Friday, March 3, 2017

Bahasa sebagai Akar dari Kesadaran Manusia


Bahasa merupakan akar dari kesadaran manusia. Pernyataan ini menjadi tema utama psikologi retorik (Billig, 1991) dan berbagai pendekatan lain seperti psikolinguistik, para ahli filsafat bahasa dan filsafat analitik, serta psikoanalisa pasca-freudian seperti  psikoanalisa Lacanian yang dikembangkan oleh Jacques Lacan (1901-1981), dan penerusnya yang banyak mengembangkan studi mereka di Prancis.
Dalam tahapan perkembangan kepribadian manusia, pemahaman bahasa menandai dimulainya kesadaran diri. Sejauh disadari, manusia hanya mampu mengingat masa lalu yang dapat dijelaskan dengan bahasa. Hasil-hasil kajian psikoanalisa menunjukkan bahwa manusia memang sudah dapat mempersepsi realitas sejak lahir tetapi ingatan tentang persepsi itu tertanam dalam wilayah ketidaksadarannya. Ingatan-ingatan pre-gramatikal atau ingatan terhadap peristiwa yang belum melibatkan bahasa tersimpan di wilayah ketidaksadaran, bukan dalam kesadaran.
Bahkan menurut Lacan (dalam Lemert (ed.), 1993:363-366), wilayah ketidaksadaran manusia pun membentuk struktur bahasa. Tampilnya isi dari ketidasadaran dalam bentuk perilaku-perilaku tertentu merupakan simbol dari sesuatu yang terdapat dalam ketidaksadaran. Teknik analisis mimpi dan asosiasi bebas yang digunakan Freud sebagai metode analisis untuk menggali ingatan-ingatan yang direpresi menunjukkan adanya struktur pemaknaan tertentu dalam wilayah ketidaksadaran yang dapat disetarakan dengan bahasa.

 
Kesadaran tentang ‘aku’ pun muncul dalam ekspresi bahasa. Konsep ‘aku’ dipahami dalam relasinya dengan ‘selain aku’, ‘kamu’, ‘dia’, ‘kalian’, ‘mereka’ dan ‘kita’. Seorang anak mulai menyadari keterpisahannya dengan orang tua dan memahami dirinya sebagai ‘aku’ yang terpisah dari orang lain melalui pemahaman bahasa. Dengan bahasa anak dapat menegaskan adanya ‘aku’, orang lain yang meliputi ‘ibu’, ‘bapak’ dan lain-lain.
Kita dapat merujuk pada Lacan (Lemert (ed.), 1993:363-366) untuk memahami peran bahasa dalam menentukan kesadaran manusia. Dimulai dari persepsi bayi pada fase mirroring terhadap adanya dua ‘orang’ yang berbeda. Berangkat dari pertanyaan “Siapakah yang lain itu, yang membuatku begitu terikat dan tergantung padanya, yang membuatku lebih memperhatikannya dan mengandalkannya dibandingkan mengandalkan diriku?” Pertanyaan ini menunjukkan adanya pemahaman tentang ‘yang lain’ yang semula dipandang oleh si bayi sebagai yang tak terpisahkan darinya.
Melalui bahasa pengaruh sosial masuk dalam diri individu. Bahasa menjadi instrumen dominan bagi manusia. Berbagai hasil peradaban dan kebudayaan disosialisasi melalui bahasa. Berbagai pemahaman diperoleh melalui bahasa. Dengan bantuan bahasa, manusia memberikan penilaian terhadap suatu objek, menyatakan opini dan membuat keputusan tentang berbagai hal. Dengan demikian, bahasa dapat dipahami sebagai kerangka pandang manusia dalam memahami dunia. Dunia ini dipahami dan dijelaskan dengan bahasa. Mengingat bahasa adalah produk sosial, maka pemahaman dan penjelasan manusia tentang dunia pun merupakan produk sosial. Singkatnya, manusia dan pemahamannya tentang dunia adalah konstruksi bahasa sebagai hasil konstruksi sosial.

No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive