Di Indonesia cara-cara yang digunakan
untuk membentuk politik hukumnya tidak sama dengan cara-cara yang digunakan
oleh Negara Kapitalis, atau Negara Komunis dan/atau Negara yang Fanatik
Religius. Ketiga cara ini merupakan cara yang ekstrim, karena Kapitalis
menganggap bahwa manusia perorangan yang individualis adalah yang paling
penting. Komunisme menganggap bahwa masyarakat yang terpenting diatas
segalanya, sedangkan Fanatik religius merupakan realita bahwa manusia hidup di
dunia ini harus bergulat untuk mempertahankan hidupnya (survive).
Politik hukum yang dilakukan oleh
pemerintah berkaitan erat dengan wawasan nasional bidang hukum yakni cara
pandang bangsa Indonesia mengenai kebijaksanaan politik yang harus ditempuh dalam
rangka pembinaan hukum di Indonesia, yang didasarkan kepada cita-cita hukum
nasional yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 memuat pokok-pokok pikiran
sebagai berikut:
a. Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan.
b. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
c. Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasar atas
kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan.
d. Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sistem Pemerintahan Republik Indonesia
tidak terlepas dari pelaksanaan sistem-sistem di berbagai sektor lainnya yang mendukung
roda pemerintahan, termasuk pula sistem hukum dan arah politik hukum dalam
mencapai rencana dan tujuan bernegara. Dengan alasan yang demikian maka membaca
UUD harus menggunakan bahasa yang lain dari pada bahasa undang-undang biasa. Ia
harus menggunakan bahasa asas (principles) yang tidak lain adalah bahasa moral.
Maka, Ronald Dworkin pun mengatakan bahwa membaca UUD itu tidak sama dengan
membaca peraturan biasa. Kita perlu membaca dengan sungguh-sungguh (taking law
seriously) dan membaca UUD sebagai pesan moral (the moral reading of the
constitution).
Dalam pembangunan politik hukum di
Indonesia, maka harus diperhatikan: Pertama, bahwa tugas utama politik hukum
nasional adalah selalu mengawal dan mengalirkan hukum-hukum yang sesuai dengan
dan dalam rangka menegakkan konstitusi. Kedua, bahwa pembangunan politik hukum
nasional harus selalu dijaga agar tidak menyimpang dari aliran konstitusi dan
sumber nilai yang mendasarinya.
Berbagai perubahan yang terjadi dalam
ketatanegaraan Republik Indonesia dan perkembangan dunia global juga berpengaruh
pada sistem hukum dan arah politik hukum Indonesia, sehingga diperlukan upaya
pembenahan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Pembenahan terhadap
sistem di berbagai sektor yang ada ditujukan bagi upaya perbaikan dengan tetap berlandaskan
kepada prinsip-prinsip hukum dan ketatanegaraan yang berlaku serta tetap
tanggap terhadap kebutuhan yang diperlukan.
Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata
(pada waktu itu), pada raker dengan Komisi III (bidang Hukum) di gedung DPR RI
Jakarta, pada hari Senin tanggal 1 Oktober 2007 meminta segera dibentuk sistem
politik hukum nasional sebagai pengganti Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)
yang dihapuskan, agar dalam setiap merumuskan undang-undang ada semangat
pemersatunya, karena Indonesia belum mempunyai landasan politik hukum nasional
yang jelas.
Dalam merumuskan perundang-undangan
dibutuhkan semangat pemersatu, agar tidak ada undang-undang yang tumpang tindih,
juga harus didasarkan pada tujuan bangsa dan Negara Indonesia. Sekarang ini ada
kencendrungan pembuatan undang-undang yang hanya menyelesaikan masalah sesaat,
sehingga tidak jarang undang-undang lahir selalu bertentangan dengan
undangundang yang disahkan sebelumnya. Oleh karena itu pembangunan hukum
mempunyai arti yang sangat strategis bagi upaya pembangunan Nasional secara
keseluruhan, sehingga menempatkan asas hukum sebagai salah satu asas
pembangunan nasional bahwa dalam penyelenggaraan pembangunan nasional, setiap
warga Negara dan penyelenggara negara harus taat pada hukum yang berintikan keadilan
dan kebenaran, serta negara diwajibkan menegakkan dan menjamin kepastian hukum.
Prolegnas semestinya tidak hanya sekedar
hanya membuat daftar judul rancangan undang-undang (RUU) yang akan dibuat dalam
kurun waktu tertentu saja, tapi yang penting apa yang mau dicapai dengan
megesahkan RUU itu, sehingga dapat menjadi roh negara hukum bangsa Indonesia.
Oleh karena itu diperlukan ada susunan undang-undang yang mengikat antara yang
satu dengan lainnya. Upaya yang demikian dapat diwujudkan dengan pembangunan
sistem politik hukum yang memberi arah semangat kepada setiap pembuatan
undang-undang dengan menggunakan pengembangan Stratification Teory (Teori Bagian).
Politik hukum nasional Indonesia adalah
yang sesuai dengan tujuan negara Indonesia yaitu melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan
kesejahteraan umum dan ikut serta memelihara ketertiban dunia. Artinya, setiap
politik hukum di Indonesia harus memiliki semangat seluruh wilayahnya, berbeda
halnya dengan politik hukum Pemerintah Belanda ialah supaya sebanyak dan sejauh
mungkin hukum Belanda dapat berlaku di Indonesia dengan bertitik tolak kepada
asas konkordansi, salah satu contoh adalah hukum Perdata yang berlaku di
Indonesia hendaknya sama dengan Hukum Perdata Negeri Belanda dengan
memberlakukan Burgerlijk Wetboek.
Jika sudah mempunyai sistem politik
hukum nasional, maka negara akan mudah untuk membuat UU karena telah mempunyai semangat
dan kerangka berfikir kearah mana undang-undang itu akan disusun, misalnya
membahas hukum dan HAM ada kerangkanya, membicarakan perseroan terbatas ada
semangatnya, membicarakan investasi ada ruhnya, dan lain-lain yang kesemuanya mengarah
kepada sistem politik hukum nasional. Untuk itu perlu dipahami: pertama, yang
dapat mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara yang baik. kedua, mewujudkan
cita-cita dan tujuan nasional. ketiga, bisa merespon dinamika dan tantangan
zaman. keempat, adalah negara yang terus membangun untuk menuju masyarakat yang
adil, yang sejahtera dan yang maju (developed nation).
Oleh karena itu dalam perangkat hukum
harus dipastikan, bahwa pembangunan nasional mengarah pada arah yang benar,
berlandaskan tatanan yang tepat agar hasilnya betul-betul efektif.
Grand design dalam sistem dan politik
hukum nasional adalah:
1) adanya konsensus nasional yang melahirkan
berbagai kesepakatan yang antara lain:
a) sepakat bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
tidak dilakukan perubahan;
b) sepakat bentuk negara kesatuan yaitu Negara
Kesatuan Republik Indonesia harus dipertahankan;
c) sepakat sistem pemerintahan presidensil yang kita
anut;
d) sepakat dilakukan pemindahan hal-hal yang
bersifat normatif yang dulu ada dalam Pembukaan dan Pasal demi Pasal Undang-Undang
1945 dimasukkan ke dalam peraturan perundangan lainnya, khususnya dalam bentuk
undang-undang.
Tujuan kesepakatan itu agar tidak keluar dari
fundamental konsensus yang diambil dalam berbangsa.
2) grand design juga mesti harus memastikan bahwa
pilihannya adalah konstruksi negara hukum yang demokratis. Oleh karena itu,
nafas demokrasi haruslah melekat pada bangun sistem hukum, sistem
ketatanegaraan dan sistem pemerintahan yang hendak ditata dan dimantapkan.
3) grand design produk hukum yang dihasilkan,
mestilah mencerminkan dan memperhatikan aspek filosofis, aspek yuridis, aspek
sosiologis dan bahkan aspek fisiologis, karena dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara berada dalam satu kesinambungan dan perubahan (Genuine and
continuity).
Jelasnya politik hukum adalah mengenai
hukum yang akan datang, hukum yang berlaku sekarang dan hukum yang akan berakhir,
yang kesemuanya akan dijadikan pertimbangan untuk memberikan kedudukan hukum
yang lebih baik dikemudian hari, karena hukum itu bersifat dinamis yang
bergerak kearah yang lebih baik.
Setelah dirumuskan grand design, maka
harus dijalankan dengan sungguh-sungguh dengan memperkuat budaya hukum dengan
cara freedom bergandengan dengan rule of law, karena kebebasan seseorang akan
berhenti, manakala harus mengindahkan tatanan hukum (rule of law). Kenyataan
ini harus didukung pula dengan peningkatan pendidikan hukum dalam arti luas,
termasuk diseminasi dan sosialisasi aturan hukum.
7.
Tujuan Politik Hukum
Politik hukum sebagai suatu kebijakan
hukum dan produk hukum yang dibentuk oleh kekuasaan yang berwenang dan diberlakukan
dalam suatu negara atau di dunia Internasional tentunya mempunyai tujuan
tertentu yang ingin dicapai. Dengan demikian, maka setiap politik hukum yang
tertera atau terstruktur dalam suatu sistem hukum tentunya mempunyai tujuan
pula. Sebab tidak ada suatu politik hukum atau kebijakan negara yang dibuat atau
dibentuk tanpa suatu tujuan.
