A.
Filsafat
Jiwa
Ibn
Sina memberikan perhatian yang khusus terhadap pembahasan kejiwaan, tidak sukar
untuk mencari unsur – unsur pikiran yang membentuk teorinya tentang kejiwaan,
seperti pikiran-pikiran Aristoteles, Galius dan Plotinus, terutama pikiran-pikiran
Aristoteles yang banyak dijadikan sumber pikiran-pikirannya. Namun tidak
berarti bahwa Ibn Sina tidak mempunyai kepribadian sendiri atau pikiran-pikiran
yang sebelumnya baik dalam segi pembahasan fisika maupun segi pembahasan metafisika.
Pengaruh Ibn Sina dalam soal kejiwaan tidak dapat diremehkan sejak 10 M sampai
akhirnya abad ke 19 terutama Gundisallinus, Albert the Great, Thomas Aqinas,
Roger Bacon’dan Scoot
Pemikiran
terpenting yang dihasilkan Ibn Sina ialah filsafatnya tentang jiwa. Al-Farabi
menganut faham pancaran. Pemikiran ini berbeda dengan kaum sufi dan kaum mu’tazilah. Bagi kaum sufi kemurnian
tauhid mengandung arti bahwa hanya Tuhan yang mempunyai wujud.
Kaum
mu’tazilah dalam usaha memurnikan tauhid pergi ke peniadaan sifat-sifat Tuhan
dan kaum sufi peniadaan wujud selain dari wujud Allah SWT, maka kaum filosof Islam
yang dipelopori oleh al-Farabi, pergi ke paham emanasi atau Al-Faidh. Menurut
Al-Farabi Allah menciptakan alam ini melalui emanasi.
Ibn
Sina berpendapat bahwa akal pertama mempunyai dua sifat : sifat wajib wujudnya
dan sifat mungkin wujudnya. Segi-segi kejiwaan pada Ibn Sina pada garis
besarnya dapat dibagi menjadi dua bagian :
1.
Segi Fisika
2.
Segi Metafisika
Ibn
Sina membagi jiwa dalam tiga bagian : 1.
Jiwa Tumbuh-tumbuh
2. Jiwa Binatang
3.
Jiwa Manusia
Al-Ghazali
di dalam Tahafut-al-falasifah menyangkal kesalahan para filosof muslim beserta
pendahuluan-pendahuluan. Para filosof yang disangkal oleh al-Ghazali ini
terbagi ke dalam tiga kelompok :
1.
Filosof – filosof materialistic
(dahriyyun)
2.
Filosof – filosof naturalis atau desitik
(thabi’iyyun)
3.
Filosof – filosof teis (ilahiyyun)
Filsafat
Aristoteles seperti yang disebarluaskan oleh penerjemah-penerjemah dan
komentator-komentator karyanya (pengikutnya) khususnya al-Farabi dan Ibn Sina
terbagi ke dalam 3 kelompok :
a.
Filsafat – filsafatnya yang harus di
pandang kufur
b.
Filsafat – filsafatnya yang menurut Islam
adalah bid’ah
c.
Filsafat – filsafatnya yang sama seklai
tak perlu disangkal
Tiga
masalah yang menyebabkan kufur tersebut adalah :
Pertama, bahwa Allah hanya mengetahui hal-hal yang
besar-besar dan tidak mengetahui hal-hal yang kecil-kecil.
Kedua, bahwa
alam ini azali atau kekal, tanpa permulaan
Ketiga, di
akhirat kelak yang dihimpun
Ada
empat dalil yang dikemukakan oleh Ibn Sina untuk membuktikan adanya jiwa yaitu
:
1.
Dalil alam- kejiwaan (natural psikologi)
2.
Dalil Aku dan kesatuan gejala-gejala
kejiwaan
3.
Dalil kelangsungan (kontinuitas)
4.
Dalil orang terbang atau tergantung di
udara
B. Filsafat Wujud
Bagi
Ibn Sina sifat wujudlah yang terpenting dan yang mempunyai kedudukan di atas
sifat lain, walaupun esensi sendiri. Esensi dalam faham Ibn Sina terdapat dalam
akal, sedang wujud terdapat di luar akal.
Kalau
dikombinasikan, esensi dan wujud dapat mempunyai kombinasi berikut :
1.
Esensi yang tak dapat mempunyai wujud
2.
Esensi yang boleh mempuyai wujud dan
boleh pula tidak mempunyai wujud
3.
Esensi yang tak boleh tidak mesti
mempunai wujud
Dalam
pembagian wujud kepada wajib dan
mumkin, Ibn Sina terpengaruh oleh pembagian wujud para mutakallimun kepada baharu dan qadim. Hal ini mengakibatkan
lumpuhnya kemurahan Allah pada zaman yang mendahului alam makhluk ini.
“Perbuatan
Illahi dalam pemikiran Ibn Sina dapat disimpulkan dalam 4 catatan sebagai
berikut :
1.
Perbuatan yang tidak kontinu
2.
Perbuatan Illahi itu tidak ada tujuan
apapun
3.
Manakala perbuatan Allah telah selesai
dan tidak mengandung sesuatu maksud, keluar dari-Nya berdasarkan hukum
kemestian, seperti pekerjaan mekanis, bukan dari sesuatu pilihan dan kehendak
bebas.
4.
Perbuatan ini hanyalah memberi wujud
dalam bentuk tertentu.
Dalam
empat catatan tersebut, para penulis sejarah dan pengkritik Ibn Sina selalu
memahami bahwa Ibnu Sina menggunakan konsep pertama.
C. Filsafat Wahyu dan Nabi
Pentingnya
gejala kenabian dan wahyu Illahi merupakan sesuatu yang oleh Ibnu Sina yang
telah diusahakan untuk dibangun dalam 4 tingkatan : intelektual, imajinatif,
keajaiban dan sosio politis. Akal manusia terdiri dari empat macam yaitu : akal
materil, akal intelektual, akal aktuil, dan akal muslihat. Tingkatan akal yang
terendah adalah akal material dan Ibnu Sina menamainya al-hads (intuisi)
Daya yang ada pada akal materil
begitu besar sehingga tanpa melalui latihan dengan mudah dapat berhubungan
dengan akal aktif dan dengan mudah dapat menerima cahaya atau wahyu dari Tuhan.
Wahyu dalam pengertian teknis mendorong manusia untuk beramal dan menjadi orang
baik, tidak hanya sebagai wawasan intelektual dan ilham belaka. Maka, tak ada
agama yang hanya berdasarkan akal murni.
No comments:
Post a Comment