Friday, March 31, 2017

Makalah Psikologi Sosial "Altruisme"

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
            Manusia dengan segala keunikan dan keanekaragamannya dituntut untuk hidup dalam kebersamaan. Manusia tidak akan mampu hidup sendiri tanpa kebersamaan, karena pada dasarnya ia memiliki ketergantungan dengan orang lain. Ketergantungan inilah yang menjadikan manusia sebagai makhluk sosial. Selain itu juga, Rasulullah saw bersabda: "sebaik-baiknya manusia, manusia yang bermanfaat bagi orang lain." Oleh sebab itu, dapat dipahami bahwa kehidupan manusia bukan terletak pada "akunya", tetapi pada "kitanya" atau pada kebersamaannya. Salah satu bentuk dari kebersamaan dimaksud berupa kepedulian terhadap sesama; misalnya rela berkorban untuk orang lain dengan tanpa mengharapkan imbalan apapun.
Tindakan berkorban untuk orang lain tanpa mengharapkan apapun ini dalam terminologi psikologi sosial dikenal dengan istilah altruisme. Altruisme adalah kepedulian yang tidak mementingkan diri sendiri melainkan untuk kebaikan orang lain (Baron & Byrne 2005: 92). Sedangkan menurut Macaulay dan Berkowitz (1970 dalam http://psychemate. blogspot.com/), altruisme dapat juga didefinisikan sebagai tindakan memberi bantuan kepada orang lain tanpa adanya antisipasi akan reward atau hadiah dari orang yang ditolong. Atau dengan pengertian yang lebih sederhana, altruisme dapat disamakan dengan menolong orang lain tanpa mengharap imbalan apapun.
Altruisme dapat dibedakan dengan perasaan loyalitas dan kewajiban. Altruisme memusatkan perhatian pada motivasi untuk membantu orang lain dan keinginan untuk melakukan kebaikan tanpa memperhatikan ganjaran, sementara kewajiban memusatkan perhatian pada tuntutan moral dari individu tertentu (seperti Tuhan, raja), organisasi khusus (seperti pemerintah), atau konsep abstrak (seperti patriotisme, dsb). Beberapa orang dapat merasakan altruisme sekaligus kewajiban, sementara yang lainnya tidak. Altruisme murni memberi tanpa memperhatikan ganjaran atau keuntungan.
Dalam kehidupan di dunia ini, manusia telah dilengkapi berbagai fasilitas yang akan mengantarkan manusia menuju kepada kebahagiaan baik itu di dunia maupun di akhirat. Allah yang Maha Bijaksana telah mengutus Rasulnya yang pada dirinya adalah sumber tauladan bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini. ajaran yang dibawa oleh rasulullah tidak pernah bertentangan denga fitrah manusia yang selalu mendamba kebahagiaan. selain mengajarkan tata cara dalam hubunganya dengan Allah (ibadah) serta mengajarkan manusia bagaimana etika dan sikap yang seyogyanya manusia lakukan terhadap sesama.
Kehendak altruis berfokus pada motivasi untuk menolong sesama atau niat melakukan sesuatu tanpa pamrih, berupa ketetapan moral.3 Altruisme adalah perbuatan mengutamakan orang lain dibanding diri sendiri. perbuatan ini adalah sifat murni dalam banyak budaya, dan merupakan inti dalam banyak agama. Dalam budaya Inggris, konsep ini sering diperihalkan sebagai peraturan keemasan etika. Dalam Buddhisme, ia dianggap sebagai sifat asas bagi fitrah manusia. Perilaku altruistik tidak hanya berhenti pada perbuatan itu sendiri. sikap dan perilaku ini akan menjadi salah satu indikasi dari moralitas altruistik. Moralitas altruistik tidak sekadar mengandung kemurahan hati atau belas kasihan. Ia diresapi dan dijiwai oleh kesukaan memajukan sesama tanpa pamrih.

B. Rumusan Masalah
            Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
  1. Apa definisi Altruisme ?
  2. Apa saja teori dalam altruisme ?
  3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi timbulnya altruisme ?

C. Tujuan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1.    Untuk mengetahui definisi altruisme.
2.    Untuk mengetahui teori-teori altruisme.
3.    Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya altruisme.


BAB II
PEMBAHASAN


A. Defenisi Altruisme (Perilaku Menolong)
Altruisme adalah tindakan sukarela untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun atau disebut juga sebagai tindakan tanpa pamrih. Altruisme dapat juga didefinisikan tindakan memberi bantuan kepada orang lain tanpa adanya antisipasi akan reward atau hadiah dari orang yang ditolong (Macaulay dan Berkowitz, 1970). Definisi lain dari altruisme yaitu peduli dan membantu orang lain tanpa mengharap imbalan (Myers, 1993). Menurut Batson; 1991, altruisme adalah keadaan motivasional seseorang yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan orang lain.
Altruisme merupakan kehendak pengorbanan kepentingan pribadi. Tindakan ini seringkali disebut sebagai peniadaan diri atau pengosongan diri. Altruisme termasuk sebuah dorongan untuk berkorban demi sebuah nilai yang lebih tinggi, entah bersifat manusiawi atau ketuhanan. Tindakan altruis dapat berupa loyalitas. Kehendak altruis berfokus pada motivasi untuk menolong sesama atau niat melakukan sesuatu tanpa pamrih, berupa ketetapan moral terhadap sosok tertentu, terhadap organisasi tertentu, maupun terhadap sebuah konsep abstrak (Konsep Ketuhanan).
Menurut Walstern, dan Piliavin (Deaux, 1976). Perilaku altruistik adalah perilaku menolong yang timbul bukan karena adanya tekanan atau kewajiban, melainkan tindakan tersebut bersifat suka rela dan tidak berdasarkan norma–norma tertentu, tindakan tersebut juga merugikan penolong, karena meminta pengorbanan waktu, usaha,uang dan tidak ada imbalan atau pun reward dari semua pengorbanan.

 
Altruisme adalah tindakan suka rela yang dilakukan oleh seseorang atau pun kelompok orang untuk menolong orang lain tampa mengharapkan imbalan apa pun, kecuali mungkin perasaan telah melakukan perbuatan baik. Sears dkk (1994) Altruisme adalah tindakan sukarela untuk menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun atau disebut juga sebagai tindakan tanpa pamrih. Altruisme dapat juga didefinisikan tindakan memberi bantuan kepada orang lain tanpa adanya antisipasi akan reward atau hadiah dari orang yang ditolong (Macaulay dan Berkowitz, 1970).
Altruisme adalah keadaan motivasional seseorang yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan orang lain (Batson, 1991). Menurut Baston (2002), altruisme adalah respon yang menimbulkan positive feeling, seperti empati. Seseorang yang altruis memiliki motivasi altruistic, keinginan untuk selalu menolong orang lain. Motivasi altuistik tersebut muncul karena ada alasan internal di dalam dirinya yang menimbulkan positive feeling sehingga dapat memunculkan tindakan untuk menolong orang lain.
Dua alasan internal tersebut tidak akan memunculkan egoistic motivation ( egocentrism ). Dalam artikel berjudul “ Altruisme dan Filantropis “ ( Borrong,2006), altruism diartikan sebagai kewajiban yang ditujukan pada kebaikan orang lain. Suatu tindakan altruistic adalah tindakan kasih yang dalam bahasa Yunani disebut Agape. Agape adalah tindakan mengasihi atau memperlakukan sesama dengan baik semata-mata untuk tujuan kebaikan orang itu dan tanpa dirasuki oleh kepentingan orang yang mengasihi. Maka, tindakan altruistik pastilah selalu bersifat konstruktif, membangun, memperkembangkan dan menumbuhkan kehidupan sesama. Suatu tindakan altruistik tidak berhenti pada perbuatan itu sendiri, tetapi keberlanjutan tindakan itu sebagai produknya dan bukan

B. Teori Altruisme (Perilaku Menolong)
Perilaku menolong dapat dijelaskan dibeberapa macam teori yang memandang dari mana timbulnya perilaku menolong itu.
a) Teori Psikoanalisis
Teori ini bersandar pada asumsi bahwa manusia pada dasarnya agresif dan selfish (egois) secara instingtif. Dengan demikian, beberapa tokoh psikoanalisis memandang altruisme sebagai pertahanan diri terhadap kecemasan dan konflik internal diri kita sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa altruisme lebih bersifat self-serving (melayani diri sendiri), bukan dimotivasi oleh kepedulian yang murni terhadap orang lain.
Meskipun diakui bahwa pengalaman sosialisasi yang positif dapat membuat kita tidak terlalu selfish (lebih selfless), para tokoh psikoanalisis tetap memandang pada dasarnya manusia bersifat selfish artinya manusia itu makhluk yang egois, perilaku menolong itu muncul hanya karena suatu defens mechanism untuk mempertahankan diri agar tetap eksis dan merasa aman.
b) Teori Belajar
Khususnya tokoh-tokoh aliran psikologi belajar yang menekankan reinforcement seperti B.F. Skinner beranggapan bahwa kita cenderung mengulangi atau memperkuat perilaku yang memiliki konsekuensi positif bagi diri kita. Mengenai altruisme, mereka berpendapat, bahwa di balik perilaku yang tampaknya altruisme sesungguhnya adalah egoisme atau kepentingan diri sendiri. Hampir sama dengan pandangan Psikoanalisa, Teori belajar juga mengganggap manusia adalah makhluk yang selfish (egois). Hanya saja, menurut teori belajar, sifat altrusitik ataupun selfish itu didapatkan dari lingkungan pembelajaran.
c) Teori norma sosial
Teori ini bersumber dari pola hubungan masyarakat yang dilihat dari beberapa aspek, diantaranya:
· Norma timbal balik, membalas pertolongan dengan pertolongan
· Norma tanggung jawab sosial, menolong orang lain tanpa mengharapkan balasan.
· Norma keseimbangan, bahwa manusia memiliki perilaku menolong karena untuk mempertahankan keseimbangan.
d) Altrusme dalam Islam
Islam memandang bahwa perilaku menolong adalah merupakan fitrah manusia yang dibawah sejak lahir, artinya manusia sudah mempunyai sifat-sifat itu dan merupakan sifat dasar dalam membangun relasi social nantinya. Dalam masyarakat Muslim pun, sangat mengajurkan perilaku ini, bahkan pada satu hadist disebutkan “tidak akan masuk syurga orang yang membiarkan tetangganya mati kelaparan”.
Perilaku menolong adalah salah satu perilaku prososial yang lahir karena adanya proses pembelajaran di lingkungan. Proses ini dimulai sejak anak mulai mengenal lingkungan. Menurut Cialdini (1982) anak adalah individu yang berusia antara 10-12 tahun, yang merupakan masa peralihan antara tahapan presosialization (tahap dimana anak tidak peduli pada orang lain, mereka hanya akan menolong apabila diminta atau ditawari sesuatu agar mau melakukannya, tapi menolong itu tidak membawa dampak positif bagi mereka), tahap awareness (tahap dimana anak belajar bahwa anggota masyarakat di lingkungan tempat tinggal mereka saling membantu, mengakibatkan mereka menjadi lebih sensitif terhadap norma sosial dan tingkah laku prososial), dan tahap internalization (15-16 tahun).
Pada tahap ini perilaku menolong bisa memberikan kepuasan secara intrinsik dan membuat orang merasa nyaman. Norma eksternal yang memotivasi menolong selama tahap kedua sudah diinternalisasi. Lingkungan yang tidak mendukung akan timbulnya perilaku altruism ini, kemungkinan besar hubungan antar anggota masyarakat lebih bersifat individual. Pada dasarnya, menurut pandangan Islam, perilaku menolong dan perilaku hidup prososial adalah merupakan fitrah manusia, artinya kecenderungan untuk melakukan perilaku menolong sudah ada dalam diri manusia, tinggal lingkungan memberikan support, apakah akan memunculkannya atau tidak.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menolong
Menurut Wortman dkk. ada beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam memberikan pertolongan kepada orang lain.
1. Suasana hati.
Jika suasana hati sedang enak, orang juga akan terdorong untuk memberikan pertolongan lebih banyak. Itu mengapa pada masa puasa, Idul Fitri atau menjelang Natal orang cenderung memberikan derma lebih banyak. Merasakan suasana yang enak itu orang cenderung ingin memperpanjangnya dengan perilaku yang positif. Riset menunjukkan bahwa menolong orang lain akan lebih disukai jika ganjarannya jelas. Semakin nyata ganjarannya, semakin mau orang menolong (Forgas & Bower).
Bagaimana dengan suasana hati yang buruk? Menurut penelitian Carlson & Miller, asalkan lingkungannya baik, keinginan untuk menolong meningkat pada orang yang tidak bahagia. Pada dasarnya orang yang tidak bahagia mencari cara untuk keluar dari keadaan itu, dan menolong orang lain merupakan pilihannya. Tapi pakar psikologi lain tidak meyakini peran suasana hati yang negatif itu dalam altruisme.


2. Empati.
Menolong orang lain membuat kita merasa enak. Tapi bisakah kita menolong orang lain tanpa dilatarbelakangi motivasi yang mementingkan diri sendiri (selfish)? Menurut Daniel Batson bisa, yaitu dengan empati (pengalaman menempatkan diri pada keadaan emosi orang lain seolah-olah mengalaminya sendiri). Empati inilah yang menurut Batson akan mendorong orang untuk melakukan pertolongan altruistis.
3. Meyakini Keadilan Dunia.
Faktor lain yang mendorong terjadinya altruisme adalah keyakinan akan adanya keadilan di dunia (just world), yaitu keyakinan bahwa dalam jangka panjang yang salah akan dihukum dan yang baik akan dapat ganjaran. Menurut teori Melvin Lerner, orang yang keyakinannya kuat terhadap keadilan dunia akan termotivasi untuk mencoba memperbaiki keadaan ketika mereka melihat orang yang tidak bersalah menderita. Maka tanpa pikir panjang mereka segera bertindak memberi pertolongan jika ada orang yang kemalangan.
4. Faktor Sosiobiologis.
Secara sepintas perilaku altruistis memberi kesan kontraproduktif, mengandung risiko tinggi termasuk terluka dan bahkan mati. Ketika orang yang ditolong bisa selamat, yang menolong mungkin malah tidak selamat. Perilaku seperti itu antara lain muncul karena ada proses adaptasi dengan lingkungan terdekat, dalam hal ini orangtua. Selain itu, meskipun minimal, ada pula peran kontribusi unsur genetik.
5. Faktor Situasional.
Apakah ada karakter tertentu yang membuat seseorang menjadi altruistis? Belum ada penelitian yang membuktikannya. Yang lebih diyakini adalah bahwa seseorang menjadi penolong lebih sebagai produk lingkungan daripada faktor yang ada pada dirinya.
6. Faktor Penghayatan Terhadap Agama
Agama manapun didunia ini semuanya menganjurkan perilaku menolong. Sehingga semakin tinggi tingkat penghayatan keagamaan seseorang, maka semakin tinggi pula perilaku menolongnya. Perilaku menolong didasari karena sikap berbakti kepada manusia sebagai wujud ketaatannya kepada Tuhan. Sebagai orang yang beriman pada Tuhan, tentu saja spiritualitas ini dikembangkan melalui persatuan dengan Tuhan, juga dengan sesama umat manusia dan alam semesta ciptaan-Nya. Dengan itu, prososial akan menjadi ciri khas yang melekat dalam diri seseorang karena orang lain disadari sebagai bagian dari hidupnya. Prososial bukan lagi berupa tindakan temporer yang disertai pamrih pribadi.



BAB III
PENUTUP


Kemunculan sikap Altruisme sangat dipengaruhi oleh lingkungan sebagai tempat sosialisasi pertama manusia, terutama anak yang masih dalam tahap perkembangan. Lingkungan yang mendukung timbulnya perilaku ini, kemungkinan besar akan menumbuhkan suatu sikap yang altruis dalam masyarakatnya. Begitupula sebaliknya, lingkungan yang masyarakatnya hidup individual dan menutup diri, akan menciptakan masyarakat yang tidak bersahabat, lebih mementingkan kepentingan sendiri tanpa sedikitpun memikirkan kepentingan orang lain.
Altruisme adalah perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri. Perilaku ini merupakan kebajikan yang ada dalam banyak budaya dan dianggap penting oleh beberapa agama. Gagasan ini sering digambarkan sebagai aturan emas etika. Beberapa aliran filsafat, seperti Objektivisme berpendapat bahwa altruisme adalah suatu keburukan. Altruisme adalah lawan dari sifat egois yang mementingkan diri sendiri.
Altruisme dapat dibedakan dengan perasaan loyalitas dan kewajiban. Altruisme memusatkan perhatian pada motivasi untuk membantu orang lain dan keinginan untuk melakukan kebaikan tanpa memperhatikan ganjaran, sementara kewajiban memusatkan perhatian pada tuntutan moral dari individu tertentu, seperti Tuhan, raja, organisasi khusus, seperti pemerintah, atau konsep abstrak, seperti patriotisme, dan sebagainya. Beberapa orang dapat merasakan altruisme sekaligus kewajiban, sementara yang lainnya tidak. Altruisme murni memberi tanpa memperhatikan ganjaran atau keuntungan.


 

DAFTAR  PUSTAKA






Faturochman.2006.Pengantar Psikologi Sosial.Yogyakarta: Penerbit Pinus

Gerungan W.A, (2010) Psikologi Sosial, Penerbit PT. Refika Aditama, Bandung.

Hall Calvin, dkk (1993). Teori-teori Psikodinamik (klinis). Kanisius : Yogyakarta

Robert A. Baron & Donn Byrne 2005. Psikologi Sosial (diterjemahkan oleh Ratna Djuwita). Edisi Kesepuluh. Jilid 2. Erlangga, Jakarta.

Santoso, S. (2010). Teori-Teori Psikologi Sosial. Penerbit PT. Refika Aditama, Bandung
Sarwono, Sarlito Wirawan.2005 Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka

Sarwono, Sarlito Wirawan.2006.Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada




10
 
 

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive