BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dengan segala
keunikan dan keanekaragamannya dituntut untuk hidup dalam kebersamaan. Manusia
tidak akan mampu hidup sendiri tanpa kebersamaan, karena pada dasarnya ia
memiliki ketergantungan dengan orang lain. Ketergantungan inilah yang
menjadikan manusia sebagai makhluk sosial. Selain itu juga, Rasulullah saw
bersabda: "sebaik-baiknya manusia, manusia yang bermanfaat bagi orang
lain." Oleh sebab itu, dapat dipahami bahwa kehidupan manusia bukan
terletak pada "akunya", tetapi pada "kitanya"
atau pada kebersamaannya. Salah satu bentuk dari kebersamaan dimaksud berupa
kepedulian terhadap sesama; misalnya rela berkorban untuk orang lain dengan
tanpa mengharapkan imbalan apapun.
Tindakan berkorban untuk orang lain tanpa mengharapkan
apapun ini dalam terminologi psikologi sosial dikenal dengan istilah altruisme.
Altruisme adalah kepedulian yang tidak mementingkan diri sendiri
melainkan untuk kebaikan orang lain (Baron & Byrne 2005: 92). Sedangkan
menurut Macaulay dan Berkowitz (1970 dalam http://psychemate. blogspot.com/), altruisme
dapat juga didefinisikan sebagai tindakan memberi bantuan kepada orang lain
tanpa adanya antisipasi akan reward atau hadiah dari orang yang
ditolong. Atau dengan pengertian yang lebih sederhana, altruisme dapat
disamakan dengan menolong orang lain tanpa mengharap imbalan apapun.
Altruisme dapat dibedakan dengan perasaan loyalitas
dan kewajiban. Altruisme memusatkan perhatian pada motivasi untuk membantu
orang lain dan keinginan untuk melakukan kebaikan tanpa memperhatikan ganjaran,
sementara kewajiban memusatkan perhatian pada tuntutan moral dari individu
tertentu (seperti Tuhan, raja), organisasi khusus (seperti pemerintah), atau
konsep abstrak (seperti patriotisme, dsb). Beberapa orang dapat merasakan
altruisme sekaligus kewajiban, sementara yang lainnya tidak. Altruisme murni
memberi tanpa memperhatikan ganjaran atau keuntungan.
Dalam kehidupan di dunia
ini, manusia telah dilengkapi berbagai fasilitas yang akan mengantarkan manusia
menuju kepada kebahagiaan baik itu di dunia maupun di akhirat. Allah yang Maha
Bijaksana telah mengutus Rasulnya yang pada dirinya adalah sumber tauladan bagi
umat manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini. ajaran yang dibawa oleh
rasulullah tidak pernah bertentangan denga fitrah manusia yang selalu mendamba
kebahagiaan. selain mengajarkan tata cara dalam hubunganya dengan Allah
(ibadah) serta mengajarkan manusia bagaimana etika dan sikap yang seyogyanya
manusia lakukan terhadap sesama.
Kehendak altruis berfokus
pada motivasi untuk menolong sesama atau niat melakukan sesuatu tanpa pamrih,
berupa ketetapan moral.3 Altruisme adalah perbuatan
mengutamakan orang lain dibanding diri sendiri. perbuatan ini adalah sifat
murni dalam banyak budaya, dan merupakan inti dalam banyak agama. Dalam budaya
Inggris, konsep ini sering diperihalkan sebagai peraturan keemasan etika. Dalam
Buddhisme, ia dianggap sebagai sifat asas bagi fitrah manusia. Perilaku
altruistik tidak hanya berhenti pada perbuatan itu sendiri. sikap dan perilaku
ini akan menjadi salah satu indikasi dari moralitas altruistik. Moralitas
altruistik tidak sekadar mengandung kemurahan hati atau belas kasihan. Ia
diresapi dan dijiwai oleh kesukaan memajukan sesama tanpa pamrih.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai
berikut :
- Apa definisi Altruisme
?
- Apa saja teori dalam altruisme ?
- Faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi timbulnya altruisme ?
C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan
makalah ini adalah :
1.
Untuk mengetahui definisi
altruisme.
2.
Untuk mengetahui teori-teori altruisme.
3.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya altruisme.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Defenisi Altruisme
(Perilaku Menolong)
Altruisme adalah tindakan sukarela untuk
menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun atau disebut
juga sebagai tindakan tanpa pamrih. Altruisme dapat juga didefinisikan tindakan
memberi bantuan kepada orang lain tanpa adanya antisipasi akan reward
atau hadiah dari orang yang ditolong (Macaulay dan Berkowitz, 1970). Definisi
lain dari altruisme yaitu peduli dan membantu orang lain tanpa mengharap
imbalan (Myers, 1993). Menurut Batson; 1991, altruisme adalah keadaan
motivasional seseorang yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan orang lain.
Altruisme merupakan kehendak pengorbanan
kepentingan pribadi. Tindakan ini seringkali disebut sebagai peniadaan diri
atau pengosongan diri. Altruisme termasuk sebuah dorongan untuk berkorban demi
sebuah nilai yang lebih tinggi, entah bersifat manusiawi atau ketuhanan.
Tindakan altruis dapat berupa loyalitas. Kehendak altruis berfokus pada
motivasi untuk menolong sesama atau niat melakukan sesuatu tanpa pamrih, berupa
ketetapan moral terhadap sosok tertentu, terhadap organisasi tertentu, maupun
terhadap sebuah konsep abstrak (Konsep Ketuhanan).
Menurut Walstern, dan Piliavin (Deaux, 1976). Perilaku altruistik adalah perilaku menolong yang
timbul bukan karena adanya tekanan atau kewajiban, melainkan tindakan tersebut
bersifat suka rela dan tidak berdasarkan norma–norma tertentu, tindakan tersebut
juga merugikan penolong, karena meminta pengorbanan waktu, usaha,uang dan tidak
ada imbalan atau pun reward dari semua pengorbanan.
Altruisme adalah tindakan
suka rela yang dilakukan oleh seseorang atau pun kelompok orang untuk menolong
orang lain tampa mengharapkan imbalan apa pun, kecuali mungkin perasaan telah
melakukan perbuatan baik. Sears dkk (1994) Altruisme adalah tindakan
sukarela untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan dalam bentuk
apapun atau disebut juga sebagai tindakan tanpa pamrih. Altruisme dapat juga didefinisikan
tindakan memberi bantuan kepada orang lain tanpa adanya antisipasi akan reward
atau hadiah dari orang yang ditolong (Macaulay dan Berkowitz, 1970).
Altruisme adalah keadaan motivasional seseorang yang
bertujuan meningkatkan kesejahteraan orang lain (Batson, 1991). Menurut
Baston (2002), altruisme adalah respon yang menimbulkan positive feeling,
seperti empati. Seseorang yang altruis memiliki motivasi altruistic, keinginan
untuk selalu menolong orang lain. Motivasi altuistik tersebut muncul karena ada
alasan internal di dalam dirinya yang menimbulkan positive feeling sehingga
dapat memunculkan tindakan untuk menolong orang lain.
Dua alasan internal tersebut tidak akan memunculkan
egoistic motivation ( egocentrism ). Dalam artikel berjudul “ Altruisme dan
Filantropis “ ( Borrong,2006), altruism diartikan sebagai kewajiban yang
ditujukan pada kebaikan orang lain. Suatu tindakan altruistic adalah tindakan
kasih yang dalam bahasa Yunani disebut Agape. Agape adalah tindakan mengasihi
atau memperlakukan sesama dengan baik semata-mata untuk tujuan kebaikan orang
itu dan tanpa dirasuki oleh kepentingan orang yang mengasihi. Maka, tindakan
altruistik pastilah selalu bersifat konstruktif, membangun, memperkembangkan
dan menumbuhkan kehidupan sesama. Suatu tindakan altruistik tidak berhenti pada
perbuatan itu sendiri, tetapi keberlanjutan tindakan itu sebagai produknya dan
bukan
B. Teori Altruisme
(Perilaku Menolong)
Perilaku menolong dapat dijelaskan dibeberapa
macam teori yang memandang dari mana timbulnya perilaku menolong itu.
a) Teori Psikoanalisis
Teori ini bersandar pada asumsi bahwa manusia
pada dasarnya agresif dan selfish (egois) secara instingtif. Dengan demikian,
beberapa tokoh psikoanalisis memandang altruisme sebagai pertahanan diri
terhadap kecemasan dan konflik internal diri kita sendiri. Hal ini menunjukkan
bahwa altruisme lebih bersifat self-serving (melayani diri sendiri),
bukan dimotivasi oleh kepedulian yang murni terhadap orang lain.
Meskipun diakui bahwa pengalaman sosialisasi
yang positif dapat membuat kita tidak terlalu selfish (lebih selfless),
para tokoh psikoanalisis tetap memandang pada dasarnya manusia bersifat selfish
artinya manusia itu makhluk yang egois, perilaku menolong itu muncul hanya
karena suatu defens mechanism untuk mempertahankan diri agar tetap eksis dan
merasa aman.
b) Teori Belajar
Khususnya tokoh-tokoh aliran psikologi belajar
yang menekankan reinforcement seperti B.F. Skinner
beranggapan bahwa kita cenderung mengulangi atau memperkuat perilaku yang
memiliki konsekuensi positif bagi diri kita. Mengenai altruisme, mereka
berpendapat, bahwa di balik perilaku yang tampaknya altruisme sesungguhnya
adalah egoisme atau kepentingan diri sendiri. Hampir sama dengan pandangan
Psikoanalisa, Teori belajar juga mengganggap manusia adalah makhluk yang
selfish (egois). Hanya saja, menurut teori belajar, sifat altrusitik ataupun
selfish itu didapatkan dari lingkungan pembelajaran.
c) Teori norma sosial
Teori ini bersumber dari pola hubungan
masyarakat yang dilihat dari beberapa aspek, diantaranya:
· Norma timbal balik, membalas pertolongan dengan pertolongan
· Norma tanggung jawab sosial, menolong orang lain tanpa mengharapkan
balasan.
· Norma keseimbangan, bahwa manusia memiliki perilaku menolong karena
untuk mempertahankan keseimbangan.
d) Altrusme dalam Islam
Islam memandang bahwa perilaku menolong adalah
merupakan fitrah manusia yang dibawah sejak lahir, artinya manusia sudah
mempunyai sifat-sifat itu dan merupakan sifat dasar dalam membangun relasi
social nantinya. Dalam masyarakat Muslim pun, sangat mengajurkan perilaku ini,
bahkan pada satu hadist disebutkan “tidak akan masuk syurga orang yang
membiarkan tetangganya mati kelaparan”.
Perilaku menolong adalah salah satu perilaku
prososial yang lahir karena adanya proses pembelajaran di lingkungan. Proses
ini dimulai sejak anak mulai mengenal lingkungan. Menurut Cialdini (1982) anak
adalah individu yang berusia antara 10-12 tahun, yang merupakan masa peralihan
antara tahapan presosialization (tahap dimana anak tidak peduli pada orang
lain, mereka hanya akan menolong apabila diminta atau ditawari sesuatu agar mau
melakukannya, tapi menolong itu tidak membawa dampak positif bagi mereka),
tahap awareness (tahap dimana anak belajar bahwa anggota masyarakat di
lingkungan tempat tinggal mereka saling membantu, mengakibatkan mereka menjadi
lebih sensitif terhadap norma sosial dan tingkah laku prososial), dan tahap internalization
(15-16 tahun).
Pada tahap ini perilaku menolong bisa
memberikan kepuasan secara intrinsik dan membuat orang merasa nyaman. Norma
eksternal yang memotivasi menolong selama tahap kedua sudah diinternalisasi.
Lingkungan yang tidak mendukung akan timbulnya perilaku altruism ini,
kemungkinan besar hubungan antar anggota masyarakat lebih bersifat individual.
Pada dasarnya, menurut pandangan Islam, perilaku menolong dan perilaku hidup
prososial adalah merupakan fitrah manusia, artinya kecenderungan untuk
melakukan perilaku menolong sudah ada dalam diri manusia, tinggal lingkungan
memberikan support, apakah akan memunculkannya atau tidak.
C. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perilaku Menolong
Menurut Wortman dkk. ada beberapa faktor yang
mempengaruhi seseorang dalam memberikan pertolongan kepada orang lain.
1. Suasana hati.
Jika suasana hati sedang enak, orang juga akan
terdorong untuk memberikan pertolongan lebih banyak. Itu mengapa pada masa puasa,
Idul Fitri atau menjelang Natal orang cenderung memberikan derma lebih banyak.
Merasakan suasana yang enak itu orang cenderung ingin memperpanjangnya dengan
perilaku yang positif. Riset menunjukkan bahwa menolong orang lain akan lebih
disukai jika ganjarannya jelas. Semakin nyata ganjarannya, semakin mau orang
menolong (Forgas & Bower).
Bagaimana dengan suasana hati yang buruk?
Menurut penelitian Carlson & Miller, asalkan lingkungannya baik, keinginan
untuk menolong meningkat pada orang yang tidak bahagia. Pada dasarnya orang
yang tidak bahagia mencari cara untuk keluar dari keadaan itu, dan menolong
orang lain merupakan pilihannya. Tapi pakar psikologi lain tidak meyakini peran
suasana hati yang negatif itu dalam altruisme.
2. Empati.
Menolong orang lain membuat kita merasa enak.
Tapi bisakah kita menolong orang lain tanpa dilatarbelakangi motivasi yang
mementingkan diri sendiri (selfish)? Menurut Daniel Batson bisa, yaitu dengan
empati (pengalaman menempatkan diri pada keadaan emosi orang lain seolah-olah
mengalaminya sendiri). Empati inilah yang menurut Batson akan mendorong orang
untuk melakukan pertolongan altruistis.
3. Meyakini Keadilan Dunia.
Faktor lain yang mendorong terjadinya altruisme
adalah keyakinan akan adanya keadilan di dunia (just world), yaitu keyakinan
bahwa dalam jangka panjang yang salah akan dihukum dan yang baik akan dapat
ganjaran. Menurut teori Melvin Lerner, orang yang keyakinannya kuat terhadap
keadilan dunia akan termotivasi untuk mencoba memperbaiki keadaan ketika mereka
melihat orang yang tidak bersalah menderita. Maka tanpa pikir panjang mereka
segera bertindak memberi pertolongan jika ada orang yang kemalangan.
4. Faktor Sosiobiologis.
Secara sepintas perilaku altruistis memberi
kesan kontraproduktif, mengandung risiko tinggi termasuk terluka dan bahkan
mati. Ketika orang yang ditolong bisa selamat, yang menolong mungkin malah
tidak selamat. Perilaku seperti itu antara lain muncul karena ada proses
adaptasi dengan lingkungan terdekat, dalam hal ini orangtua. Selain itu, meskipun
minimal, ada pula peran kontribusi unsur genetik.
5. Faktor Situasional.
Apakah ada karakter tertentu yang membuat
seseorang menjadi altruistis? Belum ada penelitian yang membuktikannya. Yang
lebih diyakini adalah bahwa seseorang menjadi penolong lebih sebagai produk
lingkungan daripada faktor yang ada pada dirinya.
6. Faktor Penghayatan Terhadap Agama
Agama manapun didunia ini semuanya menganjurkan
perilaku menolong. Sehingga semakin tinggi tingkat penghayatan keagamaan
seseorang, maka semakin tinggi pula perilaku menolongnya. Perilaku menolong
didasari karena sikap berbakti kepada manusia sebagai wujud ketaatannya kepada
Tuhan. Sebagai orang yang beriman pada Tuhan, tentu saja spiritualitas ini
dikembangkan melalui persatuan dengan Tuhan, juga dengan sesama umat manusia
dan alam semesta ciptaan-Nya. Dengan itu, prososial akan menjadi ciri khas yang
melekat dalam diri seseorang karena orang lain disadari sebagai bagian dari
hidupnya. Prososial bukan lagi berupa tindakan temporer yang disertai pamrih pribadi.
BAB III
PENUTUP
Kemunculan sikap Altruisme sangat dipengaruhi oleh
lingkungan sebagai tempat sosialisasi pertama manusia, terutama anak yang masih
dalam tahap perkembangan. Lingkungan yang mendukung timbulnya perilaku ini,
kemungkinan besar akan menumbuhkan suatu sikap yang altruis dalam
masyarakatnya. Begitupula sebaliknya, lingkungan yang masyarakatnya hidup
individual dan menutup diri, akan menciptakan masyarakat yang tidak bersahabat,
lebih mementingkan kepentingan sendiri tanpa sedikitpun memikirkan kepentingan
orang lain.
Altruisme adalah perhatian terhadap kesejahteraan
orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri. Perilaku ini merupakan kebajikan
yang ada dalam banyak budaya dan dianggap penting oleh beberapa agama. Gagasan
ini sering digambarkan sebagai aturan emas etika. Beberapa aliran filsafat,
seperti Objektivisme berpendapat bahwa altruisme adalah suatu keburukan.
Altruisme adalah lawan dari sifat egois yang mementingkan diri sendiri.
Altruisme dapat dibedakan dengan perasaan loyalitas
dan kewajiban. Altruisme memusatkan perhatian pada motivasi untuk membantu
orang lain dan keinginan untuk melakukan kebaikan tanpa memperhatikan ganjaran,
sementara kewajiban memusatkan perhatian pada tuntutan moral dari individu
tertentu, seperti Tuhan, raja, organisasi khusus, seperti pemerintah, atau
konsep abstrak, seperti patriotisme, dan sebagainya. Beberapa orang dapat
merasakan altruisme sekaligus kewajiban, sementara yang lainnya tidak.
Altruisme murni memberi tanpa memperhatikan ganjaran atau keuntungan.
DAFTAR PUSTAKA
Faturochman.2006.Pengantar
Psikologi Sosial.Yogyakarta: Penerbit Pinus
Gerungan W.A, (2010) Psikologi Sosial, Penerbit
PT. Refika Aditama, Bandung.
Hall Calvin,
dkk (1993). Teori-teori Psikodinamik
(klinis). Kanisius : Yogyakarta
Robert A. Baron & Donn
Byrne 2005. Psikologi Sosial (diterjemahkan oleh Ratna Djuwita). Edisi
Kesepuluh. Jilid 2. Erlangga, Jakarta.
Santoso, S. (2010). Teori-Teori Psikologi Sosial. Penerbit PT. Refika Aditama, Bandung
Sarwono, Sarlito
Wirawan.2005 Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka
Sarwono, Sarlito
Wirawan.2006.Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
|
No comments:
Post a Comment