1.1
Deskripsi
dan Analisis Permasalahan
1.
Deskripsi
Permasalahan
Ketika penulis melaksanakan praktek
pengalaman lapangan banyak sekali permasalahan-permasalahan di Taman
Kanak-kanak yang ditemukan diantaranya anak yang pemalu, anak yang pendiam,
anak yang pemarah, anak yang hiperaktif, dan ada juga anak yang autis.
Dengan permasalahan di atas penulis
merasa tertarik dan mencoba untuk mengamati, menelaah, terutama yang sangat
menonjol adalah anak yang berperilaku autis. Mengamati anak autis dalam tingkah
laku berbeda dengan yang lain dianatranya yang penulis temukan adalah dalam
berjalan dia jinjit, dalam bicara ia kurang komunikasi, dalam bermain ia
sendiri, bermain satu hanya alat atau satu benda dan hanya dipegang saja,
dipanggil ia acuh saja, bila jatuh berdarah ia tidak menangis. Dengan hal
tersebut penulis mencoba untuk mengadakan pendekatan dengan anak itu sendiri
karena sebelumnya memang masuk sekolah sudah diberi tahu oleh orang tua
langsung bahwa anak tersebut autis dan sedang berlangsung terapi.
2.
Analisis
Permasalahan
Untuk mencari alternatif pemecahan yang
memungkinkan anak autis mau, mampu dan terampil salah satu alternatif tersebut
dengan jalan pembelajaran proaktif-kooperatif. Rasanya tidak terlalu salah atau
terlalu terlambat jika semua pihak terkait, membuka jalan untuk memahami,
mendidik dan memandirikan anak. Dalam hal ini perlu segera sedini mungkin
menangani anak autis. Penanganan ini perlu tim seperti : Orang tua, guru,
psikolog, Terapis, dan Dokter Anak.
1.2
Penyebab
Gangguan Anak Autis
1.
Lobus
Panientalis
Ditemukan bahwa 43% dari penyandang autis
mempunyai kelainan yang khas di dalam lobus panientalisnya. Pada lobus
panientalis anak autis akan tampak lekukan-lekukan otak yang lebih melebar,
yang menunjukkan bahwa jumlah sel otak di dalam lobus panientalis menyebabkan
antara lain terbatasnya perhatian terhadap lingkungan.
2.
Cerebellum
(Otak Kecil)
Berdasarkan
hasil penelitian di University of California ditemukan bahwa Cerebellum pada
sebagian besar penyandang autisme lebih kecil dibandingkan dengan anak normal
yaitu terutama pada lobus ke VI-VII cerebellum sangat bertanggung jawab atas
berbagai fungsi penting dalam kehidupan yaitu proses sensoris daya ingat,
berpikir, belajar berbahasa, dan juga proses atensi atau perhatian.
3.
Sistim
Limbik
Sistim
limbik adalah pusat emosi yang letaknya bagian dalam dari otak. Margaret Bauman
(Harvard Medical School) dan Thomas
Kemper (Boston University School of
Medicine) menemukan kelainan yang khas di dalam sistem limbik yang disebut
hippocampus dan amigdala. Dalam kedua organ tersebut terdapat sel-sel neuron
yang sangat padat dan kecil-kecil sehingga fungsinya menjadi kurang baik,
kelainan itu diperkirakan semasa janin. Amigdala mengontrol fungsi agresi dan
emosi para penyandang autisme pada umumnya kurang dapat mengendalikan emosinya.
Mereka sering agresif terhadap orang lain, namun kadang-kadang mereka sangat
pasif seolah-olah tak mempunyai emosi. Amigdala juga bertanggung jawab terhadap berbagai macam rangsang sensori
seperti pendengaran, penglihatan maupun penciuman dan juga terhadap rangsang
yang berhubungan dengan rasa takut. Sementara hippocampus bertanggung jawab
untuk fungsi belajar dan daya ingat. Gangguan di hippocampus mengakibatkan
kesulitan dalam menyimpan informasi baru dalam memorinya. Perilaku yang
diulang-ulang, aneh dan hiperaktivitas juga disebabkan oleh gangguan di
hippocampus.
4. Perilaku Anak Autis
Perilaku
adalah segala sesuatu yang orang kerjakan atau lakukan serta perilaku juga
merupakan apa saja yang kita lihat, rasakan atau dengar dari seseorang yang
melakukan suatu aktivitas tertentu. Anak autis berbeda dengan perilaku anak
normal, perbedaannya yaitu adanya perilaku yang berlebihan (excessive) dan perilaku yang
berkekurangan (defiocient) yang
sampai pada tingkat yang hampir tidak ada. Perilaku yang berlebihan (behavioral excessive) misalnya mengamuk
(tantrum) dan perilaku stimulus diri.
Perilaku berlebihan (behavioral excessive)
ini biasanya disertai dengan perintah, tantangan, gigitan dan cakaran pada
kasus yang lebih ekstrim. Tantangan menjadi semakin hebat sehingga anak bisa
menyakiti dirinya sendiri. Ekstrim lain dari perilaku anak autis yang
berlebihan seperti digambarkan diatas yaitu anak autis mungkin menunjukkan
berbagai kekurangan perilaku (behavioral
deficit) seperti :
a. Gangguan
Bicara
Gangguan
bicara pada anak autis ini biasanya mungkin nonverbal atau mungkin sedikit
suara dan kata-kata. Sementara anak autis lain mungkin membeo dan mengulang
kata-kata yang telah mereka dengar tetapi tidak menggunakan kata-kata tersebut
untuk berkomunikasi.
b. Kurang
Sesuai Perilaku Sosial
Maksud
kekurangsesuaian perilaku sosialnya yaitu anak menunjukkan seseorang tersebut
diibaratkan sebuah benda sebagai contoh, seorang anak memanjat kepangkuan
ibunya tidak untuk kasih sayang, tetapi supaya dapat mengambil kue.
c. Defisit
Sensasi
Maksudnya
anak autis idak pernah merespon suara yang didengarnya, sehingga kadang
disangka tuli. Kalaupun anak autis tersebut merespon tetapi tidak relatif lama.
d. Tidak
Bermain Dengan benar
Anak
yang normal ketika bermain dengan mainannya pastilah mengkorelasikan mainan
dengan perilaku yang ditunjukkannya. Misalnya bermain mobil-mobilan maka anak
tersebut menirukan perilakunya seperti seorang supir, dengan seorang yang khas
keluar dari mulutnya. Tetapi bagi anak autis justru sebaliknya sebagai contoh
bukannya mengendarai truk mainan tetapi membalikkannya dan memutar-mutar roda
truk mainan tersebut dalam waktu yang lama (berjam-jam).
e. Emosi
Yang tidak sesuai
Emosi
yang tidak sesuai pada anak autis maksudnya adalah tidak adanya korelasi antara
emosi dan perilaku yang ditunjukkan misalnya beberapa saat tertawa atau
menjerit dengan sedikit atau tanpa provokasi dan hampir tidak menunjukkan
perilaku emosional. Sebagai contoh seorang anak autis mungkin hanya duduk dan
memandang ke ruang kosong jika seseorang mencoba menggelitiknya.
No comments:
Post a Comment