1.
Sense of
Direction (Kesadaran akan Arah)
Carilah
sasaran yang layak Anda capai. Lebih baik lagi kalau Anda tetapkan suatu
proyek. Putuskanlah apa yang Anda inginkan dari satu situasi. Lihatlah ke
depan, jangan ke belakang. Milikilah selalu sesuatu di depan Anda untuk
dijadikan harapan.
Kembangkanlah
“nostalgia masa depan” ketimbang masa lalu. “Nostalgia masa depan” itu bisa
membuat awet muda. Bahkan tubuh Anda pun takkan berfungsi dengan baik,
jika Anda tidak lagi menjadi seorang pencapai sasaran dan tidak
mempunyai harapan apa-apa lagi. Karena alasan inilah seringkali seseorang
meninggal tidak lama setelah pensiun.
Kalau
Anda tidak berupaya mencapai sasaran, tidak memandang jauh ke depan, maka
sesungguhnya Anda tidak benar-benar hidup.
Selain
sasaran-sasaran murni pribadi Anda sendiri, milikilah setidaknya satu sasaran
yang bukan pribadi, dimana Anda bisa menghubungkan diri. Berminatlah dalam
proyek tertentu untuk membantu sesama, bukan karena wajib, melainkan atas
kemauan Anda sendiri.
2.
Understanding
(Pengertian)
Pengertian
bergantung kepada komunikasi yang baik. Anda tidak akan bereaksi tepat kalau
informasi yang Anda tindaklanjuti itu keliru dalam mengartikannya.
Untuk
mengatasi suatu masalah secara efektif Anda harus mengerti sifat sejatinya.
Kebanyakan kegagalan kita dalam berhubungan antar manusia adalah karena salah
pengertian. Kita berharap orang lain beraksi dan memberikan respons serta
mencapai kesimpulan yang sama seperti kita dari serangkaian fakta atau keadaan.
Manusia
bereaksi terhadap gambaran mental mereka sendiri, bukan terhadap segala apa
adanya. Kebanyakan reaksi atau posisi orang lain itu bukanlah dimaksudkan untuk
membuat kita menderita, sebagai keras kepala atau berniat jahat, melainkan
karena mereka artikan dan mereka tafsirkan situasinya secara berbeda-beda.
Mereka hanyalah bereaksi sesuai dengan apa yang –bagi mereka- tampaknya benar
dalam situasinya.
Mengakui
ketulusan orang lain ketika keliru, ketimbang menganggapnya sengaja atau
berniat jahat, akan membantu melancarkan hubungan antar manusia dan melahirkan
pengertian yang lebih baik diantara mereka.
Tanyakanlah
kepada diri sendiri ”Bagaimanakah hal ini tampaknya bagi dia?” “Bagaimanakah ia
menafsirkan situasi ini?” “Bagaimanakah perasaannya tentang hal ini?”.
Cobalah mengerti mengapa ia bersikap seperti itu.
Seringkali
kita ciptakan kebingungan ketika kita tambahkan opini kita sendiri terhadap
fakta-fakta yang ada dan sampai pada kesimpulan yang keliru (fakta versus
opini).
Fakta:
Dua orang teman sedang berbisik-bisik dan berhenti ketika Anda datang
Opini:
Pasti mereka sedang menggosipkan aku (reaksi negatif)
Jika
Anda dapat menganalisa situasi secara tepat dan dapat memahami bahwa tindakan
kedua teman Anda itu bukanlah dimaksudkan untuk menjengkelkan Anda, maka
niscaya Anda pun dapat memilih respons yang lebih tepat dan produktif.
Kita
harus dapat melihat kebenaran dan menerimanya, entah baik atau buruk.
Seringkali kita warnai data yang diperoleh dengan ketakutan, kecemasan, atau
hasrat kita sendiri.
Bertrand
Russell pernah mengatakan bahwa salah satu alasan mengapa Hiltler kalah dalam
Perang Dunia II adalah karena dia tidak sepenuhnya memahami situasinya. Para
pembawa berita buruk dihukum. Tidak lama kemudian tak seorang pun berani
mengatakan yang sebenarnya. (Mungkin hal ini pula salah satu faktor yang
menyebabkan kejatuhan Soeharto dengan kebiasaan laporan Asal Bapak
Senang-nya).
3.
Courage
(Keberanian)
Mempunyai
sasaran serta memahami situasinya belumlah cukup. Anda harus mempunyai
keberanian untuk bertindak, sebab hanya dengan tindakanlah, sasaran, hasrat,
dan kepercayaan itu dapat dijabarkan menjadi kenyataan.
Seringkali
perbedaan antara orang yang sukses dengan pecundang bukanlah karena kemampuan
atau ide yang lebih baik, melainkan keberanian untuk bertaruh atas ide-idenya
sendiri untuk mengambil resiko yang diperhitungkan dan untuk bertindak.
Kita
sering membayangkan keberanian sebagai perbuatan kepahlawanan di medan
pertempuran, ketika kapal kandas, atau dalam suatu krisis. Tetapi dalam
kehidupan sehari-hari pun sesungguhnya menuntut adanya keberanian.
Jangan
berdiam diri yang hanya akan membuat Anda semakin terperangkap. Bersedialah
membuat beberapa kesalahan, menderita sedikit kepedihan untuk mendapatkan apa
yang Anda inginkan.
Berlatihlah
sikap berani dengan “hal-hal kecil”, jangan tunggu hingga Anda bisa menjadi
pahlawan besar dalam krisis yang parah. Dengan melatih berani dalam hal-hal
kecil, kita dapat mengembangkan kuasa dan talenta untuk bertindak berani dalam
urusan-urusan yang lebih penting.
4.
Charity
(Amal/Belas kasih)
Kepribadian
sukses ditandai adanya minat dan menghargai sesamanya. Mereka menghormati
martabat, masalah, serta kebutuhan sesamanya. Mereka memperlakukan sesamanya
sebagai manusia, ketimbang sebagai pion dalam permainan mereka sendiri. Mereka
sadar bahwa setiap orang adalah makhluk Tuhan dan individu yang unik yang layak
diberikan martabat dan penghormatan.
Adalah
fakta psikologis bahwa perasaan kita tentang diri sendiri cenderung berhubungan
dengan perasaan kita tentang orang lain. Kalau seseorang merasa beramal kepada
orang lain, dia pasti mulai merasa beramal terhadap dirinya.
Orang-orang
yang merasa bahwa manusia itu tidak penting, tidak mungkin menghormati dan
menghargai dirinya sendiri.
Salah
satu metode yang paling dikenal dalam mengatasi rasa bersalah adalah berusaha
berhenti mengutuk, membenci, menyalahkan orang lain atas kesalahan-kesalahan
mereka.
Anda
akan mengembangkan citra diri yang lebih baik dan lebih memadai kalau Anda mulai
merasa bahwa orang lain itu lebih berharga.
Memperlakukan
semua orang dengan hormat adalah amal, oleh sebab itu tidaklah selalu dibalas
secara individual dan seketika. Anda tidak bisa memandangnya sebagai transaksi
tetapi harus memandangnya sebagai konstribusi Anda terhadap masyarakat pada
umumnya.
5.
Esteem
(Harga Diri)
Dari
segala perangkap serta kejatuhan dalam kehidupan ini, harga diri adalah yang
paling mematikan, dan paling sulit diatasi karena hal itu adalah lubang
dirancang dan digali oleh tangan kita sendiri, yang terangkum dalam ungkapan”
Percuma, aku tak bisa melakukannya”
Waspadalah
terhadap pencuri kebahagiaan yaitu kritikus di dalam diri sendiri. Ketika
kritikus dalam diri sendiri mulai merendahkan kita hendaknya kita tidak
ragu-ragu berteriak “Hentikan!” dan menyuruhnya kembali ke pojoknya yang gelap,
pantas dihukum karena meragukan kita.
Berhentilah
membawa-bawa gambaran mental tentang diri sendiri sebagai individu yang kalah
mampu dibandingkan dengan yang lain. Rayakanlah kemenangan Anda, entah besar
atau kecil, kenalilah dan pupuklah kekuatan-kekuatan Anda, dan terus ingatlah
diri sendiri bahwa Anda bukanlah kesalahan-kesalahan Anda.
Kata
“menghargai diri” secara harfiah menghargai nilai diri. Mengapa manusia
takjub melihat bintang-bintang, bulan, luasnya samudera, indahnya bunga atau
matahari terbenam, tetapi kenapa harus merendahkan diri sendiri? Bukankah semua
itu karya Sang Khalik yang juga menciptakan kita?
Menghargai
nilai diri sendiri bukanlah egoisme, kecuali Anda berasumsi bahwa Andalah yang
berjasa menjadikan diri sendiri Janganlah rendahkan produk-Nya hanya karena
Anda sendiri yang kurang tepat menggunakannya.
Jadi,
rahasia terbesar dari membangun harga diri ini adalah mulailah dengan berusaha
menghargai sesama, hormatilah manusia manapun sebagai makhluk Tuhan yang unik
dan sungguh sangat berharga.
Latihlah
memperlakukan sesama Anda sebagai manusia yang berharga maka harga diri Anda
sendiri pun akan meningkat. Sebab harga diri sejati bukanlah berkat
hal-hal yang hebat yang telah Anda perbuat, tetapi berkat menghargai diri
sendiri apa adanya–sebagai makhluk Tuhan
6.
Self
Confidence (Kepercayaan Diri)
Kepercayaan
diri dibangun atas pengalaman sukses. Ketika kita pertama kali memulai sesuatu,
kemungkinan besar kepercayaan diri kita kecil karena kita belum belajar dari
pengalaman bahwa kita bisa sukses. Ini berlaku entah belajar sepeda, berbicara
di depan publik, atau dalam aktivitas lainnya.
Adalah
benar sekali bahwa sukses melahirkan sukses. Sekecil apapun kesuksesan
seseorang dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk meraih sukses yang lebih
besar.
Teknik
penting untuk memupuk kepercayaan diri adalah dengan mengingat setiap
kesuksesan yang dicapai di masa lalu dan berusaha melupakan kegagalan di masa
lalu.
Tetapi
apa yang seringkali dilakukan kebanyakan orang? Mereka justru seringkali
menghancurkan kepercayaan dirinya, dengan mengingat kegagalan-kegagalan yang
ditanamkan dalam emosinya, sementara kisah suksesnya terlupakan, sehingga
akhirnya kepercayaan diri pun menghilang.
Tidak
menjadi masalah seberapa sering Anda gagal di masa lalu, yang paling peting
adalah upaya sukses yang seharusnya diingat, dikuatkan dan direnungkan.
Kalau
kita amati kesuksesan orang lain, hampir semua kesuksesannya tidak pernah
dilalui melalui jalan yang lempang, tetapi mereka justru menempuhnya secara
zig-zag. Gunakanlah kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan-kesalahan sebagai cara
untuk belajar, lalu singkirkanlah itu dari pikiran kita.
7.
Self
Acceptance (Penerimaan Diri)
Penerimaan
diri artinya menerima diri kita sekarang secara apa adanya, dengan segala
kesalahan, kelemahan, kekurangan, kekeliruan serta aset dan kekuatan-kekuatan
kita. Kita harus menyadari kesalahan-kesalahan dan kekurangan-kekurangan kita
sebelum kita dapat mengoreksinya.
Orang
yang paling nelangsa serta tersiksa di dunia ini adalah mereka yang terus
berupaya meyakinkan diri sendiri mau pun orang lain bahwa mereka adalah lain
dari apa yang sesungguhnya. Tak ada kelegaan atau kepuasan ketika Anda akhirnya
menanggalkan segala kepura-puraan dan bersedia menjadi diri sendiri. Berusaha
mempertahankan kepura-puraan bukan saja merupakan tekanan mental yang hebat,
tetapi juga akan terus menerus menuntun pada kekecewaan dan frustrasi pada saat
seseorang beroperasi di dunia nyata dengan keadaan diri yang fiktif.
Mengubah
citra diri tidaklah
berarti mengubah diri Anda, melainkan mengubah gambaran mental Anda, estimasi
Anda, konsepsi Anda dan kesadaran Anda akan diri. Kita bisa mengubah
kepribadian kita, tetapi tak dapat mengubah diri dasar kita.
Belajarlah
diri Anda apa adanya dan mulailah dari sana. Belajarlah untuk secara emosional
mentolerir ketidaksempurnaan pada diri Anda. Penting kita sadari secara
intelektual kekurangan-kekurangan kita tetapi janganlah sampai kita membenci
diri sendiri karenanya. Janganlah membenci diri sendiri karena Anda tidak
sempurna. Tak ada seorang pun yang sempurna dan mereka yang pura-pura dirinya
sempurna akan terkurung dalam kenelangsaan.
Sumber
:
Maxwell Maltz. 2004. The New Psycho-Cybernetics.
(alih bahasa:Arvin Saputra, editor Lyndon Saputra). Batam: Interaksara
No comments:
Post a Comment