2.1.1 Hakikat
Aplikasi Pengembangan Moral di Lembaga PAUD
Pengembangan moral anak di taman
kanak-kanak adalah suatu upaya pendidikan yang bertujuan mengenalkan aturan
kehidupan manusia dalam konteks hubungan sosial di antara sesama manusia sejak
dini. Upaya ini bukan saja seiring dengan kehidupan berbudaya, tetapi jauh
lebih penting lagi sebagai proses regenerasi peradaban dalam rangka pelestarian
etika, norma, dan nilai-nilai luhur kehidupan manusia sejak dini. Itulah
urgensinya yang menyebabkan aplikasi pengembangan moral di lembaga PAUD menjadi
suatu hal strategis dan tepat dilaksanakan.
Salah satu contoh aplikasi
pengembangan moral di lembaga PAUD adalah mereka didekatkan dengan berbagai
kegiatan yang kreatif dan menyenangkan, tetapi senantiasa diwarnai oleh
pendekatan moral yang dimunculkan dalam bentuk kegiatan rutin ataupun spontan
dan terprogram dengan baik. Anak diajak mengenal teman seusianya, saling
memberi, meminjamkan sesuatu kepada yang membutuhkannya, dan membiasakan peduli
serta sikap berterima kasih terhadap kebaikan orang lain. Tidak ubahnya konteks
kehidupan mereka seperti sebuah miniatur kehidupan umat manusia.
Kehidupan anak-anak dalam
konteks ilmu sosial tidak berbeda dengan manusia pada umumnya. Mereka memiliki
naluri untuk bergaul, berteman, bersosialisasi, dan bermain bersama. Dunia
mereka memang masih terbatas dari apa yang mereka ketahui dan belum memiliki
banyak pengetahuan terhadap hal-hal yang bersifat abstrak. Bermain adalah dunia
mereka, pekerjaan mereka dan aktivitas rutin mereka. Namun, kita jangan pernah
menganggap bahwa dalam bermain itu tidak ada manfaatnya. Tidak jarang saat ini
kita banyak menemukan orang tua yang melarang atau mengurangi hak anak untuk
bermain dengan berbagai alasan. Mulai dari harus membantu pekerjaan orang
tuanya, ingin memperoleh prestasi macam-macam dengan tambahan berbagai
aktivitas les, dan karena takut anaknya mendapat pengaruh negatif dari
pergaulan dalam bermain tersebut.
Adapun pengertian moral berasal
dari bahasa latin mores, dari suku kata mos yang artinya adat istiadat,
kelakuan, watak, tabiat, akhlak (K.Prent, et al dalam Soenarjati 1989 : 25).
Dalam perkembangannya moral diartikan sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku
yang baik, yang susila (Amin Suyitni, dalam Soenarjati 1989 : 25). Dari
pengertian itu dikatakan bahwa moral adalah berkenaan dengan kesusilaan.
Seorang individu dapat dikatakan baik secara moral apabila bertingkah laku
sesuai dengan kaidah-kaidah moral yang ada. Sebaliknya jika perilaku individu
itu tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada, maka ia akan dikatakan jelek
secara moral.Terkait dengan persoalan moral, para ahli psikologi dan ahli
filsafat tidak didapatkan kata sepakat mengenai persoalan apa sebenarnya yang
membentuk suatu masalah moral.
Namun demikian sebagian para
ahli sependapat bahwa masalah moral akan muncul manakala terjadi suatu
pertentangan ataupun konflik mengenai persolan tujuan, rencana, hasrat ataupun
keinginan serta harapan manusia. Kepekaan seseorang mengenai kesejahteraan dan
hak orang lain merupakan pokok persoalan ranah moral. Kepekaan tersebut mungkin
tercermin dalam kepedulian seseorang akan konsekuensi tindakannya bagi orang
lain, dan dalam orientasinya terhadap pemilikan bersama serta pengalokasian
sumber pada umumnya. Ketika anak-anak berhadapan pada pertentangan seperti yang
telah dikemukakan di atas, maka diharapkan teori developmental dapat
mengatasinya. Dengan kata lain, teori ini memusatkan perhatian secara khusus
pada bagaimana cara anak-anak menghadapi pertentangan tersebut.
Selain itu, proses yang mereka
lakukan dalam menyelesaikan permasalahan moral dapat untuk memotivasi agar
memperhatikan kepentingan orang lain dan kecenderungan untuk merasa tidak
senang manakala mereka tidak memperhatikan kepentingan orang lain (Marthin L.
