Friday, March 3, 2017

Konsep Ideologi


Untuk memahami pengertian ideologi yang analog dengan bahasa, pada bagian ini akan dipaparkan secara ringkas perkembangan pengertian ideologi. Pengertian dari ideologi banyak berubah sejak pertama kali digunakan. Dari pengertiannya sebagai ilmu pengetahuan tentang ide, ideologi kini memiliki makna sebagai seluk-beluk pembentukan dan penggunaan makna untuk membentuk dan mempertahankan sebuah hubungan kuasa dalam pengertian yang luas. Bidang kajian ideologi  memiliki cakupan yang amat luas.
Permasalahan makna dan pemaknaan terdapat di seluruh aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, kajian ideologi juga terkait dengan seluruh aspek kehidupan manusia. Bagaimana kajian ideologi ini jadi meluas ruang-lingkupnya? Kita dapat mencoba memahaminya dari perkembangan konsep ideologi yang secara singkat akan dipaparkan di sini.
Tercatat nama Antoine Destutt de Tracy (1754-1836) yang pertama kali menggunakan istilah ideologi dan mencoba menggarapnya secara sistematis (Larrain, 1996). Destutt de Tracy memandang ideologi sebagai ilmu pengetahuan tentang ide (Giddens, 1979; Thompson, 1990; Eagleton, 1991; Hawkes, 1996; Larrain, 1996). Di sini ideologi adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang dianggap netral. Bidang kajiannya meliputi asal-usul ide, mengapa suatu ide muncul, bagaimana berkembangnya, dan strategi-strategi apa yang dapat dilakukan untuk menyebarkan ide itu.
Konotasi negatif dari ideologi pertama kali digunakan oleh Napoleon yang kecewa atas perlakuan teman-temannya yang tak setuju dengan tindakan-tindakan lalimnya selama ia menjadi penguasa Perancis. Napoleon menamakan mereka kaum “ideologues” dengan arti yang merendahkan bahwa mereka adalah intelektual-intelektual yang doktriner dan tidak realistis (Giddens, 1979; Thompson, 1990; Eagleton, 1991; Hawkes, 1996; Larrain, 1996). Di sini terkandung pengertian bahwa istilah ideologis diterakan pada mereka yang menempatkan tujuan-tujuan yang ideal tanpa mempertimbangkan kepentingan-kepentingan material yang dibutuhkan masyarakat.
Makna negatif dari ideologi di kemudian hari digunakan oleh Karl Marx (1818-1883). Namun lebih jauh dari itu, Marx tidak sekedar mengambil makna negatif itu, ia juga menyusun suatu konsep komprehensif yang menempatkan ideologi sebagai sesuatu yang berkonotasi negatif (Thompson, 1990). Dalam pengertian Marx, ideologi adalah kesadaran palsu (false consciousness). Marx menunjukkan semua pemahaman yang tidak sesuai dengan kenyataannya sebagai kesadaran palsu dan dengan begitu sekaligus juga bersifat ideologis. Pengertian tentang kesadaran palsu ini berangkat dari temuan Marx bahwa banyak manusia yang dicekoki dengan pengetahuan tentang realitas yang salah sehingga menyadari realitas secara salah pula. Kesadaran seperti itu adalah ‘kesadaran palsu’.
Habitus mendasari field yang oleh Bourdieu (dalam Ritzer, 1996) diartikan sebagai jaringan relasi antar posisi-posisi objektif dalam suatu tatanan sosial yang hadir terpisah dari kesadaran dan kehendak individual. Field bukan merupakan ikatan intersubjektif antar individu tetapi semacam hubungan yang terstruktur serta tanpa disadari mengatur posisi-posisi individu dan kelompok dalam tatanan masyarakat yang terbentuk secara spontan. Habitus memungkinkan manusia hidup dalam keseharian mereka secara spontan dan melakukan hubungan dengan pihak-pihak di luar dirinya. Dalam proses interaksi dengan pihak luar itu, terbentuklah jaringan relasi posisi-posisi objektif itu.
Berdasarkan pengertian habitus dan field serta mekanisme kerjanya pada diri manusia, Bourdieu (dalam Žižek, (ed.), 1994: 265-277) mengajukan penjelasan tentang doxa yang pengertiannya menyerupai ideologi. Doxa adalah sejenis tatanan sosial dalam diri individu yang stabil dan terikat pada tradisi serta terdapat kekuasaan yang sepenuhnya ternaturalisasi dan tidak dipertanyakan. Dalam praktek kongkretnya, doxa tampil lewat pengetahuan-pengetahuan yang begitu saja diterima sesuai dengan habitus dan field individu tanpa dipikir atau ditimbang lebih dahulu.

Kita dapat melihat dari perkembangan konsep ideologi bahwa kajian kontemporer tentang ideologi membawa kita pada kajian tentang bahasa. Kajian ideologi setelah Marx menunjukkan bahwa ideologi berkaitan dengan persoalan pemaknaan terhadap realitas yang dihadapi manusia. Bahkan proses internalisasi ideologi itu sendiri merupakan satu bentuk kegiatan pemakanaan terhadap realitas yang dilakukan manusia dalam upayanya memahami hidupnya. Pemaknaan itu tentu saja melibatkan bahasa. Dengan demikian, ideologi merupakan sebuah gejala diskursif dalam arti selalu melibatkan bahasa. Sejak awal dari proses perolehannya hingga cara kerjanya dalam mempengaruhi manusia, ideologi berbaur rapat dengan bahasa.

No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive