Perilaku manusia sangat
dipengaruhi oleh keteraturan konsekuensi respon. Konsekuensi respon itu
mempengaruhi perilaku terutama melalui nilai informatif dan insentifnya.
Terdapat tiga insentif penting yang berfungsi sebagai sistem pengatur perilaku,
yaitu yang didasarkan pada konsekuensi eksternal (external motivator),
konsekuensi tak langsung (vicarious motivator), dan konsekuensi yang dihasilkan
oleh diri sendiri (self-regulatory motivator).
1. MOTIVATOR EKSTERNAL
Sering kali konsekuensi eksternal
berpengaruh dalam memotivasi perilaku. Terdapat dua klasifikasi besar motivator
eksternal, yaitu motivator biologis dan motivator kognitif. Motivator biologis
mencakup kekurangan fisik (physical deprivation) dan rasa sakit fisik (physical
pain). Motivator kognitif beroperasi dengan dua cara utama. Pertama,
melalui antisipasi terhadap konsekuensi masa depan.
Ini mencakup: a) Ekspektasi
tentang konsekuensi yang berhubungan dengan insentif materi, misalnya makanan
atau rasa sakit; b) yang berhubungan dengan insentif sensoris, misalnya baru,
menyenangkan atau tidak menyenangkan; c) yang berfokus pada insentif sosial,
misalnya diperbolehkan atau tidak diperbolehkan; d) insentif penghargaan (token
incentives), misalnya uang atau nilai prestasi; e) insentif kegiatan, yaitu
melakukan kegiatan yang disukai; f) insentif status dan kekuasaan. Kedua,
motivator kognitif beroperasi melalui standar internal dan evaluasi diri.
2. MODEL SEBAGAI MOTIVATOR
(VICARIOUS MOTIVATORS)
Kemampuan simbolik orang
memungkinkannya mengatur tindakannya atas dasar pengetahuan yang diperolehnya
dari pengamatan terhadap konsekuensi respon orang lain. Sebagaimana halnya
konsekuensi yang dialami secara langsung, konsekuensi yang diamati pun dapat
mengubah perilaku. Di samping itu, konsekuensi yang diamati dapat mengubah
nilai insentif eksternal. Misalnya, orang yang mengamati kinerja serupa yang
dilakukan orang lain yang lebih dipuji akan mengalami pujian untuk kinerjanya
sendiri, sebagai kurang rewarding daripada jika tidak tahu tentang umpan balik
orang lain.
Melihat perilaku orang lain yang
mendapat imbalan akan mempertinggi kemungkinan bahwa pengamat akan meniru
perilaku itu. Lebih jauh, rewarded modelling pada umumnya lebih efektif
dalam menanamkan pola perilaku serupa daripada modelling sendiri. Melihat
perilaku orang lain mendapat punishment akan mengurangi kemungkinan
bahwa pengamat akan berbuat serupa, meskipun memberikan alternatif yang
konstruktif merupakan cara yang lebih efektif untuk menghilangkan perilaku yang
tak diinginkan.
Pengamatan terhadap konsekuensi
respon yang dialami orang lain itu mempunyai beberapa fungsi: a) Fungsi
informasi. Pengamat akan memperoleh informasi tentang jenis tindakan yang
berkemungkinan menimbulkan konsekuensi positif dan negatif. b) Fungsi motivasi.
Fungsi informasi akan mengarah pada fungsi motivasi dalam membangkitkan
ekspektasi pada diri pengamat bahwa dia akan menerima konsekuensi yang serupa
bila melakukan tindakan serupa. c) Fungsi pembangkitan emosi. Pengamat dapat
belajar tentang hal-hal yang dapat mengakibatkan rasa senang atau tidak senang.
Akan tetapi, banyak rasa takut yang disfungsional dan perilaku penghindaran
diri (avoidance behaviours) berakar pada pengalaman tak langsung yang
tak menyenangkan. d) Fungsi pemberian nilai (valuation). Misalnya, nilai
dan standar internal perilaku pengamat dapat berubah setelah mengamati reaksi
orang lain terhadap perilakunya sesuai dengan standarnya sendiri.
3. STANDAR INTERNAL SEBAGAI
MOTIVATOR (SELF-REGULATORY MOTIVATORS)
Banyak perilaku manusia tidak
dilakukan dengan syarat imbalan langsung. Banyak kegiatan diarahkan pada
konsekuensi di masa depan dan orang mengantisipasi keuntungan maupun kerugian
yang mungkin diperolehnya di masa depan. Mereka harus menciptakan pedoman dan
motivator bagi tindakan yang mengarah pada pencapaian jauh di masa depan.
Kapabilitas manusia untuk menggunakan simbol dan self-reactive memungkinkannya
menetapkan standar internal bagi perilakunya dan mengevaluasi dirinya dengan
menggunakan standar ini. Jadi, standar internal ini dapat berfungsi sebagai self-incentive.
Dengan kata lain, manusia
memiliki kemampuan untuk mengatur perilakunya sendiri. Pengaturan sendiri atas
perilaku ini melibatkan tiga subproses: (1) pengamatan diri (self-observation),
(2) proses penilaian diri (judgemental process), dan (3) reaksi diri
(self-reaction).
a. Pengamatan Diri
Pengamatan terhadap diri sendiri
memberikan informasi untuk menetapkan standar kinerja yang realistis dan untuk
mengevaluasi perilaku. Pengamatan diri tidak selalu dapat diandalkan karena
ketepatannya tergantung pada tingkat perhatian, keadaan perasaan, dan konsepsi
diri yang sudah ada. Terdapat sejumlah dimensi evaluatif yang dapat
dipergunakan untuk mengukur perilaku. Misalnya, perilaku sosial dapat diukur
berdasarkan dimensi sosiabilitas atau penyimpangannya.
Dimensi evaluatif ini bervariasi
menurut hakikat kegiatannya. Sering kali bila orang mengamati kinerjanya
sendiri secara cermat, mereka menetapkan sendiri tujuannya yaitu untuk
peningkatan. Pengamatan diri atau self-monitoring sering kali menimbulkan
dampak reaksi terhadap diri sendiri (self-reactive) dan tidak mudah
dipisahkan dari subproses pengaturan diri lainnya.
b. Proses Penilaian Diri
Pengamatan terhadap perilaku
sendiri menuntut dilakukannya penilaian tentang kepositifan atau kenegatifan
perilaku tersebut agar orang dapat berbuat sesuatu untuk perilaku itu. Satu
aspek dari subfungsi penilaian ini terkait dengan pengembangan standar pribadi.
Pengaruh sosial terhadap pengembangan standar pribadi ini mencakup imbalan
langsung, reaksi evaluatif dari orang lain terhadap perilaku itu, dan standar
pribadi yang dicontohkan oleh orang lain.
Cara-cara untuk menentukan
kebaikan standar pribadi ini antara lain adalah dengan membandingkannya dengan
norma-norma standar, dengan kinerja orang lain, dan dengan kinerja sendiri di
masa lalu. Orang lebih cenderung menilai kinerja dalam bidang-bidang yang mereka
pandang bernilai daripada yang kecil signifikansinya bagi dirinya. Bagaimana
orang menilai perilakunya dipengaruhi oleh penilaiannya terhadap kinerjanya.
Misalnya, mereka akan cenderung bangga dengan pencapaiannya apabila mereka
menilainya sebagai suatu keberhasilan.
c. Reaksi Diri Standar pribadi
dan keterampilan
Untuk menilai (judgemental
skills) memungkinkan orang untuk mengunakan pengaruh self-reactive-nya
terhadap perilakunya. Mereka akan melakukan kegiatan yang mengarah pada reaksi
diri yang positif dan menghindari kegiatan yang mengarah pada reaksi diri
negatif. Standar pribadi mempengaruhi perilaku terutama melalui fungsi
motivasinya karena orang berusaha untuk dapat melakukan kinerja yang
diperlukannya. Dalam berbagai bidang perilaku, standar pribadi itu relatif
stabil. Akan tetapi, bila sedang belajar keterampilan tertentu dan berusaha
mencapai suatu prestasi, orang cenderung mempertinggi standarnya setiap kali
satu tantangan telah diatasinya. Orang juga bereaksi terhadap self-motivator
yang konkret. Misalnya, orang dapat beristirahat, bersantai dan melakukan
kegiatan rekreasi bila suatu kinerja telah berhasil dicapainya.
Bagi banyak orang, self-incentive
mungkin merupakan motivator yang lebih baik daripada insentif eksternal. Sistem
evaluasi diri yang disfungsional akan terbentuk apabila individu menetapkan
standar yang terlalu tinggi, yang menimbulkan depresi dan perasaan tak
berharga.
Kemampuan manusia untuk
mempengaruhi perilakunya sendiri secara sengaja melalui konsekuensi yang
dihasilkannya sendiri memberinya kapasitas untuk mengarahkan diri, meskipun
dalam batas-batas reciprocal determinism. Melalui pengalaman, orang
mengembangkan keterampilan untuk memonitor perilakunya sendiri, misalnya
keterampilan untuk menentukan obyek yang perlu diamatinya serta cara
pengamatannya.
Terdapat dua sumber insentif dalam proses pengaturan perilaku melalui
reaksi diri: 1) Insentif kondisional atau insentif jangka pendek yang
memberikan pedoman bagi berbagai tindakan. 2) Insentif jangka panjang untuk
mematuhi standar internal. Terdapat beberapa hal yang dapat mempertahankan
standar internal yang memungkinkan orang memiliki kemampuan untuk mengarahkan
diri (self-directedness): a) Keuntungan pribadi, misalnya kebaikan yang
diperoleh dari meningkatnya kemahiran dalam suatu keterampilan ataupun
terhindar dari rasa tidak senang karena berhasil mengatur perilaku yang kurang
baik. b) Menerima imbalan sosial dan mengamati orang lain menerima imbalan
sosial. c) Melihat orang lain berhasil melaksanakan tugas-tugasnya dengan
berpegang teguh pada standar pribadi. d) Sanksi negatif, seperti dikritik
karena menurunkan standar kinerja realistik. e) Konteks lingkungan tertentu,
misalnya lingkungan yang menghargai standar kinerja tinggi. f) Hukuman yang
diterapkan atas diri sendiri, misalnya kritik diri. Self-punishment ini
dapat berfungsi sebagai pencegah diteruskannya perilaku yang tidak baik dan
dapat mengurangi reaksi negatif dari orang lain.
No comments:
Post a Comment