Puisi sebagai salah sebuah karya seni sastra yang dapat dikaji dari
bermacam-macam aspek. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat
bahwa puisi sebagai struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan saran
kepuitisan. Dapat pula puisi dikaji jenis-jenis atau ragamnya, mengingat bahwa
puisi memiliki beragam-ragam jenisnya. Hal ini mengingat hakika yang sebagai
karya seni yang selalu terjadi ketegangan antara konvensi dan pembaharuan
(inovasi) (Teeuw, 1980:12).
Meskipun demikian,
orang tidak akan dapatmemahami puisi secara sepenuhnya tanpa mengetahui dan
menyadari bahwa puisi itu karya esteti yang bermakna, yang mempunyai arti,
bukan hanya sesuatu yang kosong tanpa makna. Oleh karena itu, sebelum
pengakjian aspek yang lain, perlu lebih dahulu puisi dikaji sebagai sebuah
struktur yang bermakna dan bernilai estetis.
Puisi mengekspresikan
pemikiran yang membangkit akan perasaan, yang merangsang imajinasi pancaindra
dalam susunan panca indra. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang
direkam dan diekspresikan, dinyatakan dengan menarik dan member kesan. Puis itu
merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, digubah
dalam wujud yang paling berkesan. Segala ulangan susunan baris sajak yang
nampak di baris lain dengan tujuan menambah kebagusan sajak, itulah yang dimaksud
dengan korespondensi (Muljana, 1956: 113).
Dari ulasan-ulasan di
atas tentang puisi, yang merupakan sebuah struktur yang tersusun dari
bermacam-macam unsure dan sarana-sarana kepuitisannya. Dalam mencapai
kepuitisan itu penyair mempergunakan banyak cara yang secara bersamaan untuk
mendapatkan jaringan efek puitis yang sebanyak-banyaknya yang lebih besar
daripada pengaruh beberapa komponen secara terpisah penggunaannya.
Sebagaimana kita
ketahui bahwa sajak-sajak Chairi Anwar merupakan merupakan sajak yang disusun
dengan kata-kata yang sederhana dan lebih memperdalam makna.Chiril Anwar dan
cara hidupnya yang “jalang” telah menjadi semacam mitos, kita suka bahwa
sajak-sajak yang ditulis menjelang kematiannya menunjukkan sikap hidupnya yang
matang dan mengendap meskipun umurnya baru 26 tahun. Puisi ‘Derai-Derai Cemara’
ini merupakan sajak yang ditulisnya pada saat ia berada pada pembaringan di
rumah sakit.
Dalam sajak ini
Chairil Anwar meneriakkan keinginannya untuk tetaphidup walaupun umurnya telah
terbatas, yaitu 27 tahun tidak seperti kawan-kawannya yang lain, seperti HB
Jassin yang hidupnya lebih panjang daripada Chairil. Pada usia 26 tahun ia
menyadari bahwa hidupnya “hidup hanya menunda kekalahan…sebelum pada akhirnya
kita menyerah”. Sajak ini merupakan sebuah kesimpulan yang diutarakan dengan
sikap yang sudah mengendap, yang sepenuhnya menerima proses perubahan dalam
diri manusia yang memisahkannya dari gejolak masa lampau. Proses itu begitu
cepat, sehingga “ada yang tetapi tidak diucapkan”.
Pengaturan inipun
begitu tertib dantenang, masing-masing terdiri dari empat larik yang sepenuhnya
menggunakan rima a-b-a-b citraan alam yang digunakan Chairil pun menampilkan
ketenanangan itu: suara deraian cemara sampai di kejauhan menyababkan
hari terasa akan jadi malam, dan dahan yang di tingkap merapuh itu pun dipukul
angin yang terpendam. Dalam seluruh sajak ini, kata “dipukul” jelas merupakan
kata yang paling keras mengungkapkan masih adanya sesuatu di dalam yang
masih terpendam. Si aku dalam lirik sajak ini pun menyadari sepenuhnya bahwa hari
belum malam, namun terasa jadi malam.
ANALISIS KARYA
Derai-DeraiCemara
Karya :Chairil Anwar
Cemara menderai sampai jauh
Terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan ditingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada satu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak diucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
1994
Sebuah karya sastra
(fiksi), merupakan sebuah bangunan cerita yang menampilkan sebuah dunia yang
sengaja dikreasikan pengarang. Dengan demikian, karya sastra (fiksi)
menampilkan dunia dalam kata, bahasa, di samping juga dikatakan menampilkan
dunia dalam kemungkinan. Kata merupakan sarana terwujudnya bangunan cerita.
Kata merupakan sarana pengucapan karya sastra.
Karya sastra mempunyai
unsur-unsur yang membangunnya baik dari dalam maupun dari luar. Unsur-unsur
yang membangun itu adalah unsur intrinsic dan unsure ekstrinsik. Kedua unsure
inilah yang sering banyak disebutkan oleh parakritikus dalam rangka mengkaji
atau membicarakan karya sastra pada umumnya.
Unsur intrinsi adalah
unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur ini yang
menyebabkan karya hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur yang yang secara
factual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unusur ekstrinsik adalah
unsur-unsur yang berada di luar karya itu, tetapi secara tidak langsung
mempengaruhi bangunan atau system organisme karya sastra.
UNSUR-UNSUR INTRINSIK PUISI “DERAI-DERAI CEMARA”
1. Tema:
perubahan dalam diri manusia yang terpisah dari kehidupan masa lalu
2. Rasa:
sedih
3. Nada:
iba atau merengek
4. Amanat:
kehidupan hanyalah perjalanan yang keras untuk ditempuh dan setiap manusia akan
mati dengan tenang kalau apa yang harapkannya tercapai.
5. Diksi:
diksi yang digunakan dalam sajak ini sangat sederhana dan dingin, sehingga
pembaca seolah-olah mengalami pesakitan yang dialami oleh pengarang.
6. Imajinasi:
imajinasi yang digunakan oleh pengarang sangat tinggi walaupun menggunakan
kata-kata yang sederhana tetapi sangat menyentuh hati pembaca
7. Kata-kata
konkret: kata-kata yang jika dilihat secara denotative sama, tetapi secara
konotatif tidak sama, bergantung pada situasi dan kondisi pemakainya.
8. Gaya
bahasa: bahasa yang digunakan pengarang dalam sajak ini sangat sederhana, dan
dengan kesederhanaan itu pengarang mencapai kepada klimaks yang ingin
disampaikan
9. Irama:
irama dalam sajak ini tidak terlalu tinggi-tidak juga rendah
10. Rima: unsur bunyi
dalam sajak ini sangat dingin sehingga menimbulkan kemerduan puisi, dan dapat
memberikan efek terhadap makna, nada dan suasana puisi tersebut
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairil. 1991. Aku Ini Binatang Jalang. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama
~~~~~~~(diedit oleh Pamusuk Eneste )~~~~~~~~~~
Nurgiyantoro, Burhan. 1994.Teori Pengkajian Fiksi.Yogyakarta:
Gajah Mada University Press
Teeuw, Andres. 1983.Membaca dan Menilai Sastra. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama
Pradopo, RahmatJoko. 2000. Pengkajian Puisi: Analisis Strata
Norma dan Analisis Struktural dan Semiotik.Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
No comments:
Post a Comment