Fenomena
globalisasi membawa nuansa baru yang sulit diprediksi oleh pemikiran manusia
saat ini. Sehingga, muncul beberapa ramalan masa depan seperti yang dikatakan
oleh para futurology bahwa akan datang masyarakat pasca-industri atau post-industrial society (Daniel Bell),
masyarakat gelombang ketiga atau the
third wave (Alvin Toffler), global paradox atau global paradox (John Naisbitt), situasi kesemrawutan atau “chaos”
(John Briggs & David Peat).
Krisis
multidimensi serta prediksi para futurology menyebabkan manusia sulit
memosisikan dirinya bila tidak memiliki ketahanan mental, ketahanan diri, dna
ketahanan tatanan nilai, serta fleksibilitas diri menghadapi dampak
negatif kemajuan iptek.
Dampak
negatif kemajuan iptek ini besar pengaruhnya terhadap perubahan sikap serta
perilaku peserta didik, sehingga terjadi beberapa krisis erosi nilai-erosi moral-erosi norma dan dehumanisasi. Fenomena krisis tersebut tampak pada krisi
kepercayaan, krisis kualitas kemandirian atau krisis bangsa yang berkarakter,
serta krisis akan nilai-nilai yang menjadi pegangan dan acuan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Konsep
pendidikan dalam era globalisasi tidak boleh terlepas dari pendidikan nilai
(afektif), begitupun dengan aspek pengetahuan (kognitif) dan keterampilan
(psikomotor). Pendidikan tidak sekedar terfokus pada alih pengetahuan (transfer of knowledge), namun disertai
pula signifikansi alih sikap (transfer of
attitude).
Kewarganegaraan
sebagai mata pelajaran dalam kurikulum 2004 senantiasa mengalami suatu dilemma.
Pilihan antara memenuhi tuntutan kebutuhan untuk mengantisipasi perubahan
sosial di masyarakat, siap tantangan dan tuntutan era globalisasi, atau
memenuhi tuntutatan kebutuhan sebagai pengetahuan akademis dan pendidikan yang
dapat memenuhi tatanan nilai, memilki rasa kebangsaan dan cinta tanah air,
serta menjadi ‘manusia Indonesia seutuhnya’.
No comments:
Post a Comment