A.
POLA
KERUANGAN DESA
1.
Definisi
Desa
a.
Menurut
UU No. 5 Tahun 1979
Desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk, sebagai
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintah terendah
langsung di bawah camat dan mempunyai hak otonomi dalam ikatan negara kesatuan
RI.
b.
Menurut
Sutardjo Kartohadikusumo
Desa yaitu suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat
yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.
c.
Menurut
Bintarto
Desa yaitu suatu perwujudan geografik, yang ditimbulkan oleh unsur-unsur
fisiografis sosial, ekonomi, politik, dan budaya dan memiliki hubungan
timbal-balik dengan daerah lain.
2.
Unsur-unsur
Desa
|
unsur-unsur
desa
Fungsi desa sebagai hinterland kota :
1. Sebagai
penghasil bahan baku.
2. Sebagai
penghasil bahan pangan.
3. Sebagai
pemasok tenaga kerja produktif.
4. Pusat
industri kecil.
5. Keindahan
alamnya sebagai penunjang sektor industri
3.
Ciri-ciri
Masyarakat Desa
a. Kehidupannya
tergantung pada alam
b. Toleransi
sosialnya kuat.
c. Adat-istiadatnya
dan norma agama kuat.
d. kontrol
sosialnya didasarkan pada hukum informal
e. hubungan
kekerabatan didasarkan pada gemeinsehaft
f. pola
pikirnya irrasional
g. struktur
perekonomian penduduk bersifat agraris
4.
Klasifikasi
Desa
a.
Menurut
Aktivitasnya
1) Desa
Nelayan
2) Desa
Agraris
3) Desa
industri
b.
Menurut
Tingkat Perkembangan
1) Desa
Swadaya (Tradisional)
Ciri-cirinya :
a) Sebagian
besar kehidupan penduduknya masih menggantungkan pada alam.
b) Hasil
untuk mencukupi kebutuhan sendiri.
c) Administrasi
desa belum dilaksanakan dengan baik.
d) Lembaga-lembaga
desa belum berfungsi dengan baik
e) Tingkat
pendidikan dan produktivitas penduduknya masih rendah.
f) Belum
mampu mandiri dalam menyelenggarakan urusan pemerintah sendiri.
2) Desa
Swakarsa (Transisi)
Ciri-cirinya :
a) Sudah
mampu menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri.
b) Lembaga
sosial desa dan pemerintah sudah berfungsi.
c) Administrasi
desa sudah berjalan.
d) Adat-istiadat
mulai longgar.
e) Mata
pencaharian mulai beragam.
f) Sudah
ada hubungan dengan daerah sekitarnya.
3) Desa
Swasembada (Maju)
Ciri-cirinya:
a) Sarana
dan prasarana desa lengkap.
b) Pengelolaan
administrasi telah dilaksanakan dengan baik.
c) Pola
pikir masyarakat lebih rasional.
d) Mata
pencaharian penduduk sebagian besar di bidang jasa dan perdagangan.
4) Faktor-faktor
yang mempengaruhi pola persebaran desa:
a) Letak
desa
b) Keadaan
iklim
c) Kesuburan
tanah
d) Tata
air
e) Keadaan
ekonomi
f) Keadaan
budaya
5. Pola
Persebaran Desa
a. Pola
memanjang mengikuti jalan raya
b. Pola
mengikuti rel kereta api.
c. Mengikuti
garis pantai.
d. Pola
menyebar
Penyebarannya :
1) Terdapat
di daerah pegunungan (dataran tinggi)
2) Daerah
yang berelief kasar
e. Pola
Desa Tersebar
Pola desa tersebar ini banyak dijumpai di daerah karst (kapur)
B.
POLA
KERUANGAN KOTA
1. Menurut
Menteri Dalam Negeri RI No. 4/1980
1. Kota adalah suatu wilayah yang mempunyai batas administrasi wilayah.
2. Kota adalah lingkungan kehidupan yang mempunyai ciri nonagraris.
2. Secara
Geografis
Kota adalah suatu bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami
dan non alami dengan gejala pemusatan penduduk tinggi, corak kehidupan yang
heterogen, sifat penduduknya individualistis dan materialistis.
a.
|
Ciri Fisik Kota
b. Ciri
Masyarakat Kota
|
|||
1) Menurut
jumlah Penduduk
a) Kota kecil yaitu penduduknya antara
20.000-50.000 jiwa
b) Kota sedang yaitu penduduknya antara
50.000-100.000 jiwa
c) Kota besar yaitu penduduknya antara
100.000-1.000.000 jiwa
d) Metropolitan yaitu penduduknya antara
1.000.000-5.000.000 jiwa
e) Megapolitan yaitu penduduknya lebih dari
5.000.000 jiwa
2) Menurut
Tingkat Perkembangan
a) Tahap
eopolis adalah tahap perkembangan
desa yang sudah teratur dan masyarakatnya merupakan peralihan dari pola
kehidupan desa ke arah kehidupan kota.
b) Tahap
polis adalah suatu daerah kota yang
sebagian penduduknya masih mendirikan sifat-sifat agraris.
c) Tahap
Metropolis adalah suatu wilayah kota
yang ditandai oleh penduduknya sebagian kehidupan ekonomi masyarakat ke sektor
industri.
d) Tahap
megalopolis adalah satu wilayah
perkotaan yang terdiri dari beberapa kota metropolis yang menjadi satu sehingga
membentuk jalur perkotaan.
e) Tahap
tryanopolis adalah suatu kota yang
ditandai dengan adanya kekacauan pelayanan umum, kemacetan lalu-lintas, tingkat
kriminalitas.
f) Tahap
nektropolis (kota mati) adalah suatu
kota yang mulai ditinggalkan penduduknya.
3.
Struktur
Penggunaan Lahan Kota
a.
Menurut
Teori Konsentrik
Teori konsentrik dikemukakan oleh E.W. Burgess
Menurut teori ini daerah perkotaan dibagi menjadi 5 wilayah yaitu :
1) Pusat
Daerah Kegiatan (PDK) juga disebut CBD (Central
Business District) didirikan dengan adanya pusat pertokoan, kantor pos,
bank, bioskop, dan pasar.
2) Wilayah
transisi ditandai dengan industri manufaktur, pabrik, dan pola penggunaan lahan
merupakan pola campuran.
3) Wilayah
pemukiman masyarakat yang berpendapatan rendah
4) Wilayah
pemukinan masyarakat berpendapatan rendah
5) Wilayah
pemukiman berpenghasilan tinggi.
b.
Menurut
Teori Sektoral
Teori ini dikemukakan oleh Homer Hoyt. Isi dari teori ini adalah bahwa
unit-unit kegiatan di perkotaan tidak mengikuti zona-zona teratur secara
konsentris, tetapi membentuk sektor-sektor yang sifatnya lebih bebas.
Dalam teori ini Homer berpendapat:
1) Daerah-daerah
yang memiliki harga tanah atau sewa tanah tinggi biasanya terletak di luar kota.
2) Daerah-daerah
yang memiliki sewa tanah dan harga tanah rendah merupakan jalur-jalur yang
bentuknya memanjang dari pusat kota ke daerah perbatasan.
3) Zona
pusat adalah Pusat Daerah Kegiatan (PDK).
c.
Teori
Inti Ganda
1) Inti
Kota (Core of City)
Inti kota adalah wilayah kota yang digunakan sebagai pusat kegiatan
ekonomi pemerintah dan kebudayaan.
Wilayah ini disebut CBD (Central
Business District)
2)
Selaput
Inti Kota
Selaput inti kota adalah wilayah yang terletak di luar inti kota sebagai
akibat dari tidak tertampungnya kegiatan dalam kota.
3)
Kota
Satelit
Kota satelit adalah satu daerah yang memiliki sipat perkotaan dan pusat kegiatan.
4) Sub-urban daerah sekitar kota yang
berfungsi sebagai daerah pemukiman.
4.
Sejarah
Pertumbuhan Kota-Kota di Indonesia
Kota-kota di Indonesia pada umumnya tumbuh dan berkembang dari kegiatan
manusia seperti kota yang tumbuh dari pertambangan, perdagangan, administrasi, kebudayaan,
industri, dan perkebunan.
Berikut ini beberapa contoh pertumbuhan kota di Indonesia :
a. Pertumbuhan
kota yang berasal dari administrasi kerajaan
Contoh : Jakarta, Yogyakarta, Solo, Palembang, Makasar, Demak, Cirebon
b. Pertumbuhan
kota yang berasal dari pertambangan
Contoh : Pangkalpinang, Dumai, Duri, Sawah Lunto, Bukit Asam, Plaju,
Martapura, Tembagapura, Cepu, Mojokerto, Bontang, Ombilin, Soroako, Pomala.
c. Kota
yang tumbuh berasal dari perkebunan
Contoh : Bogor, Jambi, Pematang
Siantar, Bandar Lampung, Sukabumi, Deli Serdang
d. Kota
yang tumbuh berasal dari budaya
Contoh : Yogyakarta, Solo dan Denpasar
e. Kota
yang tumbuh berasal dari perdagangan
Contoh : Surabaya, Jakarta, Semarang, Bandung, Medan, Palembang, Batam.
f. Kota
yang tumbuh berasal dari industri
Contoh : Cilegon, Bandung, Tangerang, Surabaya, Jakarta
Interaksi
yaitu hubungan timbal balik yang saling berpengaruh antara 2 wilayah atau lebih
yang dapat menimbulkan gejala, kenampakan ataupun permasalahan baru.
Kekuatan interaksi antara kota dengan desa berkaitan
dengan jarak desa ke pusat kota. Semakin
jauh jarak desa ke pusat kota, maka semakin lemah interaksinya, begitu
sebaliknya.
Menurut Bintarto “wilayah-wilayah interaksi membentuk
lingkaran-lingkaran yang dinamakan zona interaksi.”
Keterangan:
1) City yaitu pusat kota
2) Sub-urban yaitu suatu wiayah yang
memiliki suasana penghidupan seperti perkotaan dan merupakan tempat tinggal
penglaju
3) Sub-urban fringe yaitu daerah peralihan
antara desa-kota
4) Urban fringe yaitu batas terluar kota
yang mempunyai sifat-sifat mirip dengan kota.
5) Rural urban fringe yaitu wilayah yang
terletak antara kota-desa yang ditandai dengan pola penggunaan lahan campuran
6) Rural yaitu daerah pedesaan
Interaksi kota-desa dapat melalui
1. KKN
(Kuliah Kerja Nyata)
2. AMD
(ABRI Masuk Desa)
3. LSM
4. Penyuluhan
Menurut Edward Ullman, faktor yang mempengaruhi interaki antra lain:
1) Adanya
wilayah-wilayah yang saling melengkapi (regional
complementarity), maksudnya adanya wilayah-wilayah yang berada dalam
ketersediaan sumber daya alam.
2) Adanya
kesempatan berintervensi (intervening opportunity),
artinya yaitu suatu hal atau keadaan yang dapat melemahkan pola interaksi antar
wilayah sebagai akibat adanya alternatif pengganti suatu sumber daya yang dibutuhkan
oleh suatu daerah.
3) Adanya
kemudahan transfer atau pemindahan dalam ruang (spatial transfer ability)
Faktor yang mempengaruhi terjadinya transfer dalam ruang antara lain:
1) Jarak
mutlak dan relatif tiap-tiap wilayah.
2) Biaya
transportasi
3) Kelancaran
prasarana transportasi antara wilayah
5.
Teori-teori
Interaksi
Teori-teori Interaksi
A.
Model
Gravitasi (Isaac Newton)
G = g.
m1.m2
(d1.2)2
G = besarnya gaya gravitasi
antara 2 buah benda (N)
g = tetapan gravitasi
Newton, besarnya 6.760 x 10-11 N.m2/kg2
m1 = massa benda 1
(dalam kilogram)
m2 = massa benda 2
(dalam kilogram)
d12 = jarak benda
(dalam m)
B.
Kekuatan
Interaksi (W.j. Reilly)
IA.B = kekuatan
interaksi antara wilayah A dan wilayah B
k = nilai konstanta
empiris, biasanya angka 1
PA = jumlah
penduduk wilayah A
PB = jumlah
penduduk wilayah B
dAB = jarak mutlak
yang menghubungkan wilayah A dan B
fungsinya untuk mengukur kekuatan interaksi antara dua wilayah atau
lebih.
Syarat-syarat penerapan kekuatan interaksi antara lain :
(1) Kondisi
penduduk sama
(2) Bentuk
relief sama
(3) Keadaan
prasarana dan sarana transportasi relatif sama
C.
Titik
Henti
Fungsinya
THAB = jarak lokasi titik henti yang diukur dari
kota atau wilayah yang jumlah penduduknya lebih kecil (dari kota A)
dAB = jarak antara
kota A dan B (jarak dua kota)
PA = jumlah
penduduk kota yang lebih kecil (penduduk kota A)
PB = jumlah
penduduk kota yang lebih besar (penduduk kota B)
(1) Memperkirakan
lokasi garis batas yang memisahkan wilayah-wilayah perdagangan dari dua buah
kota yang berbeda ukurannya.
(2) Penempatan
lokasi industri atau pelayanan sosial antar dua wilayah.
D. Potensi
Penduduk
Tujuannya untuk mengetahui berapa besar kemungkinan penduduk suatu
wilayah untuk mengadakan migrasi dan interaksi dengan wilayah lain di
sekitarnya.
E. Grafik
F. Indeks
Konektivitas (K.J. Kansky)
|
B = indeks konektivitas
e = jumlah jalan
V = jumlah kota
6.
Pengaruh
Positif Interaksi Kota-Desa
a) Tingkat
pengetahuan penduduk desa meningkat
b) Perekonomian
desa meningkat
c) Peningkatan
hubungan kota-desa
d) Peningkatan
penghasilan
e) Perubahan
atau penyesuaian gaya hidup
7.
Pengaruh
Negatif Interaksi Desa-Kota
a) Terjadi
urbanisasi
b) Desa
kekurangan tenaga kerja produktif
c) Hilangnya
kawasan hijau
d) Menyempitnya
pemilikan lahan pertanian
e) Menurunnya
kemampuan lahan sebagai daerah tangkapan hujan dan peresapan air
f) Terdapat
daerah slum di kota
g) Penetrasi
budaya kota ke desa
Pusat pertumbuhan yaitu suatu wilayah yang pertumbuhannya sangat pesat
sehingga dijadikan sebagai pusat pembangunan dan dapat mempengaruhi daerah
sekitarnya.
8.
Teori
Dasar Pusat Pertumbuhan
a.
Tempat
yang Sentral
(Walter Christaller)
Tujuanya untuk menentukan banyaknya kota, besarnya kota, dan persebaran
kota. Konsep yang digunakan untuk menjawab ketiga pertanyaan tersebut adalah :
1) Jangkauan
(range) yaitu jarak yang harus ditempuh.
2) Ambang
(threshold) yaitu jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk kelancaran
suplay barang.
Menurut teori tersebut tempat yang sentral merupakan satu titik simpul
dari suatu bentuk hexagonal (segienam)
Isi dari teori tempat yang sentral adalah :
Lokasi pusat aktivitas harus terletak pada suatu kawasan yang memungkinkan
partisipasi penduduk yang jumlahnya maksimal baik mereka yang terlibat dalam
aktifitas pelayanan maupun yang menjadi konsumen.
Berdasarkan jenis pusat pelayanan ini, hierarki tempat yang sentral dapat
dibedakan menjadi :
1) Tempat
sentral yang berhierarki 3 (K =3)
Tempat sentral
yang berhierarki 3 adalah pusat pelayanan yang berupa pasar yang senantiasa
menyediakan barang-barang bagi daerah sekitarnya, atau sering disebut sebagai
kasus optimal. Kasus pasar optimal ini memiliki pengaruh 1/3 bagian dari
wilayah tetangga di sekitarnya yang berbentuk heksagonal atau segienam selain
mempengaruhi wilayah itu sendiri.
Gambar hierarki tempat sentral K = 3 dan kawasan pengaruhnya. (Sumber
Nursid, 1981)
2) Tempat
sentral yang berhierarki 4 (K= 4)
Tempat sentral yang berhierarki 4 dinamakan situasi lalu-lintas optimum,
artinya di daerah tersebut dan daerah-daerah sekitarnya terpengaruh tempat
sentral itu senantiasa memberikan kemungkinan rute lalu-lintas yang paling
efisien. Situasi lalu-lintas optimum ini memiliki pengaruh ½ bagian dari wilayah-wilayah
tetangga di sekitarnya yang berbentuk heksagonal atatu segienam, selain
mempengaruhi wilayah itu sendiri.
Gambar hierarki tempat sentral K
= 4 dan kawasan pengaruhnya. (Sumber Nursid, 1981)
3) Tempat
sentral berhierarki 7 (k = 7)
Tempat sentral yang berhierarki 7 dinamakan situasi administratif yang
optimum. Tempat sentral ini mempengaruhi seluruh bagian (satu bagian)
wilayah-wilayah tetangganya, selain mempengaruhi wilayahnya itu sendiri. Situasi
administratif yang dimaksud di atas dapat berupa kota pusat pemerintah.
Gambar hierarki tempat sentral K = 7 dan kawasan pengaruhnya. (Sumber
Nursid, 1981)
Untuk dapat menerapkan teori Christaller pada suatu
daerah ada 2 syarat utama yang harus dipenuhi yaitu :
(a) Topografi
atau keadaan bentuk permukaan bumi dari wilayah tersebut relatif seragam
sehingga tidak ada bagian wilayah yang mendapat pengaruh lereng atau pengaruh
alam lainnya dalam hubungannya dengan jalur angkutan.
(b) Kehidupan
atau tingkat ekonomi penduduk relatif homogen dan tidak memungkinkan adanya
produksi primer yang menghasilkan padi-padian, kayu dan batubara.
b.
Kutub
Pertumbuhan (Peroux)
Isinya
: pada kenyataannya pembangunan di manapun adanya bukanlah merupakan suatu proses
yang terjadi secara serentak tetapi muncul di tempat-tempat tertentu dengan
kecepatan dan intensitas yang berbeda-beda.
No comments:
Post a Comment