Tuesday, March 28, 2017

INSENTIF SEBAGAI SISTEM PENGATUR PERILAKU


Perilaku manusia sangat dipengaruhi oleh keteraturan konsekuensi respon. Konsekuensi respon itu mempengaruhi perilaku terutama melalui nilai informatif dan insentifnya. Terdapat tiga insentif penting yang berfungsi sebagai sistem pengatur perilaku, yaitu yang didasarkan pada konsekuensi eksternal (external motivator), konsekuensi tak langsung (vicarious motivator), dan konsekuensi yang dihasilkan oleh diri sendiri (self-regulatory motivator).
1. MOTIVATOR EKSTERNAL
Sering kali konsekuensi eksternal berpengaruh dalam memotivasi perilaku. Terdapat dua klasifikasi besar motivator eksternal, yaitu motivator biologis dan motivator kognitif. Motivator biologis mencakup kekurangan fisik (physical deprivation) dan rasa sakit fisik (physical pain). Motivator kognitif beroperasi dengan dua cara utama. Pertama, melalui antisipasi terhadap konsekuensi masa depan.
Ini mencakup: a) Ekspektasi tentang konsekuensi yang berhubungan dengan insentif materi, misalnya makanan atau rasa sakit; b) yang berhubungan dengan insentif sensoris, misalnya baru, menyenangkan atau tidak menyenangkan; c) yang berfokus pada insentif sosial, misalnya diperbolehkan atau tidak diperbolehkan; d) insentif penghargaan (token incentives), misalnya uang atau nilai prestasi; e) insentif kegiatan, yaitu melakukan kegiatan yang disukai; f) insentif status dan kekuasaan. Kedua, motivator kognitif beroperasi melalui standar internal dan evaluasi diri.
2. MODEL SEBAGAI MOTIVATOR (VICARIOUS MOTIVATORS)
Kemampuan simbolik orang memungkinkannya mengatur tindakannya atas dasar pengetahuan yang diperolehnya dari pengamatan terhadap konsekuensi respon orang lain. Sebagaimana halnya konsekuensi yang dialami secara langsung, konsekuensi yang diamati pun dapat mengubah perilaku. Di samping itu, konsekuensi yang diamati dapat mengubah nilai insentif eksternal. Misalnya, orang yang mengamati kinerja serupa yang dilakukan orang lain yang lebih dipuji akan mengalami pujian untuk kinerjanya sendiri, sebagai kurang rewarding daripada jika tidak tahu tentang umpan balik orang lain.
Melihat perilaku orang lain yang mendapat imbalan akan mempertinggi kemungkinan bahwa pengamat akan meniru perilaku itu. Lebih jauh, rewarded modelling pada umumnya lebih efektif dalam menanamkan pola perilaku serupa daripada modelling sendiri. Melihat perilaku orang lain mendapat punishment akan mengurangi kemungkinan bahwa pengamat akan berbuat serupa, meskipun memberikan alternatif yang konstruktif merupakan cara yang lebih efektif untuk menghilangkan perilaku yang tak diinginkan.
Pengamatan terhadap konsekuensi respon yang dialami orang lain itu mempunyai beberapa fungsi: a) Fungsi informasi. Pengamat akan memperoleh informasi tentang jenis tindakan yang berkemungkinan menimbulkan konsekuensi positif dan negatif. b) Fungsi motivasi. Fungsi informasi akan mengarah pada fungsi motivasi dalam membangkitkan ekspektasi pada diri pengamat bahwa dia akan menerima konsekuensi yang serupa bila melakukan tindakan serupa. c) Fungsi pembangkitan emosi. Pengamat dapat belajar tentang hal-hal yang dapat mengakibatkan rasa senang atau tidak senang. Akan tetapi, banyak rasa takut yang disfungsional dan perilaku penghindaran diri (avoidance behaviours) berakar pada pengalaman tak langsung yang tak menyenangkan. d) Fungsi pemberian nilai (valuation). Misalnya, nilai dan standar internal perilaku pengamat dapat berubah setelah mengamati reaksi orang lain terhadap perilakunya sesuai dengan standarnya sendiri.
3. STANDAR INTERNAL SEBAGAI MOTIVATOR (SELF-REGULATORY MOTIVATORS)
Banyak perilaku manusia tidak dilakukan dengan syarat imbalan langsung. Banyak kegiatan diarahkan pada konsekuensi di masa depan dan orang mengantisipasi keuntungan maupun kerugian yang mungkin diperolehnya di masa depan. Mereka harus menciptakan pedoman dan motivator bagi tindakan yang mengarah pada pencapaian jauh di masa depan. Kapabilitas manusia untuk menggunakan simbol dan self-reactive memungkinkannya menetapkan standar internal bagi perilakunya dan mengevaluasi dirinya dengan menggunakan standar ini. Jadi, standar internal ini dapat berfungsi sebagai self-incentive.
Dengan kata lain, manusia memiliki kemampuan untuk mengatur perilakunya sendiri. Pengaturan sendiri atas perilaku ini melibatkan tiga subproses: (1) pengamatan diri (self-observation), (2) proses penilaian diri (judgemental process), dan (3) reaksi diri (self-reaction).
a. Pengamatan Diri
