Friday, March 3, 2017

PERANAN PSIKOLOGI BAGI GURU DALAM MENGAJAR DI SEKOLAH DASAR

Jiwa manusia, termasuk peserta didik terdiri atas berbagai potensi psikologis, baik dalam domain kognitif maupun dalam domain afektif dan konatif (psikomotorik). Teori belajar humanisme memandang kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang melibatkan potensi psikis yang bersifat kognitif, afektif, dan konatif.
Salah seorang tokoh teori belajar humanisme adalah Carl Ransom Rogers yang ide dan konsepnya banyak didapatkan dalam pengalaman-pengalaman terapeutiknya yang banyak dipengaruhi oleh teori kebutuhan (needs) yang diperkenalkan Abraham H. Maslow.
Menurut teori kebutuhan Maslow, di dalam diri tiap individu terdapat sejumlah kebutuhan yang tersusun secara berjenjang mulai dari kebutuhan yang paling rendah tetapi mendasar (phsycological needs) sampai jenjang paling tinggi (self actualization). Setiap individu mempuyai keinginan untuk mengaktualisasikan dirinya yang disebut dorongan untuk menjadi dirinya sendiri (to becoming a person).
Peserta didik pun memiliki dorongan untuk menjadi dirinya sendiri, karena di dalam dirinya terdapat kemampuan untuk mengerti dirinya sendiri, menentukan hidupnya sendiri, dan menangani sendiri masalah yang dihadapinya. Belajar dipandang sebagai fungsi keseluruhan pribadi. Mereka berpendapat bahwa belajar yang sebenarnya tidak dapat berlangsung bila tidak ada keterlibatan intelektual maupun emosional peserta didik. Oleh karena itu, menurut teori belajar humanisme bahwa motivasi belajar harus bersumber pada diri peserta didik. Itulah sebabnya dalam proses pembelajaran hendaknya diciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan peserta didik secara aktif mengaktualisasi dirinya.
3
 
Aktualisasi diri merupakan suatu proses menjadi dirinya sendiri dan mengembangkan sifat-sifat dan potensi-potensi psikologisnya yang unik. Proses aktualisasi diri seseorang berkembang sejalan dengan perkembangan hidupnya karena setiap individu, dilahirkan disertai potensi tumbuh-kembang baik secara fisik maupun secara psikis masing-masing. Proses tumbuh-kembang pada setiap individu mengikuti tahapan, arah, irama, dan tempo sendiri-sendiri, yang ditandai oleh berbagai ciri atau karakteristiknya masing-masing. Ada individu yang tempo perkembangannya cepat tetapi iramanya tidak stabil dan arahnya tidak menentu, dan ada pula individu yang tempo perkembangannya tidak cepat tetapi irama dan arahnya jelas. Dalam kaitannya dengan proses pendidikan formal (sekolah), Slavin  mengelompokkan tahapan perkembangan anak yaitu :
1.    Tahapan early childhood
2.    Tahapan Middle childhood
3.    Tahapan adolescence dengan dimensi utama perkembangan mencakup :
a.    Dimensi kognitif
b.    Dimensi fisik
c.    Dimensi sosioemosi

Tiap dimensi perkembangan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda antara tahapan perkembangan yang lainnya.
Pada tahapan early childhood, perkembangan individu dalam dimensi perkembangan kognitif lebih ditandai oleh penguasaan bahasa (language acquisition). Individu pada tahapan perkembangan ini mendapatkan banyak sekali perbendaharaan bahasa. Sejak lahir sampai pada usia 2 tahun biasanya individu (bayi) mencoba memahami dunia sekitarnya melalui penggunaan rasa (senses). Pengetahuan atau apa yang diketahuinya lebih banyak didasarkan pada gerakan fisik, dan apa yang dipahaminya terbatas pada kejadian yang baru saja dialaminya.
Pada saat memasuki Taman Kanak-Kanak (TK) sekitar usia 3-4 tahun, individu telah memiliki kemampuan berbahasa baik dalam komunikasi verbal maupun komunikasi tertulis. Kemampuan komunikasi verbal berkembang lebih dahulu pada usia sekitar 3 tahun, yang ditandai oleh penguasaan keterampilan berbicara. Selanjutnya,  pada saat memasuki SD kelas 1 individu pada umumnya telah memiliki kemampuan menggunakan dan memahami sejumlah kalimat sederhana, kemampuan melakukan percakapan dan kemampuan mengetahui kalimat tertulis.
Dalam dimensi perkembangan fisik, perkembangan individu lebih ditandai oleh perubahan penampilan tubuh dan penguasaan keterampilan gerak (motor skills). Pada masa-masa awal masuk sekolah, antara individu yang satu relatif sama dengan individu lainnya dalam hal perkembangan penguasaan keterampilan gerak. Akan tetapi apabila diperhatikan secara seksama akan dapat dilihat adanya perbedaan kecepatan dan ketepatan penguasaan keterampilan gerak tertentu di antara individu yang satu dengan yang lainnya. Hal inilah yang menyebabkan mereka selalu terdorong untuk bergerak dan tidak dapat bertahan lama dalam satu posisi tubuh tertentu.
Dalam dimensi perkembangan sosioemosi, individu mengalami kesulitan pada awal masuk sekolah karena hubungan sosial-emosional mereka terbatas pada hubungan dekat (intimate relation) seperti dengan orang tua atau orang-orang tertentu yang sering berkomunikasi dengannya.
Teori perkembangan personal dan sosial yang dikemukakan Erik Erikson menjelaskan bahwa selama masa awal kanak-kanak, setiap anak harus mengatasi krisis kepribadian dengan cara berinisiatif sendiri atau dengan cara kecemasan atau ketakutan. Keberhasilan anak mengatasi krisis seperti ini turut dipengaruhi oleh pemberian kesempatan yang masuk akal untuk menghadapinya. Lebih dini pendidik dapat mendorong peserta didik dengan cara memberi kesempatan mereka mengambil inisiatif, merasa tertantang, dan mencapai keberhasilan.
Pada tahapan perkembangan middle childhood, perkembangan kognitif seseorang mulai bergeser ke perkembangan proses berpikir. Pada awalnya, proses berpikir individu pada tahapan perkembangan ini dimulai dengan hal-hal yang kongkrit operasional, dan selanjutnya ke hal-hal abstrak konseptual. Apabila individu gagal dalam perkembangan proses berpikir dalam hal-hal kongkrit operasional, maka besar kemungkinan mengalami kesulitan dalam proses berpikir abstrak konseptual.
Dalam perkembangan fisik, terjadi perlambatan perkembangan otot (mascular development) dibandingkan dengan yang terjadi pada tahapan perkembangan early childhood. Perkembangan fisik yang menonjol adalah perkembangan tulang dan kerangka tubuh dengan mengabaikan perkembangan otot. Akibatnya, seringkali individu merasa tubuhnya dengan mengabaikan perkembangan otot. Akibatnya seringkali individu merasa tubuhnya tidak nyaman apabila berada dalam satu posisi tertentu karena harus banyak gerakan dan latihan untuk penyesuaian kondisi otot terhadap perkembangan tulang dan kerangka tubuh yang sedang berada pada masa peka berkembang.
Pada awalnya perkembangan tulang dan kerangka tubuh relatif sama antara individu laki-laki dan perempuan. Akan tetapi menjelang akhir tahapan perkembangan middle childhood, perkembangan tulang dan kerangka tubuh perempuan lebih cepat dibandingkan dengan laki-laki, sehingga perempuan lebih cepat mencapai puncak pertumbuhan tulang dan kerangka tubuhnya dibandingkan dengan laki-laki. Hal inilah yang menyebabkan perempuan leih cepat mencapai kematangan seksual dibandingkan dengan laki-laki.
Dalam dimensi perkembangan sosioemosi, egosentrik individu menjadi sangat menonjol dalam berperilaku. Di dalam diri individu mulai tumbuh kesadaran bahwa dirinya adalah dirinya sendiri yang berbeda dengan orang lain sehingga cenderung tidak mau dipengaruhi atau ditolong oleh orang lain. Individu mulai berusaha untuk melakukan sendiri segala sesuatu, dan mulai membangun wilayah kepemilikan pribadi. Individu mulai berupaya menyusun dan menemukan konsep diri (self concept) dan jati diri (self esteem atau self identity) berdasarkan standar atau norma yang ditetapkannya sendiri. Itulah sebabnya, pada tahapan perkembangan ini seringkali terjadi pertentangan antara orang tua dan anak di rumah.
Pada perkembangan adolescence, perkembangan kognitif lebih ditandai oleh perkembangan fungsi otak (brain) sebagai instrumen berpikir. Berpikir formal operasional atau berpikir abstrak konseptual mulai berkembang; di samping itu mulai berkembang pola pikir reasoning (penalaran) baik secara induktif (khususèumum) maupun secara deduktif (umumèkhusus). Dalam menghadapi segala kejadian atau pengalaman tertentu, individu mengajukan hipotesis atau jawaban sementara yang menggunakan pola pikir deduktif.
Dalam dimensi perkembangan fisik pada tahapan perkembangan adolescence, ciri-ciri fisik dalam proses reproduksi memasuki masa peka untuk berkembang ke arah kematangan seksual yang sesuai dengan jenis kelamin masing-masing individu. Berbagai perubahan postur tubuh dialami oleh individu, dan seringkali menyebabkannya merasa tidak nyaman dalam melakukan aktifitas. Hal ini terjadi karena pengaruh perkembangan hormonal yang begitu menonjol pada bagian-bagian tubuh tertentu.
Dalam dimensi perkembangan sosioemosi pada tahapan perkembangan adolescence, individu mulai menyadari dan menganalisis secara reflektif apa yang terjadi dalam dirinya dan apa yang dipikirkannya. Di dalam diri individu mulai muncul kesadaran perbedaan karakteristik individualnya yang berbeda dengan karakteristik individual orang lain di sekitarnya. Individu mulai mengkaji keberadaan dirinya (tubuh, pikiran, perasaan atau perilaku) yang berbeda dengan keberadaan diri orang lain. Identitas diri (ego identity) mulai terbentuk dalam diri masing-masing individu.
Ada individu yang berhasil membentuk ego identity-nya dengan jelas tetapi ada pula individu yang gagal dalam membentuk ego identity-nya. Kegagalan individu membentuk ego identity-nya berawal dari kegagalannya dalam merumuskan konsep diri (self concept) secara benar dan tepat. Akibatnya, kegagalan membentuk ego identity ini dapat menyebabkan gangguan psikologis, mulai dari yang bertaraf rendah (tidak tenang, cemas, ragu-ragu, curiga, dan sejenisnya) sampai yang bertaraf menengah serta bertaraf tinggi (penyakit jiwa).


No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive