BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada
masa anak usia dini merupakan periode kritis dalam perkembangan anak. Hasil
kajian neurologi menunjukkan bahwa pada saat lahir otak bayi membawa potensi
sekitar 100 milyar yang pada proses berikutnya sel-sel dalam otak tersebut
berkembang dengan begitu pesat dengan menghasilkan bertrilyun-trilyun sambungan
antar neuron. Supaya mencapai perkembangan optimal sambungan ini harus
diperkuat melalui berbagai rangsangan psikososial, karena sambungan yang tidak
diperkuat akan mengalami penyusutan dan musnah (Jalal dalam Wahyudin dan
Agustin, 2010:2).
Anak
usia dini merupakan masa peka bagi anak.
Anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi
anak. Masa peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan
psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini
merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan
fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian,
seni, moral, dan nilai-nilai agama. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan
stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan
anak tercapai secara optimal.
Banyak orang tua maupun guru telah
memahami pentingnya masa emas (golden age) perkembangan pada usia dini.
Sebagai masa penting, masa sensitifnya semua potensi yang dimiliki untuk
berkembang. Persepsi tentang pentingnya golden
age menjadikan orang tua dan guru berlomba dengan waktu untuk memberikan
pengalaman belajar melalui “kegiatan atau pembelajaran akademik.” Hampir
keseluruhan waktu belajar anak dilakukan melalui “kegiatan akademik.” Guru
mengajar dengan menjelaskan, anak belajar melalui mendengarkan dan mengerjakan
tugas yang didominasi lembar atau buku kerja anak. Anak menulis angka dan
huruf/kata tanpa membangun konteks belajar terlebih dahulu. Dalam situasi ini,
aspek kognitif atau intelektual memperoleh stimulus terbesar, sedang aspek
lainnya hampir diabaikan.
Banyak guru beranggapan tanpa
menerangkan atau menjelaskan materi, anak akan menghadapi kesulitan memperoleh
pengetahuan. Padahal anak memperoleh pengetahuan justru dari berbagai cara.
Sesuai dengan salah satu ciri anak usia dini, yaitu anak sebagai individu yang
aktif maka pengetahuan lebih banyak diperoleh dari pengalaman melakukan
berbagai aktivitas. Mendengarkan penjelasan guru sedikit sekali membentuk
pengetahuan, apalagi usia anak yang belum dapat berkonsentrasi dalam waktu yang
relatif lama.
Dari hasil penelitian para ahli yang
mengamati perkembangan anak sejak lahir hingga 18 tahun, ditemukan bahwa
pendidikan yang baik adalah pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak
untuk menemukan sendiri pengertian/konsep tentang dirinya, benda-benda dan
orang-orang di sekitarnya maupun lingkungan serta alam raya beserta isinya. Dia
juga mengerti bagaimana berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan
sebagaimana dia mengerti dan berinteraksi dengan diri dan keinginannya sendiri.
Untuk anak dapat berinteraksi baik
dengan dirinya sendiri maupun orang-orang serta lingkungan di sekitar dia, anak
membutuhkan kegiatan-kegiatan yang melibatkan kegiatan fisik (motorik) dan
membuat anak mampu untuk berkreatifitas sehingga dapat menumbuhkan dan
mengembangkan pengetahuannya (kognisi) secara alami tanpa ada perasaan tidak
nyaman atau tertekan. Sebab perasaan tersebut membuat anak untuk tidak siap
menerima atau mendapatkan pengetahuan yang bersifat temuan atau menciptakan.
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 angka 14 menyatakan bahwa Pendidikan
anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan
rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, baik
pendidikan secara formal di sekolah maupun secara nonformal.
Pendidikan anak usia dini 0-8 tahun
menurut Jamaris (2003) telah cukup lama menjadi perhatian tokoh atau para ahli
filsafat seperti Plato dan Aristoleles. Plato mengemukakan pendidikan yang
paling tepat untuk mendidik anak adalah sebelum usia 6 tahun. Seorang ahli
pendidikan lainnya seperti John Amus Comenicus (1592-1672) dalam bukunya “The
school of Infant” menyatakan pendidikan anak telah berada di dalam pangkuan
Ibunya. Cominicus berpendapat pendidikan anak berlangsung sejalan dengan
aktivitas bermain karena bermain adalah realisasi dari pengembangan diri
kehidupan anak. sedangkan John Pestalozzi (1746-1827) berpendapat bahwa
pendidikan dimulai di rumah, melalui berbagai kegiatan yang dilakukan anak pada
waktu bermain.
Menurut Husein, dkk. (2002) anak usia
dini berada pada masa lima tahun pertama yang disebut masa Golden Age,
masa ini merupakan masa emas perkembangan anak. Anak pada usia tersebut
mempunyai potensi demikian besar untuk mengoptimalkan segala aspek
perkembangannya, termasuk keterampilan perkembangan motoriknya, artinya
perkembangan keterampilan motorik sebagai perkembangan unsur kematangan dan
pengendalian gerak tubuh. Terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara
kebugaran tubuh, keterampilan motorik dan kontrol motorik. Keterampilan motorik
anak usia dini (AUD) tidak akan berkembang tanpa adanya kematangan kontrol
motorik, kontrol motorik tidak akan optimal tanpa kebugaran tubuh,
kebugaran tubuh tidak akan tercapai tanpa latihan fisik.
Anak usia dini yang berusia 2-6 tahun
memiliki energi yang tinggi. Energi dibutuhkan untuk melakukan berbagai
aktivitas yang diperlukan dalam meningkatkan penampilan fisik, baik yang
berkaitan dengan peningkatan keterampilan motorik kasar, seperti berlari,
melompat, bergantung, melempar bola atau menendangnya, maupun motorik halus,
seperti menggunakan jari-jari atau menyusun puzzle, memilih balok, dan
menyusunnya menjadi bangunan tertentu.
Kegiatan fisik dan pelepasan energi
dalam jumlah besar merupakan ciri aktivitas dari anak usia ini. Hal ini
disebabkan oleh energi yang dimiliki anak dalam jumlah besar tersebut
memerlukan penyaluran melalui berbagai aktivitas fisik, baik kegiatan fisik
yang berkaitan dengan motorik kasar maupun gerakan motorik halus.
Selanjutnya program pengembangan
keterampilan motorik AUD seringkali terabaikan atau dilupakan oleh orang
tua, pembimbing atau bahkan guru sendiri. Hal ini lebih dikarenakan mereka
belum memahami bahwa program pengembangan keterampilan motorik menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dalam kehidupan AUD. Bertitik tolak dari hal tersebut di
atas dirasakan perlu dikembangkan sebuah model program pengembangan
keterampilan motorik pada AUD, agar semua pihak yang berkepentingan khususnya
para pendidik dapat memahami dan mampu menerapkan pada anak didiknya.
Menurut Husain, dkk (2002), terdapat
sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan keterampilan motorik pada AUD,
antara lain keturunan, makanan bergizi, masa pralahir, perkembangan
intelegensia, pola asuh atau peran ibu, kesehatan, perbedaan budaya dan ekonomi
sosial, perbedaan jenis kelamin, dan adanya rangsangan dari lingkungan serta
aktivitas jasmani.
Berbagai manfaat dapat diperoleh AUD
ketika ia makin terampil menguasai keterampilan motoriknya. Selain kondisi
badan makin sehat karena bergerak, ia juga akan lebih mandiri dan percaya diri.
Selanjutnya menurut Semiawan (2002) AUD yang dibimbing melalui program
pengembangan keterampilan motorik secara tepat biasanya diikuti dengan
berkembangnya keterampilan-keterampilan lainnya seperti keterampilan sosial
yang positif (keterampilan kerjasama, disiplin, fairness).
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka
penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
- Apa pengertian
dan karakteristik Anak Usia Dini ?
- Apa prinsip-prinsip Perkembangan Anak Usia Dini ?
- Bagaimana konsep
Pendidikan Anak Usia Dini ?
- Bagaimana
prinsip kegiatan pengembangan Anak Usia Dini ?
C.
Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
- Apa pengertian
dan karakteristik Anak Usia Dini ?
- Apa prinsip-prinsip Perkembangan Anak Usia Dini ?
- Bagaimana konsep
Pendidikan Anak Usia Dini ?
- Bagaimana
prinsip kegiatan pengembangan Anak Usia Dini ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan Karakteristik Anak Usia Dini
Dalam undang-undang tentang sistem
pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1
Ayat 14).
Anak usia dini adalah anak yang baru
dilahirkan sampai usia 6 tahun. Usia ini merupakan usia yang sangat menentukan
dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak (Sujiono, 2009:7). Usia dini
merupakan usia di mana anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat.
Usia dini disebut sebagai usia emas (golden age). Makanan yang bergizi
yang seimbang serta stimulasi yang intensif sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan
dan perkembangan tersebut.
Ada berbagai kajian tentang hakikat
anak usia dini, khususnya anak TK diantaranya oleh Bredecam dan Copple, Brener,
serta Kellough (dalam Masitoh dkk., 2005: 1.12 – 1.13) sebagai berikut.
1.
Anak bersifat unik.
2.
Anak mengekspresikan perilakunya secara relatif spontan.
3.
Anak bersifat aktif dan enerjik.
4.
Anak itu egosentris.
5.
Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap banyak hal.
6.
Anak bersifat eksploratif dan berjiwa petualang.
7.
Anak umumnya kaya dengan fantasi.
8.
Anak masih mudah frustrasi.
9.
Anak masih kurang pertimbangan dalam bertindak.
10.
Anak memiliki daya perhatian yang pendek.
11.
Masa anak merupakan masa belajar yang paling potensial.
12.
Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman.
B.
Prinsip-prinsip Perkembangan Anak Usia Dini
Prinsip-prinsip perkembangan anak usia
dini berbeda dengan prinsip-prinsip perkembangan fase kanak-kanak akhir dan
seterusnya. Adapun prinsip-prinsip perkembangan anak usia dini menurut
Bredekamp dan Coople (Siti Aisyah dkk., 2007 : 1.17 – 1.23) adalah sebagai
berikut.
1.
Perkembangan aspek fisik, sosial, emosional, dan kgnitif
anak saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu sama lain.
2.
Perkembangan fisik/motorik, emosi, sosial, bahasa, dan
kgnitif anak terjadi dalam suatu urutan tertentu yang relatif dapat diramalkan.
3.
Perkembangan berlangsung dalam rentang yang bervariasi antar
anak dan antar bidang pengembangan dari masing-masing fungsi.
4.
Pengalaman awal anak memiliki pengaruh kumulatif dan
tertunda terhadap perkembangan anak.
5.
Perkembangan anak berlangsung ke arah yang makin kompleks,
khusus, terorganisasi dan terinternalisasi.
6.
Perkembangan dan cara belajar anak terjadi dan dipengaruhi
oleh konteks sosial budaya yang majemuk.
7.
Anak adalah pembelajar aktif, yang berusaha membangun
pemahamannya tentang tentang lingkungan sekitar dari pengalaman fisik, sosial,
dan pengetahuan yang diperolehnya.
8.
Perkembangan dan belajar merupakan interaksi kematangan
biologis dan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial.
9.
Bermain merupakan sarana penting bagi perkembangan sosial,
emosional, dan kognitif anak serta menggambarkan perkembangan anak.
10. Perkembangan akan mengalami percepatan
bila anak berkesempatan untuk mempraktikkan berbagai keterampilan yang
diperoleh dan mengalami tantangan setingkat lebih tinggi dari hal-hal yang
telah dikuasainya.
11. Anak memiliki modalitas beragam (ada
tipe visual, auditif, kinestetik, atau gabungan dari tipe-tipe itu) untuk
mengetahui sesuatu sehingga dapat belajar hal yang berbeda pula dalam
memperlihatkan hal-hal yang diketahuinya.
12. Kondisi terbaik anak untuk berkembang
dan belajar dalam komunitas yang menghargainya, memenuhi kebutuhan fisiknya,
dan aman secara fisik dan fisiologis.
C.
Konsep Pendidikan Anak Usia Dini
1. Jalur Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia
Dini
Dalam undang-undang tentang sistem
pendidikan nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah
suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (UU Nomor 20 Tahun 2003 Bab I
Pasal 1 Ayat 14). Dalam pasal 28 ayat 3 Undang-undang Sistem Pendidikan
Nasional dinyatakan bahwa pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan
formal berbentuk Taman Kanak-kanak (TK), Raudathul Athfal, atau bentuk lain
yang sederajat.
2. Satuan Pendidikan Anak Usia Dini
Satuan pendidikan anak usia dini
merupakan institusi pendidikan anak usia dini yang memberikan layanan
pendidikan bagi anak usia lahir sampai dengan 6 tahun. Di Indonesia ada
beberapa lembaga pendidikan anak usia dini yang selama ini sudah dikenal oleh
masyarakat luas, yaitu:
a.
Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudhatul Atfal (RA)
TK merupakan bentuk satuan pendidikan bagi anak usia dini
pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia 4
sampai 6 tahun, yang terbagi menjadi 2 kelompok : Kelompok A untuk anak usia 4
– 5 tahun dan Kelompok B untuk anak usia 5 – 6 tahun.
b.
Kelompok Bermain (Play Group)
Kelompok bermain berupakan salah satu bentuk pendidikan anak
usia dini pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program
pendidikan sekaligus program kesejahteraan bagi anak usia 2 sampai dengan 4
tahun (Sujiono, 2009: 23).
c.
Taman Penitipan Anak (TPA)
Taman penitipan anak merupakan salah satu bentuk pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan non formal yang menyelenggarakan program
pendidikan sekaligus pengasuhan dan kesejahteraan anak sejak lahir sampai
dengan usia 6 tahun. TPA adalah wahana pendidikan dan pembinaan kesejahteraan
anak yang berfungsi sebagai pengganti keluarga untuk jangka waktu tertentu
selama orang tuanya berhalangan atau tidak memiliki waktu yang cukup dalam mengasuh
anaknya karena bekerja atau sebab lain (Sujiono, 2009: 24).
3. Landasan Pengembangan Anak Usia Dini
Model program pengembangan keterampilan
motorik pada anak usia dini merupakan upaya untuk memperkaya atau melengkapi
ketersediaan bahan ajar yang telah ada khususnya tentang pengembangan
keterampilan motorik anak usia dini atau program aktivitas bermain/olahraga. Pertimbangan
pengembangan keterampilan motorik anak usia dini perlu mengacu pada landasan
sebagaimana berikut;
a.
Landasan Yuridis
Landasan yuridis ialah dasar-dasar
hukum yang ada atau peraturan yang berlaku di Indonesia dan berkaitan dengan
penyelenggaraan kegiatan pendidikan/pembinaan anak usia dini. Landasan tersebut
sesuai dengan hakekat pendidikan anak usia dini:
- Pancasila dan
UUD 1945
- UU
No.29 Tahun 2003, Sistem Pendidikan Nasional tentang Pendidikan Anak Usia
Dini, dan Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6 Tambahan Lembaran Negara
Nomor: 3390
- PP
Nomor 27 Tahun 2009 Pasal 3. Tentang Pendidikan Prasekolah bertujuan untuk
membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan,
keterampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan untuk pertumbuhan dan perkembangan
selanjutnya.
b.
Landasan Empiris
Kondisi di lapangan menunjukkan kecenderungan
bahwa lembaga-lembaga formal maupun informal serta masyarakat luas telah
memberi perhatian terhadap pendidikan anak usia dini. Namun di satu pihak
keadaan tersebut belum terdukung oleh ketersediaan bahan ajar atau buku-buku
yang memberikan bekal kebutuhan calon pembimbing anak usia dini yang berkaitan
dengan topik pengembangan keterampilan motorik anak usia dini masih dirasakan
belum lengkap atau memadai, yang berakibat pada pembimbingan menjadi kurang
variatif.
c.
Landasan Psikologis
Karakteristik psikologis manusia perlu
dipertimbangkan secara menyeluruh dalam merancang program pengembangan
karena akan melibatkan manusia baik secara langsung maupun tidak. Kondisi
psikologis setiap individu berbeda karena perbedaan faktor-faktor yang dibawa
dari kelahirannya. Kondisi inipun akan berbeda pula bergantung kepada konteks,
peranan, dan status individu di antara individu-individu yang lainnya.
Interaksi pembimbingan tercipta dalam situasi pendidikan harus sesuai dengan
kondisi psikologi para peserta didik maupun kondisi pendidiknya.
Anak usia dini adalah individu yang
sedang berada dalam masa atau proses perkembangan. Tugas utama yang
sesungguhnya dari para pendidik adalah membantu perkembangan mereka secara
optimal. Isi pendidikan perlu disesuaikan dengan pola-pola perkembangan anak. Perkembangan
atau kemajuan-kemajuan yang dialami individu sebagian besar terjadi karena
proses belajar, baik yang berlangsung melalui proses peniruan, pengingatan,
pembiasaan, pemahaman, penerapan maupun pemecahan masalah. Oleh karena itu
perlu dilakukan berbagai upaya menciptakan berbagai kegiatan pembelajaran agar
anak belajar seperti kegiatan belajar mana yang dapat memberikan hasil secara
optimal dan bagaimana proses pelaksanaannya yang mampu memberikan stimulasi
tepat. Oleh karena salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan
program pengembangan keterampilan motorik anak usia dini adalah psikologi
perkembangan anak usia dini.
d.
Landasan Sosio-Antropologis
Landasan sosiologis-antropologis pendidikan
mengacu kepada seperangkat konsep sosiologis umum yang menjadi sandaran atau
dasar titik tolak dalam menyusun program pengembangan kegiatan yang
dikembangkan. Landasan sosio-antropologis merupakan aspek penting, karena
kegiatan pendidikan sebagai salah satu aspek kehidupan manusia tidak dapat
dilepaskan dari aspek kehidupan masyarakat pada umumnya. Selanjutnya
objek-objek sosial budaya yang terkait antara lain mencakup (1) organisasi
sosial, (2) kebudayaan, (3) sosialisasi, (4) tingkat sosial, (5) perkumpulan-perkumpulan,
(6) penduduk dan ekologi. Objek-objek tersebut hendaknya menjadi pertimbangan
bagi kita dalam menyusun program pengembangan kegiatan pendidikan yang tidak
lepas dari lingkungan sosial budaya. Lingkungan sosial budaya yang membantu terjadinya
proses sosialisasi anak khususnya anak usia dini adalah: (1) lingkungan
keluarga, (2) lingkungan sepermainan/teman sebaya dan (3) lingkungan sekolah.
e.
Landasan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Mengacu pada pendekatan Developmentally
Appropriate Practice (DAP), pendidikan anak usia dini bertujuan untuk
mengembangkan seluruh potensi anak (the world child) agar kelak menjadi
manusia Indonesia seutuhnya melalui kegiatan pembelajaran yang menyenangkan,
mendidik dan demokratis yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan
anak.
Setiap anak dipandang unik. Meskipun
pola perkembangan dan pertumbuhan anak sama, kecepatan setiap anak mencapai
setiap tahap perkembangan yang berbeda-beda. Oleh karena itu pendidikan anak
usia dini perlu memperhatikan kebutuhan anak baik dalam kelompok usia maupun
kebutuhan sebagai individual. Anak dipandang sebagai individu yang baru
mengenal dunia. Pendidikan anak usia dini memperkenalkan anak dengan
lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial agar kelak dapat
hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya.
Perkembangan setiap anak ditentukan
oleh faktor genetis dan faktor lingkungan. Pendidikan anak usia dini
mengembangkan potensi genetis anak agar berkembang secara optimal melalui
rancangan yang menyesuaikan dengan kebutuhan individunya dan memperhatikan
bakatnya. Sedangan faktor lingkungan pendidik perlu merancang lingkungan
belajar yang menarik, menyenangkan dan menantang. Anak usia dini khususnya usia
taman kanak-kanak belajar terbaik melalui interaksi dengan benda-benda konkrit
bermakna, teman sebaya, dan orang yang lebih dewasa.
D. Prinsip Kegiatan
Pengembangan Anak Usia Dini
1.
Prinsip Pengembangan Kognitif
Minett ( 1994)
mendeskripsikan bahwa pengembangan kognitif seorang anak yang telah berusia
lebih dari satu tahun dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan pada anak
untuk berbicara prinsip-prinsip pengembangan kognitif sebagai berikut:
a)
Menyediakan banyak kesempatan bagi anak untuk
mempelajari ketrampilan
b)
Memberikan dukungan dan semangat ketika anak
memerlukannya.
c)
Katakan kepada anak apa yang terjadi dan bantu
mereka merencanakan aktivitas
Menurut Piaget tahapan
perkembangan anak terdiri dari empat tahap yaitu :
berikut :
1. Tahap sensorimotor: dari lahir hingga 2
tahun (anak mengalami dunianya melalui
gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi obyek)
2. Tahap pra-operasional: dari 2 hingga 7
tahun (mulai memiliki kecakapan
motorik)
3. Tahap operasional konkrit: dari 7 hingga
11 tahun (anak mulai berpikir
secara logis tentang kejadian-kejadian konkrit)
2. Prinsip Pengembangan Bahasa
Prinsip pengembangan bahasa antara lain;
a. Berbicaralah dengan melibatkan anak
b. Bacakan bacaan bercerita
c. Semangati anak menceritakan pengalamannya
d. Kunjungi perpustakaan secara teratur
Menurut Yusuf (2005:170) perkembangan bahasa anak
usia dini dapat diklasifikasikan ke dalam dua tahap (sebagai kelanjutan dari
dua tahap sebelumnya) yaitu sebagai berikut.
- Masa ketiga (2,0-2,6) yang bercirikan:
1)
Anak sudah
mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna.
2)
Anak sudah
mampu memahami tentang perbandingan misalnya burung pipit lebih kecil dari
burung perkutut, anjing lebih besar dari kucing.
3)
Anak banyak
menanyakan nama dan tempat: apa, dimana, dan darimana.
4)
Anak sudah
banyak menggunakan kata-kata yang berawalan dan yang berakhiran.
- Masa keempat (2,6-6,0) yang bercirikan:
1)
Anak sudah
dapat menggunakan kalimat majemuk beserta kalimatnya.
2)
Tingkat
berpikir anak sudah lebih maju, anak banyak menanyakan soal waktu, sebab akibat
melalui pertanyaan-pertanyaan: kapan, kemana, mengapa, dan bagaimana.
Perkembangan
bahasa anak merupakan proses biologis dan psikologis, karena melibatkan proses
pertumbuhan alami dan perkembangan psikologis sebagai akibat interaksi anak
dengan lingkungan. Kecepatan anak dalam berbicara (bahasa pertama) merupakan
salah satu keajaiban alam dan menjadi
bukti kuat dari dasar biologis untuk pemerolehan bahasa.
3. Prinsip Pengembangan Seni
Prinsip pengembangan seni antara lain:
a. Terimalah anak sesuai dengan tingkat perkembangan
b. Sediakan lingkungan yang nyaman bagi anak
c. Sediakan peralatan yang layak dengan usia anak
d. Jadilah sebagai fasilitator
4. Prinsip Pengembangan Fisik/Motorik
Prinsip pengembangan fisik antara lain;
a.
Rencanakan aktivitas fisik anak setiap hari
b.
Ciptakan aktivitas harian yang mencakup banyak
kesempatan untuk mengembangkan potensi anak
c.
Siapkan lingkungan outdoor
d.
Siapkan beragam peralatan
Tujuan model program pengembangan
keterampilan motorik pada anak usia dini, meliputi pengembangan keterampilan
motorik kasar dan motorik halus.
Pengembangan
keterampilan motorik kasar:
1)
Mampu meningkatkan keterampilan gerak.
2)
Mampu memelihara dan meningkatkan kebugaran jasmani
3)
Mampu menanamkan sikap percaya diri
4)
Mau bekerja sama
5)
Mampu berperilaku disiplin, jujur, dan sportif
Pengembangan
keterampilan motorok halus
1)
Mampu memfungsikan otot-otot kecil seperti gerakan jari tangan.
2)
Mampu mengkoordinasikan kecepatan tangan dengan mata.