Pengamatan terhadap diri sendiri memberikan informasi untuk menetapkan standar kinerja yang realistis dan untuk mengevaluasi perilaku. Pengamatan diri tidak selalu dapat diandalkan karena ketepatannya tergantung pada tingkat perhatian, keadaan perasaan, dan konsepsi diri yang sudah ada. Terdapat sejumlah dimensi evaluatif yang dapat dipergunakan untuk mengukur perilaku. Misalnya, perilaku sosial dapat diukur berdasarkan dimensi sosiabilitas atau penyimpangannya.
Dimensi evaluatif ini bervariasi menurut hakikat kegiatannya. Sering kali bila orang mengamati kinerjanya sendiri secara cermat, mereka menetapkan sendiri tujuannya yaitu untuk peningkatan. Pengamatan diri atau self-monitoring sering kali menimbulkan dampak reaksi terhadap diri sendiri (self-reactive) dan tidak mudah dipisahkan dari subproses pengaturan diri lainnya.
b. Proses Penilaian Diri
Pengamatan terhadap perilaku sendiri menuntut dilakukannya penilaian tentang kepositifan atau kenegatifan perilaku tersebut agar orang dapat berbuat sesuatu untuk perilaku itu. Satu aspek dari subfungsi penilaian ini terkait dengan pengembangan standar pribadi. Pengaruh sosial terhadap pengembangan standar pribadi ini mencakup imbalan langsung, reaksi evaluatif dari orang lain terhadap perilaku itu, dan standar pribadi yang dicontohkan oleh orang lain.
Cara-cara untuk menentukan kebaikan standar pribadi ini antara lain adalah dengan membandingkannya dengan norma-norma standar, dengan kinerja orang lain, dan dengan kinerja sendiri di masa lalu. Orang lebih cenderung menilai kinerja dalam bidang-bidang yang mereka pandang bernilai daripada yang kecil signifikansinya bagi dirinya. Bagaimana orang menilai perilakunya dipengaruhi oleh penilaiannya terhadap kinerjanya. Misalnya, mereka akan cenderung bangga dengan pencapaiannya apabila mereka menilainya sebagai suatu keberhasilan.
c. Reaksi Diri Standar pribadi dan keterampilan
Untuk menilai (judgemental skills) memungkinkan orang untuk mengunakan pengaruh self-reactive-nya terhadap perilakunya. Mereka akan melakukan kegiatan yang mengarah pada reaksi diri yang positif dan menghindari kegiatan yang mengarah pada reaksi diri negatif. Standar pribadi mempengaruhi perilaku terutama melalui fungsi motivasinya karena orang berusaha untuk dapat melakukan kinerja yang diperlukannya. Dalam berbagai bidang perilaku, standar pribadi itu relatif stabil. Akan tetapi, bila sedang belajar keterampilan tertentu dan berusaha mencapai suatu prestasi, orang cenderung mempertinggi standarnya setiap kali satu tantangan telah diatasinya. Orang juga bereaksi terhadap self-motivator yang konkret. Misalnya, orang dapat beristirahat, bersantai dan melakukan kegiatan rekreasi bila suatu kinerja telah berhasil dicapainya.
Bagi banyak orang, self-incentive mungkin merupakan motivator yang lebih baik daripada insentif eksternal. Sistem evaluasi diri yang disfungsional akan terbentuk apabila individu menetapkan standar yang terlalu tinggi, yang menimbulkan depresi dan perasaan tak berharga.
Kemampuan manusia untuk mempengaruhi perilakunya sendiri secara sengaja melalui konsekuensi yang dihasilkannya sendiri memberinya kapasitas untuk mengarahkan diri, meskipun dalam batas-batas reciprocal determinism. Melalui pengalaman, orang mengembangkan keterampilan untuk memonitor perilakunya sendiri, misalnya keterampilan untuk menentukan obyek yang perlu diamatinya serta cara pengamatannya.
Terdapat dua sumber insentif dalam proses pengaturan perilaku melalui reaksi diri: 1) Insentif kondisional atau insentif jangka pendek yang memberikan pedoman bagi berbagai tindakan. 2) Insentif jangka panjang untuk mematuhi standar internal. Terdapat beberapa hal yang dapat mempertahankan standar internal yang memungkinkan orang memiliki kemampuan untuk mengarahkan diri (self-directedness): a) Keuntungan pribadi, misalnya kebaikan yang diperoleh dari meningkatnya kemahiran dalam suatu keterampilan ataupun terhindar dari rasa tidak senang karena berhasil mengatur perilaku yang kurang baik. b) Menerima imbalan sosial dan mengamati orang lain menerima imbalan sosial. c) Melihat orang lain berhasil melaksanakan tugas-tugasnya dengan berpegang teguh pada standar pribadi. d) Sanksi negatif, seperti dikritik karena menurunkan standar kinerja realistik. e) Konteks lingkungan tertentu, misalnya lingkungan yang menghargai standar kinerja tinggi. f) Hukuman yang diterapkan atas diri sendiri, misalnya kritik diri. Self-punishment ini dapat berfungsi sebagai pencegah diteruskannya perilaku yang tidak baik dan dapat mengurangi reaksi negatif dari orang lain.

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive