Ada
beberapa penamaan nomenklatur untuk merujuk kepada kajian pembentukan karakter
peserta didik, tergantung kepada aspek penekanannya. Di antaranya yang umum
dikenal ialah: Pendidikan Moral, Pendidikan Nilai, Pendidikan Relijius,
Pendidikan Budi Pekerti, dan Pendidikan Karakter itu sendiri. Masing-masing
penamaan kadang-kadang digunakan secara saling bertukaran (inter-exchanging),
misal pendidikan karakter juga merupakan pendidikan nilai atau
pendidikan relijius itu sendiri (Kirschenbaum, 2000).
Sepanjang
sejarahnya, di seluruh dunia ini, pendidikan pada hakekatnya memiliki dua
tujuan, yaitu membantu manusia untuk menjadi cerdas dan pintar (smart), dan
membantu mereka menjadi manusia yang baik (good). Menjadikan manusia cerdas dan
pintar, boleh jadi mudah melakukannya, tetapi menjadikan manusia agar menjadi
orang yang baik dan bijak, tampaknya jauh lebih sulit atau bahkan sangat sulit.
Dengan demikian, sangat wajar apabila dikatakan bahwa problem moral merupakan
persoalan akut atau penyakit kronis yang mengiringi kehidupan manusia kapan dan
di mana pun.
Kenyataan
tentang akutnya problem moral inilah yang kemudian menempatkan pentingnya
penyelengaraan pendidikan karakter. Rujukan kita sebagai orang yang beragama
(Islam misalnya) terkait dengan problem moral dan pentingnya pendidikan
karakter dapat dilihat dari kasus moral yang pernah menimpa kedua
Sebagai
kajian akademik, pendidikan karakter tentu saja perlu memuat syarat-syarat
keilmiahan akademik seperti dalam konten (isi), pendekatan dan metode kajian. Di sejumlah negara maju, seperti
Amerika Serikat terdapat pusat-pusat kajian pendidikan karakter (Character
Education Partnership; International Center for Character Education).
Pendidikan karakter berkembang dengan pendekatan kajian multidisipliner: psikologi, filsafat moral/etika, hukum, sastra/humaniora.
Sebagai
aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan
dari kepribadian secara utuh dari seseorang: mentalitas, sikap dan perilaku.
Pendidikan karakter semacam ini lebih tepat sebagai pendidikan budi pekerti.
Pembelajaran tentang tata-krama, sopan santun, dan adat-istiadat, menjadikan
pendidikan karakter semacam ini lebih menekankan kepada perilaku-perilaku
aktual tentang bagaimana seseorang dapat disebut berkepribadian baik atau tidak
baik berdasarkan norma-norma yang bersifat kontekstual dan kultural.
Menurunnya
kualitas moral dalam kehidupan manusia Indonesia dewasa ini, terutama di
kalangan siswa, menuntut deselenggarakannya pendidikan karakter. Sekolah
dituntut untuk memainkan peran dan tanggungjawabnya untuk menanamkan dan
mengembangkan nilai-nilai yang baik dan membantu para siswa membentuk dan
membangun karakter mereka dengan nilai-nilai yang baik. Pendidikan karakter
diarahkan untuk memberikan tekanan pada nilai-nilai tertentu –seperti rasa
hormat, tanggungjawab, jujur, peduli, dan adil– dan membantu siswa untuk
memahami, memperhatikan, dan melakukan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
mereka sendiri.
No comments:
Post a Comment