Berkembang pemikiran bahwa hukum
merupakan produk politik sehingga setiap karakter produk hukum akan sangat
ditentukan atau diwarnai oleh imbangan kekuatan atau konfiguarasi politik yang melahirkannya.
Pandangan ini berdasarkan kenyataan bahwa setiap produk hukum merupakan produk
keputusan politik sehingga hukum dapat dilihat sebagai kristalisasi dari
pemikiran politik yang saling berinteraksi di kalangan para politisi. Meskipun
dari sudut das sollen ada pandangan bahwa politik harus tunduk pada ketentuan
hukum namun kajian ini lebih melihat sudut das sein atau empiriknya bahwa hukumlah
yang dalam kenyatannya ditentukan oleh konfigurasi politik yang
melatarbelakanginya.
Dalam kenyataannya ada pandangan bahwa:
Kegiatan legislatif (pembuatan
undang-undang) memang lebih banyak memuat keputusan-keputusan politik dari pada
menjalankan pekerjaan-pekerjaan hukum yang sesungguhnya sehingga lembaga
legislatif lebih dekat dengan politik dari pada dengan hukum.
Untuk kasus Indonesia terjadi juga
fenomena menonjolnya fungsi instrumental hukum sebagai sarana kekuasaan politik
dominan yang lebih terasa bila dibandingkan dengan fungsi-fungsi lainnya,
bahkan dapat dilihat dari pertumbuhan pranata hukum, nilai dan prosedur,
perundang-undangan dan birokrasi penegak hukum yang bukan hanya mencerminkan
hukum sebagai kondisi dari proses pembangunan melainkan juga menjadi penopang
tangguh struktur politik, ekonomi, dan sosial.
Pada negara yang baru merdeka, posisi
hukum seperti itu tampak sangat menonjol karena kegiatan politik di sana
merupakan agenda yang menyita perhatian di dalam rangka pengorganisasian dan
pengerahan berbagai sumberdaya guna mencapai tujuan dalam masyarakat. “Karakter
yang menonjol dari situasi seperti itu adalah pengutamaan tujuan, isi dan
substansi di atas prosedur atau cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut
seperti yang digariskan oleh ketentuan-ketentuan hukum”.
Lagipula pembangunan yang dianut di
Indonesia di bawah pemerintah Orde Baru misalnya, telah membawa dipilihnya
“stabilitas politik sebagai prasyarat bagi berhasilnya pembangunan ekonomi yang
merupakan titik berat programnya”. Dalam rangka logika seperti itu, hukum
diberi fungsi terutama “sebagai instrumen program pembangunan karena sebenarnya
hukum bukanlah tujuan”. Dengan demikian dapat dipahami jika terjadi
kecenderungan bahwa hukum diproduk dalam rangka memfasilitasi dan mendukung
politik. Akibatnya, “segala peraturan dan produk hukum yang dinilai tidak dapat
mewujudkan stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi harus diubah atau
dihapuskan”.
Dengan demikian, sebagai produk politik,
hukum dapat dijadikan alat justifikasi bagi visi politik penguasa. Perkembangan
yang terjadi belakangan ini adalah adanya keterlibatan asing dalam pembahasan
peraturan perundang-undangan yang
sedikit banyaknya membawa pengaruh untuk memasukkan paham neoliberalisme kepada
pola pikir para penyusun undang-undang. Salah satu indikasi perubahan pola
pikir penyusun undang-undang akibat bantuan asing adalah privatisasi atau swastanisasi
sektor publik yang semestinya menjadi tanggung jawab negara. Pemerintah
mengukuhkan hubungannya dengan investor ke ranah perdata semata-mata.
Akibatnya, tanggung jawab publik yang ada di pundak Pemerintah tergerus menjadi
sekedar hubungan keperdataan. Hubungan keperdataan antara Pemerintah dengan investor
menggeser urusan publik ke dalam ruang bisnis dan berorientasi pada keuntungan
ekonomi.
Dalam kaitan dengan konsepsi politik
hukum disebutkan bahwa:
Politik hukum adalah arahan atau garis resmi yang
dijadikan dasar pijak dan cara untuk membuat dan melaksanakan hukum dalam rangka
mencapai tujuan bangsa dan negara. Dapat juga dikatakan bahwa politik hukum
merupakan upaya menjadikan hukum sebagai proses pencapaian tujuan negara.
Selain itu politik hukum juga merupakan jawaban atas pertanyaan tentang mau
diapakan hukum itu dalam perspektif formal kenegaraan guna mencapai tujuan
negara.
Produk hukum senantiasa berkembang
seirama dengan perkembangan konfigurasi politik. Meskipun kapasitasnya
bervariasi, konfigurasi politik yang demokratis senantiasa diikuti oleh
munculnya produk hukum yang responsif atau otonom, sedangkan konfigurasi politik
yang otoriter senantiasa disertai oleh munculnya hukum-hukum yang berkarakter
produk konservatif atau ortodoks.
No comments:
Post a Comment