1. Pengertian Pengendalian Sosial
Menurut Berger, pengendalian sosial adalah cara
yang digunakan untuk menertibkan anggota masyarakat yang membangkang. Menurut
Roucek, pengendalian sosial adalah proses terencana maupun tidak, tempat individu
diajarkan, dibujuk, ataupun dipaksa untuk menyesuaikan diri pada kebiasaan dan
nilai hidup kelompok.
Tujuan pengendalian
sosial adalah sebagai berikut.
a.
Agar masyarakat mau mematuhi norma-norma sosial yang
berlaku, baik dengan kesadaran sendiri maupun karena paksaan.
b.
Agar dapat mewujudkan keserasian dan ketenteraman dalam
masyarakat.
c.
Bagi orang yang melakukan penyimpangan diusahakan agar
kembali mematuhi norma-norma yang berlaku,
2.
Jenis-jenis Pengendalian
Sosial
Dalam pelaksanaan pengendalian sosial kita
mengenal pengendalian sosial formal maupun pengendalian sosisal nonformal.
a. Pengendalian Sosial Formal
Pengendalian sosial formal
dijalankan melalui lembaga-lembaga formal yang ada di masyarakat. Jenis-jenis
lembaga tersebut adalah sebagai berikut.
1. Lembaga Kepolisian
Lembaga kepolisian
merupakan salah satu lembaga formal yang sejak awal dibentuk dalam rangka
mengawasi semua bentuk penyimpangan terhadap hukum yang berlaku. Polisi
merupakan personil keamanan dan ketertiban masyarakat yang bertugas menjadi
pelindung terhadap ketertiban masyarakat, menangkap pelaku-pelaku pelanggar
hukum, serta melakukan tindaklanjut terhadap penyelesaian suatu pelanggaran
hukum untuk disampaikan ke pihak kejaksaan.
2. Lembaga Kejaksaan
Lembaga kejaksaan
merupakan lembaga formal yang bertugas sebagai penuntut umum, yaitu pihak yang
mengajukan tuntutan terhadap mereka yang melakukan pelanggaran hukum
berdasarkan tertib hukum yang berlaku.
3. Lembaga Pengadilan
Lembaga pengadilan pada
hakikatnya juga merupakan lembaga pengendalian sosial formal yang bertugas
untuk memeriksa kembali hasil penyelidikan dari kepolisian serta
menindaklanjuti tuntutan dari kejaksaan terhadap suatu kasus pelanggaran.
4. Lembaga Adat
Pada masyarakat
tradisional, bentuk-bentuk pelanggaran terhadap norma-norma adat masih banyak
dilakukan oleh warga masyarakat. Oleh sebab itu, penanganannya menjadi
kewenangan dari lembaga-lembaga adat masyarakat itu sendiri. Misalnya,
pelanggaran terhadap adat perkawinan, adat kekerabatan, adat pembagian warisan,
adat-adat ritual, serta tradisi-tradisi khusus yang dipertahankan oleh
masing-masing anggota masyarakat.
b. Pengendalian Sosial Nonformal
Pengendalian sosial dapat juga dilakukan oleh para pemuka masyarakat yang
mempunyai pengaruh ataupun kharisma untuk mengatur berbagai kegiatan
masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat ini merupakan panutan sekaligus pengendali
yang dipatuhi oleh warga masyarakat yang lain.
Menurut Bruce J. Cohen (1983) hal itu bisa terjadi disebabkan oleh beberapa
faktor berikut.
1)
Adanya perubahan norma dari satu periode waktu ke
periode waktu yang lain, misalnya sopan
santun berpakaian akan mengikuti zaman, serta anggota-anggota kelompok
minoritas telah diizinkan mengikuti berbagai kegiatan yang dulu dilarang
sehingga sistem pengendalian sosial tidak dapat diterapkan seterusnya.
2)
Tidak ada norma atau aturan yang bersifat mutlak yang
bisa digunakan untuk menentukan benar tidaknya kelakuan seseorang. Orang-orang
dalam masyarakat yang berbeda akan mematuhi norma-norma yang berbeda pula.
3)
Individu yang tidak mematuhi norma sosial disebabkan
karena mereka mengamati orang lain yang tidak mematuhi atau karena mereka tidak
pernah dididik untuk mematuhinya.
4)
Adanya individu-individu yang belum mendalami norma-norma
sosial dan belum menyadari kenapa norma-norma itu harus dipatuhi.
5)
Adanya individu-individu yang kurang yakin akan kebenaran
atau kebaikan suatu norma sosial atau dihadapkan dengan situasi di mana
terdapat norma yang tidak sesuai.
6)
Terjadi konflik peran dalam diri seorang individu, karena
ia menjalankan beberapa peran yang menghendaki corak perilaku yang berbeda.
3. Sifat-Sifat Pengendalian Sosial
Pengendalian
sosial dapat bersifat preventif, represif,gabungan, persuasif serta koersif.
a. Pengendalian Sosial Preventif
Pada pengendalian sosial
yang bersifat preventif, usaha dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran.
Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya perilaku menyimpang. Contohnya,
pemberian nasihat kepada anak untuk tidak ngebut di jalan raya supaya tidak
terjadi kecelakaan.
b. Pengendalian Sosial Represif
Pengendalian sosial yang
represif dilakukan apabila telah terjadi pelanggaran dan supaya keadaan pulih
sepeti sedia kala. Contohnya seseorang lalai untuk membayar hutang, kemudian
diadukan ke pengadilan.
c. Pengendalian Sosial Gabungan
Pengendalian sosial gabungan
merupakan gabungan antara pengendalian preventif dan represif. Perpaduan antara
kedua sifat pengendalian sosial ini ditujukan untuk mencegah terjadinya
penyimpangan (preventif) sekaligus memulihkan kembali keadaan semula jika sudah
terjadi penyimpangan (represif).
d. Pengendalian Sosial Persuasif
Pengendalian sosial
persuasif dilakukan melalui pendekatan dan sosialisasi agar masyarakat mematuhi
norma-norma yang ada. Pengendalian sosial ini dilakukan tanpa kekerasan.
e. Pengendalian Sosial Koersif
Pengendalian sosial
koersif bersifat memaksa agar anggota masyarakat berperilaku sesuai dengan
norma-norma yang ada dalam masyarakat.
4. Cara-Cara Pengendalian Sosial
Suatu proses pengendalian sosial dapat dilaksanakan dengan berbagai cara
yang pada pokoknya berkisar pada cara-cara kekerasan (persuasif) ataupun dengan
paksaan (represif).
a. Cemoohan
Jika salah seorang
anggota masyarakat atau kelompok berbuat sesuatu yang dianggap menyimpang dari
nilai dan norma yang berlaku, maka seseorang/kelompok orang tersebut akan
dicemooh atau diejek oleh anggota masyarakat lainnya dengan tujuan agar tidak
melakukan perbuatan yang melanggar norma itu lagi.
b. Teguran
Teguran merupakan satu
bentuk pengendalian sosial. Teguran bisa berupa peringatan baik secara langsung
maupun tidak langsung.
c. Pendidikan
Jika pengendalian sosial
melalui pendidikan dilakukan secara efektif, maka bentuk-bentuk pengendalian
sosial yang lain hanya sebagai pendukungnya.
d. Agama
Setiap pemeluk agama yang
taat akan mengakui kebenaran ajaran agamanya dan menjadikan ajaran agamanya
sebagai pedoman dalam bertingkah laku.
e. Gosip atau Desas-desus
Gosip atau desas-desus adalah
berita yang menyebar secara cepat dan tidak berdasarkan pada kenyataan.
Biasanya terjadi ketika kritik sosial secara terbuka, tetapi tidak dapat
dilontarkan.
f.
Ostrasisme
Ostrasisme dapat
diartikan sebagai ‘pengucilan’. Mulanya ada seorang anggota masyarakat yang
walaupun diperbolehkan bekerja sama dalam kelompok masyarakat, tetapi dia tidak
diajak berkomunikasi. Tujuan ostrasisme atau pengucilan ini agar anggota
masyarakat yang bersangkutan atau masyarakat lainnya tidak melakukan
pelanggaaran terhadap nilai dan norma yang berlaku.
g. Fraundulens
Fraundulens adalah
pengendalian sosial dengan jalan meminta bantuan kepada pihak lain yang
dianggap dapat mengatasi masalah.
h. Intimidasi
Salah satu bentuk
pengendalian sosial lainnya adalah intimidasi. Intimidasi dilakukan dengan cara
menekan, memaksa, mengancam,atau menakuti-nakuti.
i.
Hukum
Setiap masyarakat telah
mengembangkan sistem penghargaan dan hukuman (sanksi) agar merangsang para anggotanya
untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma sosial yang berlaku.
5.
Akibat Tidak Berfungsinya
Lembaga Pengendalian Sosial
Pengendalian sosial dapat dilakukan secara internal
dan secara eksternal. Pengendalian internal merupakan pengendalian yang
dilakukan oleh komponen masyarakat itu sendiri di bawah koordinasi para pemuka
adat dan tokoh masyarakat dan dapat dimulai dari pengendalian diri tiap-tiap individu
sebagai warga masyarakat serta pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan
pembudayaan norma dan nilai sosial dari generasi tua kepada generasi muda.
Suatu ketertiban yang terwujud di dalam masyarakat
sesungguhnya ditentukan oleh 3 komponen penting,yaitu sebagai berikut.
a.
Adanya norma-norma yang memadai,
b.
Adanya aparat penegak hukum
c.
Adanya kesadaran dari seluruh warga masyarakat untuk
berlaku tertib dan menjunjung tinggi hukum.
Apabila lembaga-lembaga pengendalian sosial tidak
berfungsi, baik internal maupun eksternal, baik lembaga-lembaga formal maupun
lembaga nonformal, maka yang terjadi di dalam masyarakat adalah suatu
kesemrawutan atau ketidakpastian. Hal tersebut akan mengarah pada suatu
perkembangan untuk berlakunya hukum rimba, artinya siapa yang kuat secara fisik
dan ekonomi serta secara politis akan menjadi penguasa di dalam masyarakat.
Selanjutnya keadaan ini akan mengakibatkan sistem komersialisasi hukum.
Bentuk-bentuk dari tidak berfungsinya
lembaga-lembaga pengendalian sosial, antara lain sebagai berikut.
a.
Tidak adanya kepastian hukum
b.
Kepentingan masyarakat sulit untuk dipenuhi
c.
Sering terjadi konflik
d.
Munculnya kmersiaisasi hukum, jabtan dan kekuaasaan
e.
Munculnya sindikat-sindikat kejahatan yang mempunyia
kepentingan khusus.
No comments:
Post a Comment