Untuk
memahami pengertian ideologi yang analog dengan bahasa, pada bagian ini akan
dipaparkan secara ringkas perkembangan pengertian ideologi. Pengertian dari
ideologi banyak berubah sejak pertama kali digunakan. Dari pengertiannya
sebagai ilmu pengetahuan tentang ide, ideologi kini memiliki makna sebagai
seluk-beluk pembentukan dan penggunaan makna untuk membentuk dan mempertahankan
sebuah hubungan kuasa dalam pengertian yang luas. Bidang kajian ideologi memiliki cakupan yang amat luas.
Permasalahan
makna dan pemaknaan terdapat di seluruh aspek kehidupan manusia. Oleh karena
itu, kajian ideologi juga terkait dengan seluruh aspek kehidupan manusia.
Bagaimana kajian ideologi ini jadi meluas ruang-lingkupnya? Kita dapat mencoba
memahaminya dari perkembangan konsep ideologi yang secara singkat akan
dipaparkan di sini.
Tercatat
nama Antoine Destutt de Tracy (1754-1836) yang pertama kali menggunakan istilah
ideologi dan mencoba menggarapnya secara sistematis (Larrain, 1996). Destutt de
Tracy memandang ideologi sebagai ilmu pengetahuan tentang ide (Giddens, 1979;
Thompson, 1990; Eagleton, 1991; Hawkes, 1996; Larrain, 1996). Di sini ideologi
adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang dianggap netral. Bidang kajiannya
meliputi asal-usul ide, mengapa suatu ide muncul, bagaimana berkembangnya, dan
strategi-strategi apa yang dapat dilakukan untuk menyebarkan ide itu.
Konotasi
negatif dari ideologi pertama kali digunakan oleh Napoleon yang kecewa atas
perlakuan teman-temannya yang tak setuju dengan tindakan-tindakan lalimnya
selama ia menjadi penguasa Perancis. Napoleon menamakan mereka kaum “ideologues”
dengan arti yang merendahkan bahwa mereka adalah intelektual-intelektual yang
doktriner dan tidak realistis (Giddens, 1979; Thompson, 1990; Eagleton, 1991;
Hawkes, 1996; Larrain, 1996). Di sini terkandung pengertian bahwa istilah
ideologis diterakan pada mereka yang menempatkan tujuan-tujuan yang ideal tanpa
mempertimbangkan kepentingan-kepentingan material yang dibutuhkan masyarakat.
Makna
negatif dari ideologi di kemudian hari digunakan oleh Karl Marx (1818-1883).
Namun lebih jauh dari itu, Marx tidak sekedar mengambil makna negatif itu, ia
juga menyusun suatu konsep komprehensif yang menempatkan ideologi sebagai
sesuatu yang berkonotasi negatif (Thompson, 1990). Dalam pengertian Marx,
ideologi adalah kesadaran palsu (false
consciousness). Marx menunjukkan semua pemahaman yang tidak sesuai dengan
kenyataannya sebagai kesadaran palsu dan dengan begitu sekaligus juga bersifat
ideologis. Pengertian tentang kesadaran palsu ini berangkat dari temuan Marx
bahwa banyak manusia yang dicekoki dengan pengetahuan tentang realitas yang
salah sehingga menyadari realitas secara salah pula. Kesadaran seperti itu
adalah ‘kesadaran palsu’.
Habitus mendasari field
yang oleh Bourdieu (dalam Ritzer, 1996) diartikan sebagai jaringan relasi antar
posisi-posisi objektif dalam suatu tatanan sosial yang hadir terpisah dari
kesadaran dan kehendak individual. Field
bukan merupakan ikatan intersubjektif antar individu tetapi semacam hubungan
yang terstruktur serta tanpa disadari mengatur posisi-posisi individu dan
kelompok dalam tatanan masyarakat yang terbentuk secara spontan. Habitus memungkinkan manusia hidup dalam keseharian mereka secara spontan dan melakukan
hubungan dengan pihak-pihak di luar dirinya. Dalam proses interaksi dengan
pihak luar itu, terbentuklah jaringan relasi posisi-posisi objektif itu.
Berdasarkan pengertian habitus dan field serta
mekanisme kerjanya pada diri manusia, Bourdieu (dalam Žižek, (ed.), 1994: 265-277) mengajukan penjelasan
tentang doxa yang pengertiannya
menyerupai ideologi. Doxa adalah
sejenis tatanan sosial dalam diri individu yang stabil dan terikat pada tradisi
serta terdapat kekuasaan yang sepenuhnya ternaturalisasi dan tidak
dipertanyakan. Dalam praktek kongkretnya, doxa
tampil lewat pengetahuan-pengetahuan yang begitu saja diterima sesuai dengan habitus dan field individu tanpa dipikir atau ditimbang lebih dahulu.
Kita
dapat melihat dari perkembangan konsep ideologi bahwa kajian kontemporer
tentang ideologi membawa kita pada kajian tentang bahasa. Kajian ideologi
setelah Marx menunjukkan bahwa ideologi berkaitan dengan persoalan pemaknaan
terhadap realitas yang dihadapi manusia. Bahkan proses internalisasi ideologi
itu sendiri merupakan satu bentuk kegiatan pemakanaan terhadap realitas yang
dilakukan manusia dalam upayanya memahami hidupnya. Pemaknaan itu tentu saja
melibatkan bahasa. Dengan demikian, ideologi merupakan sebuah gejala diskursif
dalam arti selalu melibatkan bahasa. Sejak awal dari proses perolehannya hingga
cara kerjanya dalam mempengaruhi manusia, ideologi berbaur rapat dengan bahasa.
No comments:
Post a Comment