan Ali. Neneknya, Sayyid Hadi, adalah pembesar Islam di Zaman
Alamghir II (1754-1759). Ia mendapat didikan tradisional dalam pengetahuan
agama dan di samping bahasa Arab ia juga belajar bahasa Persia. Sewaktu berusia
delapan belas tahun ia masuk bekerja pada Serikat India Timur. Kemudian ia
bekerja pula sebagai hakim. Tetapi di tahun 1846 ia pulang kembali ke Delhi
untuk meneruskan studi.
Di masa Pemberontakan 1857 ia banyak
berusaha untuk mencegah terjadinya kekerasan dan dengan demikian banyak
menolong orang Inggris dari pembunuhan. Pihak Inggris menganggap ia telah
banyak berjasa bagi mereka dan ingin membalas jasanya, tetapi hadiah yang
dianugerahkan Inggris kepadanya ia tolak. Gelar Sir yang kemudian diberikan
kepadanya dapat ia terima. Hubungannya dengan pihak Inggris menjadi baik dan
ini ia pergunakan untuk kepentingan umat Islam India.
Sayyid Ahmad Khan berpendapat bahwa
peningkatan kedudukan umat Islam India, dapat diwujudkan hanya dengan bekerja
sama dengan Inggris. Inggris telah merupakan penguasa yang terkuat di India,
dan menentang kekuasaan itu tidak akan membawa kebaikan bagi umat Islam India. Hal
ini akan membuat mereka tetap mundur dan akhirnya akan jauh ketinggalan dari
masyarakat Hindu India.
Ia berusaha meyakinkan pihak Inggris
bahwa dalam Pemberontakan 1857, umat Islam tidak memainkan peranan utama. Untuk
itu ia keluarkan pamflet yang mengandung penjelasan tentang hal-hal yang
membawa pada pecahnya Pemberontakan 1857.
Dalam pada itu ia mengakui bahwa
diantara golongan Islam yang turut dalam Pemberontakan 1857 ada yang melakukan
perbuatan-perbuatan tidak baik dan tercela, dan perbuatan-perbuatan itu ia cap
sebagai perbuatan kriminal. Tetapi kalau hanya segolongan umat Islam yang
bersalah tidaklah pada tempatnya untuk menganggap semua umat Islam India
bersalah. Tidak pada tempatnya pihak Inggris menaruh rasa curiga terhadap umat
Islam India.
Atas usaha-usahanya dan atas sikap
setia yang ia tunjukkan terhadap Inggris, Sayyid Ahmad Khas akhirnya berhasil
dalam merubah pandangan Inggris terhadap umat Islam India. Sayyid Ahmad Khan
melihat bahwa umat Islam India mundur karena mereka tidak mengikuti
perkembangan zaman. Peradaban Islam klasik telah hilang dan telah timbul
peradaban baru di Barat. Dasar peradaban baru ini ialah ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Ilmu-pengetahuan dan teknologi
modern adalah hasil pemikiran manusia. Oleh karena itu akal mendapat
penghargaan tinggi bagi Sayyid Ahmad Khan. Tetapi sebagai orang Islam yang
percaya wahyu, ia berpendapat bahwa kekuatan akal bukan tidak terbatas.
Karena ia percaya pada kekuatan dan
kebebasan akal, sungguhpun mempunyai batas, ia percaya pada kebebasan dan
kemerdekaan manusia dalam menentukan kehendak dan melakukan perbuatan. Dalam
kata lain, ia mempunyai faham qadariah (free will and free act)
dan tidak faham jabariah atau fatalisme. Manusia, demikian pendapatnya,
dianugerahi Tuhan daya-daya, diantaranya daya berpikir, yang disebut akal, dan
daya fisik untuk mewujudkan kehendaknya. Manusia mempunyai kebebasan untuk
mempergunakan daya-daya yang diberikan Tuhan kepadanya itu.
Masyarakat manusia senantiasa
mengalami perubahan dan oleh karena itu perlu diadakan ijtihad baru untuk
menyesuaikan pelaksanaan ajaran-ajaran Islam dengan suasana masyarakat yang
berubah itu. Dalam mengadakan ijtihad, ijma’ dan qias baginya
tidak merupakan sumber ajaran Islam yang bersifat absolut. Hadis juga tidak
semuanya dapat diterimanya, karena ada Hadis buat-buatan. Hadis dapat ia terima
sebagai sumber hanya setelah diadakan penelitian yang seksama tentang
keasliannya.
Inilah pokok-pokok pemikiran Sayyid
Ahmad Khan mengenai pembaharuan dalam Islam. Ide-ide yang dimajukannya banyak
persamaannya dengan pemikiran Muhammad Abduh di Mesir.
No comments:
Post a Comment