Dengan kata lain setiap politik hukum
apapun bentuknya dan jenisnya tidak mungkin terlepas dari tujuan hukum yang mendasarinya
atau mewadahi pembentukan politik hukum dan disiplin hukum sebagai pohon ilmu
dari politik hukum tersebut. Demi menemukan tujuan hukum yang komprehensif dan
holistik, maka harus ditelusuri atau ditelaah dalam berbagai teori hukum atau filsafat
hukum dan dogmatika hukum. Melalui pengkajian tersebut dapat ditemukan tujuan
hukum yang sebenarnya atau yang paling hakiki.
Sehubungan dengan betapa pentingnya
fungsi hukum dalam mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, maka dikemukakan:
Whithout
law there is no order, and without order men are lost, not knowing where they
go, no knowing what they do; (Tidak ada ketertiban tanpa
hukum, dan tanpa peraturan manusia kehilangan arah, tidak tahu kemana arah
mereka pergi, dan tidak tahu apa yang seharusnya mereka buat).
Politik hukum sebagai suatu bagian dari
kebijakan negara yang berkenaan dengan hukum atau peraturan perundang-undangan
yang berlaku dalam suatu negara dapat digunakan sebagai payung hukum (legal
umbrella) dari semua kebijakan lembaga pemerintah. Jadi tujuan politik hukum
itu berada dalam hukum itu sendiri.
Sehubungan dengan tujuan politik hukum
di Indonesia dikemukakan bahwa:
Tujuan hukum dalam sistem hukum positif
Indonesia tidak bisa dilepaskan dari aspirasi dan tujuan perjuangan bangsa
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan sila
Keadilan Sosial yang merupakan bagian penting dari sistem nilai Indonesia.
Demikian pula dalam pandangan bahwa:
Bagi Indonesia yang sedang membangun
politik hukum yang temporer lebih ditujukan kepada pembaruan hukum untuk
mewujudkan suatu sistem hukum nasional dan berbagai aturan hukum yang dapat
memenuhi kebutuhan Indonesia yang merdeka, berdaulat menuju masyarakat yang adil
dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Mencermati pendapat di atas dapat
dikemukakan bahwa tujuan politik hukum merupakan suatu gagasan atau cita yang mengisyaratkan
kepada pembentukan peraturan perundang-undangan supaya dapat menata suatu
sistem hukum di Indonesia yang dapat memenuhi kebutuhan dan tujuan masyarakat,
bangsa dan negara Indonesia menuju suatu masyarakat yang adil, makmur dan
sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar 1945.
Menyadari hal itu, maka tujuan umum dari
politik hukum yaitu:
a. Untuk mewujudkan kepastian hukum dan keadilan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
b. Untuk mewujudkan kebahagiaan dan kedamaian dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
c. Untuk mengatur ketertiban dan ketentraman dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
d. Untuk mewujudkan kesederhanaan hukum, kesatuan
hukum dan pembaharuan hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
e. Untuk mengatur hak dan kewajiban dalam pemenuhan kebutuhan
dasar manusia secara teratur sesuai dengan hak asasi manusia.
f. Untuk menjamin terpenuhinya nilai-nilai dasar
yang terkandung dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.
g. Untuk menjamin perlindungan, penghormatan,
pemajuan, kepastian dan keadilan dalam pemenuhan hak asasi manusia.
h. Untuk menjamin terbentuknya suatu kekuasaan
negara secara demokratis dan konstitusional.
i. Untuk menentukan struktur dan pembagian dan
pembatasan kekuasaan negara secara seimbang dan konstitusional.
j. Untuk menetapkan bentuk, isi, dan arah dari
setiap peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
k. Untuk mewujudkan suatu negara yang dapat
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan untuk ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan Kemerdekaan dan Perdamaian Abadi serta Keadilan Sosial.
Setiap tujuan politik hukum harus
tercermin dalam berbagai materi muatan atau isi pokok dari peraturan
perundang-undangan sesuai dengan bidang yang diaturnya, sebagaimana yang
terjelma dalam berbagai pasal pasalnya. Disamping itu setiap materi muatan peraturan
perundang-undangan yang berada di bawah Undang-Undang Dasar 1945 harus
konsisten dengan peraturan yang berada di atasnya dan peraturan lainnya, baik
secara vertikal maupun secara horizontal.
Konsistensi hukum merupakan suatu asas
atau prinsip yang harus diikuti dan dipatuhi oleh pembentuk politik hukum dalam
setiap pembentukan peraturan perundang-undangan. Hal ini dimaksudkan supaya
tidak menimbulkan terjadinya konflik atau tumpang tindih antara peraturan yang
satu dengan peraturan yang lainnya, baik secara vertikal maupun secara
horizontal mengarah kepada terwujudnya suatu politik hukum yang responsif dan berkeadilan
berdasarkan Pancasila, UUD 1945 dan Hak Asasi Manusia.
No comments:
Post a Comment