Hukum dan politik sebagai subsistem
kemasyarakatan adalah bersifat terbuka, karena itu keduanya saling mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh subsistem lainnya maupun oleh sistem kemasyarakatan secara
keseluruhan. Walaupun hukum dan politik mempunyai fungsi dan dasar pembenaran
yang berbeda, namun keduanya tidak saling bertentangan, tetapi saling
melengkapi. Masing-masing memberikan kontribusi sesuai dengan fungsinya untuk
menggerakkan sistem kemasyarakatan secara keseluruhan. Dalam masyarakat yang
terbuka dan relatif stabil sistem hukum dan politiknya selalu dijaga
keseimbangannya, di samping sistem-sitem lainnya yang ada dalam suatu masyarakat.
Hukum memberikan kompetensi untuk para
pemegang kekuasaan politik berupa jabatan-jabatan dan wewenang yang sah untuk
melakukan tindakan-tindakan politik bilamana perlu dengan menggunakan sarana
pemaksa. Hukum merupakan pedoman yang mapan bagi kekuasan politik untuk
mengambil keputusan dan tindakan-tindakan sebagai kerangka untuk rekayasa
sosial secara tertib, hukum adalah teknik untuk mengemudikan suatu mekanisme
sosial yang ruwet. Dilain pihak hukum tidak efektif kecuali apabila mendapatkan
pengakuan dan diberi sanksi oleh kekuasaan politik. Karena itu Maurice Duverger
menyatakan: “hukum didefinisikan oleh kekuasaan, dia terdiri dari tubuh
undang-undang dan prosedur yang dibuat atau diakui oleh kekuasaan politik”.
Hukum memberikan dasar legalitas bagi kekuasaan
politik dan kekuasaan politik membuat hukum menjadi efektif. Atau dengan kata
lain dapat dikemukakan bahwa hukum adalah kekuasaan yang diam dan politik
adalah hukum yang in action dan kehadirannya dirasakan lebih nyata serta
berpengaruh dalam kehidupan kemasyarakatan.
Hukum dan politik mempunyai kedudukan
yang sejajar. Hukum tidak dapat ditafsirkan sebagai bagian dari sistem politik.
Demikian juga sebaliknya. Realitas hubungan hukum dan politik tidak sepenuhnya
ditentukan oleh prinsp-prinsip yang diatur dalam suatu sistem konstitusi,
tetapi lebih ditentukan oleh komitmen rakyat dan elit politik untuk
bersungguh-sungguh melaksanakan konstitusi tersebut sesuai dengan semangat dan
jiwanya. Sebab suatu sistem konstitusi hanya mengasumsikan ditegakkannya
prinsip-prinsip tertentu, tetapi tidak bisa secara otomatis mewujudkan
prinsi-prinsip tersebut. Prinsip-prinsip obyektif dari sistem hukum
(konstitusi) sering dicemari oleh kepentingan-kepentingan subyektif penguasa
politik untuk memperkokoh posisi politiknya, sehingga prinsip-prinsip
konstitusi jarang terwujud menjadi apa yang seharusnya, bahkan sering
dimanipulasi atau diselewengkan.
Penyelewengan prinsip-prinsip hukum terjadi
karena politik cenderung mengkonsentrasikan kekuasaan ditangannya dengan memonopoli
alat-alat kekuasaan demi tercapainya kepentingan-kepentingan politik tertentu.
Jika keputusan seorang pemimpin, betapapun sewenang-wenang ataupun tidak berhubungan
dengan peraturan-peraturan tertentu, diterima oleh para pengikutnya, maka
keputusan itu mempunyai kekuatan politik yang sah. Dengan memonopoli penggunaan
alat-alat kekuasaan dan mengkondisikan penerimaan oleh masyarakat, maka politik
mampu menciptakan kekuasaan efektif tanpa memerlukan legalitas hukum
No comments:
Post a Comment