Metode
berhubungan dengan proses-proses kognitif yang dituntut oleh
persoalan-persoalan yang muncul dari ciri pokok studi itu atau dengan kata lain
metode adalah kombinasi sistematik dari proses-proses kognitif dengan
menggunakan teknis khusus. Klasifikasi, konseptualisasi, abstraksi, penilain,
observasi, penilaian, observasi, eksperimen, generalisasi, induksi, deduksi,
argumen dari analogi dan akhirnya pemahaman itu sendiri adalah proses-proses
kognitif. Metode yang satu berbeda dengan metode yang lain, sesuai dengan
perbedaan cara yang digunakan untuk pikiran manusia dan tugas-tugas yang
dijalankan oleh pikiran tersebut. Dalam setiap metode ilmiah terdapat hubugan
yang dekat dan sistematik antara teori dan pengalaman. Pengamatan dan
eksperimen membantu kita dengan evidensi untuk membuat generalisasi dan
hipotesis-hipotesis yang di tes lewat deduksi-deduksi darinya serta
membandingkan semua ini dengan akibat-akibat dari pengamatan dan
eksperimen-eksperimen lebih lanjut
Secara umum dalam ilmu sosiologi, metode yang digunakan hanya dua jenis yaitu metode empiris serta metode rasionalistis. Metode empiris yaitu metode yang menyandarkan diri pada keadaan-keadaan yang dengan nyata di dapat di dalam masyarakat. Metode empiris dalam sosiologi diwujudkan dalam reseach atau penelitian.
Teknik-teknik reseach sudah demikian rupa perkembangannya dan menjadi metode ilmu pada umumnya. Teknik-teknik empiris itu pada umumnya berdasarkan pengalaman dan observasi terutama melalui alat-alat indra manusia.
Di dalam ilmu sosial metode-metode empiris itu harus diperkuat oleh metode mengerti ( Verstehe ) yang akan membantu memberi penilaian terhadap hal-hal yang subyektif lainnya yang kesemuanya sebagian saja nampak oleh indra mata.
Sedangkan metode rasionalistis yaitu metode yang disandarkan pada pemikiran dan logika sehat untuk mencapai pengertian tentang masalah-masalah kemasyarakatan.
Penelitian sosiologi agama menggunakan metode ilmiah. Bidang studinya meliputi fakta relegius yang bersifat subjektif seperti pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan maksud seseorang yang diungkapkan dalam tindakan-tindakan luar. Pemahaman ungkapan-ungkapan subjektif inilah yang membuat fakta menjadi suatu tindakan kebaktian, bukan sekedar gerakan biasa. Keadaan-keadaan itu dianggap bersifat subjektif karena terjadi dalam subjek manusia.
Secara umum dalam ilmu sosiologi, metode yang digunakan hanya dua jenis yaitu metode empiris serta metode rasionalistis. Metode empiris yaitu metode yang menyandarkan diri pada keadaan-keadaan yang dengan nyata di dapat di dalam masyarakat. Metode empiris dalam sosiologi diwujudkan dalam reseach atau penelitian.
Teknik-teknik reseach sudah demikian rupa perkembangannya dan menjadi metode ilmu pada umumnya. Teknik-teknik empiris itu pada umumnya berdasarkan pengalaman dan observasi terutama melalui alat-alat indra manusia.
Di dalam ilmu sosial metode-metode empiris itu harus diperkuat oleh metode mengerti ( Verstehe ) yang akan membantu memberi penilaian terhadap hal-hal yang subyektif lainnya yang kesemuanya sebagian saja nampak oleh indra mata.
Sedangkan metode rasionalistis yaitu metode yang disandarkan pada pemikiran dan logika sehat untuk mencapai pengertian tentang masalah-masalah kemasyarakatan.
Penelitian sosiologi agama menggunakan metode ilmiah. Bidang studinya meliputi fakta relegius yang bersifat subjektif seperti pikiran-pikiran, perasaan-perasaan dan maksud seseorang yang diungkapkan dalam tindakan-tindakan luar. Pemahaman ungkapan-ungkapan subjektif inilah yang membuat fakta menjadi suatu tindakan kebaktian, bukan sekedar gerakan biasa. Keadaan-keadaan itu dianggap bersifat subjektif karena terjadi dalam subjek manusia.
Penelitian
agama sebagai penelitian ilmiah harus memenuhi karakteristik ilmiah yaitu:
1. Didasarkan atas analisis yang empiris
2. Memenuhi syarat verification and falsification
3. Memenuhi syarat konsistensi logis
4. Mempunyai karakteristik intersubjectif dan interkomunikatif
1. Didasarkan atas analisis yang empiris
2. Memenuhi syarat verification and falsification
3. Memenuhi syarat konsistensi logis
4. Mempunyai karakteristik intersubjectif dan interkomunikatif
Dengan
demikian penelitian sosiologi agama adalah disiplin ilmiah yang mencari
pengetahuan seobjektif mungkn mengenai agama atau agama-agama atau gejala
agama.
Ada sedikit cara yang ditempuh oleh sosiologi agama untuk mencapai tujuannya. Sosiologi agama menempuh cara yang sama seperti sosiologi umum untuk mencapai maksudnya ialah dengan observasi, interview dan angket mengenai masalah-masalah keagamaan yang dianggap penting dan sanggup memberikan data-data yang dibutuhkan.
Berdasarkan pengertian psikologik, observasi atau yang biasa disebut dengan pengamatan adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap.
Ada sedikit cara yang ditempuh oleh sosiologi agama untuk mencapai tujuannya. Sosiologi agama menempuh cara yang sama seperti sosiologi umum untuk mencapai maksudnya ialah dengan observasi, interview dan angket mengenai masalah-masalah keagamaan yang dianggap penting dan sanggup memberikan data-data yang dibutuhkan.
Berdasarkan pengertian psikologik, observasi atau yang biasa disebut dengan pengamatan adalah kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi mengobservasi dapat dilakukan melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap.
Dalam
penelitian, observasi dapat dikategorikan dalam dua jenis:
1. Observasi non-sistematis yaitu yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrumen pengamatan.
2. Observasi sistematis yaitu yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan.
Metode kedua yang digunakan di dalam sosiologi agama adalah interview atau yang biasa disebut dengan istilah wawancara. Wawancara itu sendiri merupakan proses interaksi dan komunikasi yang mencakupi beberapa komponen yaitu pewawancara, responden, serta alat (kuesioner).
Metode berikutnya yang digunakan sosiologi agama dalam mencapai tujuannya adalah angket atau kuesioner yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.
Beberapa keuntungan metode angket ini diantaranya adalah dapat dijawab responden menurut kepercayaannya masing-masing, dapat dibuat anonim sehingga responden bebas, jujur dan tidak malu-malu menjawab. Dan metode ini sangat relevan dengan sosiologi agama yang membahas agama dalam lingkup sosialnya bukan hanya teologinya.
1. Observasi non-sistematis yaitu yang dilakukan oleh pengamat dengan tidak menggunakan instrumen pengamatan.
2. Observasi sistematis yaitu yang dilakukan oleh pengamat dengan menggunakan pedoman sebagai instrumen pengamatan.
Metode kedua yang digunakan di dalam sosiologi agama adalah interview atau yang biasa disebut dengan istilah wawancara. Wawancara itu sendiri merupakan proses interaksi dan komunikasi yang mencakupi beberapa komponen yaitu pewawancara, responden, serta alat (kuesioner).
Metode berikutnya yang digunakan sosiologi agama dalam mencapai tujuannya adalah angket atau kuesioner yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.
Beberapa keuntungan metode angket ini diantaranya adalah dapat dijawab responden menurut kepercayaannya masing-masing, dapat dibuat anonim sehingga responden bebas, jujur dan tidak malu-malu menjawab. Dan metode ini sangat relevan dengan sosiologi agama yang membahas agama dalam lingkup sosialnya bukan hanya teologinya.
-Karakteristik Metode
penelitian sosiologi Agama
Dalam memahami sasaran kajiannya, sosiologi agama mempunyai karakteristik sendiri, diantaranya yaitu:
Dalam memahami sasaran kajiannya, sosiologi agama mempunyai karakteristik sendiri, diantaranya yaitu:
1. Agama adalah
fenomena yang terjadi dalam subjek manusia serta terungapkan dalam tanda dan
simbol. Oleh karena itu perlu kecermatan dari peneliti untuk bisa memilih dan mengkategorikan
mana simbol dan tanda yang masuk pada sistem kepercayaan. Memahami gejala
keagamaan tidak hanya bisa mmelihat gerakan-gerakan tertentu tetapi juga harus
dimengerti gerakan itu dengan memahami kata-kata dan maksud sipelaku.
Berdasarkan itu dapat disimpulkan bahwa suatu gerakan itu merupakan fenomena
keagamaan.
2. Fakta relegius
bersifat subyektif. Ia merupakan keadaan mental manusia relegius dalam melihat
dan menginterptretasikan hal-hal tertentu. Bagi seorang peneliti, fakta
relegius itu bisa bersifat objektif dengan cara membiarkan fakta berbicara
untuk dirinya. Seorang peneliti harus bisa menempatkan suatu gejala keagamaan
menjadi suatu fakta dengan cara memahami bahwa manusia relegius memberikan
penilaian relegius yang mempengaruhi tindakan-tindakan dan perilakunya, bahwa
mereka menerima norma-norma dan aturan-aturan dalam ungkapan keyakinan relegius
mereka.
3. Pemahaman makna
fenomena agama diperoleh melalui pemahaman ungkapan-ungkapan keagamaan.
Ungkapan-ungkapan keagamaan meliputi kata-kata, tanda-tanda dan tingkah laku
yang ekspresif, hanya melalui ekspresiflah seorang peneliti bisa menangkap
pikiran-pikiran keagamaan seseorang dan hanya dengan jalan menyelami-melalui
empati dan pengalaman keagamaan peneliti seorang peneliti dapat memahami
pemikiran dan makna keagamaan orang lain
4. Pemahaman suatu
fenomena relegius meliputi empati terhadap pengalaman, pemikiran, emosi, dan
ide ide orang yang memluk suatu agama. Empati adalah usaha untuk mencoba
memahami perilaku orang lain berdasarkan pengalaman dan perilaku dirinya
sendiri
5. Fakta keagamaan
adalah fakta psikis dan spiritual. Oleh karenanya cara yang tepat dalam
penelitian sosiologi agama adalah oenelitian kualitatif dengan cara pemahaman
tingkah laku orang beragama untuk menangkap lebbih dalam dan intensionalitas
dari data relegius orang lain yang merupakan ekspresi dari pengalaman relegius
dan iman yang lebih dalam.
No comments:
Post a Comment