3)
Mampu mengendalikan emosi
Adapun penyusunan bahan ajar model
program pengembangan keterampilan motorik pada anak usia dini ini adalah
untuk dijadikan sebagai pedoman bagi mahasiswa pendidikan anak usia dini, guru
TK, tenaga pendidik kelompok bermain, pengasuh dan pengelola Taman Penitipan
Anak (TPA) dan orang tua dalam mengembangkan keterampilan motorik anak usia
dini yang sesuai dengan masa pertumbuhan dan perkembangannya.
Fungsi model program pengembangan
keterampilan motorik anak usia dini. Setelah mengetahui tujuan dari pengembangan
keterampilan motorik, adapun fungsi pengembangannya adalah sebagai berikut;
Fungsi
model program pengembangan keterampilan motorik kasar.
1)
Sebagai alat pemacu pertumbuhan dan perkembangan jasmasi,
rohani, dan kesehatan untuk anak usia dini.
2)
Sebagai alat untuk membentuk, membangun dan memperkuat tubuh
anak usia dini.
3)
Sebagai alat melatih keterampilan dan ketangkasan gerak juga
daya pikir anak usia dini.
4)
Sebagai alat untuk meningkatkan perkembangan emosional.
5)
Sebagai alat untuk meningkatkan perkembangan sosial.
6)
Sebagai alat untuk menumbuhkan perasaan senang dan memahami
manfaat kesehatan pribadi.
Fungsi
model program pengembangan keterampilan motorik halus.
1)
Sebagai alat untuk mengembangkan keterampilan gerak kedua
tangan
2)
Sebagai alat untuk mengambangkan koordinasi kecepatan tangan
dengan gerakan mata.
3)
Sebagai alat untuk melatih penguasaan emosi.
BAB III
KESIMPULAN
Teori-teori
perkembangan merupakan dasar pendidikan bagi anak usia dini sebab kebanyakan
teori pendidikan anak usia dini dikembangkan berdasarkan teori perkembangan
anak. Teori perkembangan anak dijadikan dasar bagi pendidikan anak usia dini.
Prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini harus menjadi acuan dan landasan
dalam melaksanakan dan mengembangkan pola pendidikan bagi anak usia dini.
Tujuan model program pengembangan
keterampilan motorik anak usia dini meliputi pengembangan keterampilan motorik
kasar dan motorik halus. Fungsi pengembangan motorik kasar yaitu: Sebagai alat
pemacu pertumbuhan dan perkembangan jasmasi, rohani, dan kesehatan untuk anak
usia dini, membentuk, membangun dan memperkuat tubuh anak usia dini, melatih
keterampilan dan ketangkasan gerak juga daya pikir anak usia dini, meningkatkan
perkembangan emosional, Sebagai alat untuk meningkatkan perkembangan sosial,
dan menumbuhkan perasaan senang dan memahami manfaat kesehatan pribadi.
Sedangkan motorik halus berfungsi: Sebagai alat untuk mengembangkan
keterampilan gerak kedua tangan, mengambangkan koordinasi kecepatan tangan
dengan gerakan mata dan melatih penguasaan emosi.
DAFTAR PUSTAKA
Anita Yus, (2011). “Model
Pendidikan Anak Usia Dini”, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Masitoh dkk. (2005) Strategi
Pembelajaran TK. Jakarta: Erlangga.
Novan Ardy Wiyani
& Barnawi, (2012). “Format PAUD”, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Patmonodewo, S.
(2003) Pendidikan Anak Prasekolah. Jakarta: Rineka Cipta.
Peraturan Pemerintah
Dinas pendidikan Nasional, (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 58
Tahun 2009 Tentang Standar Pendidikan Anak usia Dini, Jakarta: Sinar
Grafika.
Siti Aisyah dkk.
(2007) Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini.
Jakarta: Universitas Terbuka.
Sujiono, Yuliani
Nurani. (2009) Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT
Indeks.
UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen.
Jakarta: Visimedia
Wahyudin, U. dan Agustin, M. (2011). Penilaian Perkembangan Anak Usia Dini. Bandung:
Refika Aditama
Wismiarti, R.S. &
Neni Arriyani, (2008). “Membangun Kecerdasan Anak 0-3 Tahun Melalui Membaca
dan Bermain”, Jakarta: Arga Publishing.
Yusuf, S.(2005). Psikologi Perkembangan Anak & Remaja. Bandung:Remaja Rosdakarya