Hoffman, 1992: 470).Pendidikan moral merupakan salah satu pendekatan yang
dianggap sebagai gerakan utama dalam pendidikan nilai secara komprehensif seperti
telah dituliskan di muka. Pendidikan moral mencakup pengetahuan, sikap,
kepercayaan, keterampilan mengatasi konflik, dan perilaku yang baik, jujur, dan
penyayang (kemudian dinyatakan dengan istilah ”bermoral”). Tujuan utama
pendidikan moral adalah menghasilkan individu yang otonom, memahami nilai-nilai
moral dan memiliki komitmen untuk bertindak konsisten dengan nilai-nilai
tersebut. Pendidikan moral mengandung beberapa komponen yaitu: pengetahuan
tentang moralitas, penalaran moral, perasaan kasihan dan mementingkan
kepentingan orang lain, dan tendensi moral (Darmiyati Zuchdi, 2003:13).
2.1.2 Program
Kegiatan Aplikasi Moral di Lembaga PAUD
Pelaksanaan program kegiatan
aplikasi moral di lembaga PAUD adalah wujud dari pentingnya manusia sejak usia
dini mengenal arti dari aturan kehidupan di dunia ini. Sekecil apapun ruang
lingkup kehidupan manusia niscata memerlukan aturan agar dalam perjalanannya
mampu menciptakan keteraturan dan ketertiban hidup. Kita perlu mengenal setiap
orang di sekitar kita, baik dari jenis kelamin, sifat, watak maupun karakter
dasarnya. Dengan pemahaman seperti itu, manusia diharapkan dapat hidup selaras,
serasi dan seimbang ketika bersosialisasi dengan sesamanya.
Pengetahuan kita tentang hakikat
anak didik dalam kaitannya dengan pembentukan karakteristik ini penting dalam
memprediksikan atau memperkirakan kegiatan yang akan dilakukan/dibuat, bahan
yang dibutuhkan, interaksi apa yang perlu ada, atau pengalaman apa yang harus
anak rasakan secara aman, cara menjaga kegiatan tersebut agar sesuai dengan
prinsip kesehatan bagi anak, cara menarik minat anak, dan mendesain suatu
kegiatan yang menantang anak, tetapi dapat dicapai oleh anak itu sendiri.
Pembelajaran moral dalam konteks
ini tidak semata-mata sebagai suatu situasi seperti yang terjadi dalam
kelas-kelas belajar formal di sekolah, apalagi pembelajaran ini ditujukan pada
anak-anak usia dini dengan cirri utamanya senang bermain. Dari segi tahapan
perkembangan moral, strategi pembelajaran moral berbeda orientasinya antara
tahapan yang satu dengan lainnya. Pada anak usia 0 – 2 tahun pembelajaran lebih
banyak berorientasi pada latihan aktivitas motorik dan pemenuhan kebutuhan anak
secara proporsional. Pada anak usia antara 2 – 4 tahun pembelajaran moral lebih
diarahkan pada pembentukan rasa kemandirian anak dalam memasuki dan menghadapi
lingkungan. Untuk anak usia 4 – 6 tahun strategi pembelajaran moral diarahkan
pada pembentukan inisiatif anak untuk memecahkan masalah yang berhubungan
dengan perilaku baik dan buruk.
Esensi lain yang perlu menjadi
bahan pemahaman guru dan para orang tua dalam menentukan berbagai kegiatan dan
pendekatan yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar adalah pengetahuan
tentang teknik membentuk tingkah laku anak yang sesuai nilai-nilai moral.
Teknik-teknik itu meliputi hal berikut :
1.
Memahami
Tingkah laku anak harus dipahami guru
dengan sewajarnya walaupun tampak mengesalkan, menjengkelkan dan merepotkan.
Akan tetapi, bukan berarti guru menyetujui sepenuhnya, melainkan sesuai dengan
norma-norma yang berlaku.
2.
Mengabaikan
Tingkah laku yang tidak pantas dihilangkan
dengan cara mengabaikan, misalnya iika anak merengek-rengek. Dengan catatan,
sejauh itu tidak berbahaya, orang tua harus konsisten dengan sikapnya dan
dilakukan oleh seluruh anggota keluarga walau membutuhkan kesabaran dan
keteguhan. Jangan pernah membiarkan adanya oknum dari anggota keluarga yang
memberikan sikap kontradiktif dengan kita. Sangatlah kurang bijaksana apabila
di hadapan anak ada model bahan perlindungan negatif bagi diri anak yang pada
akhirnya akan turut membentuk kepribadian ganda anak.
3.
Mengalihkan perhatian
Mengalihkan kegiatan anak dari kegiatan
negatif dengan cara mengajukan pertanyaan ke arah lain, mengajak melakukan
sesuatu dan menyuruh melakukan kegiatan lain.
4.
Keteladanan
Keteladanan lebih efektif daripada
kata-kata pengaruh. Tingkah laku orang tua dan guru lebih penting dari usaha
orang tua yang dilakukan secara sadar untuk mengajar anak. Anak lebih
memerlukan teladan daripada kritik.
5.
Hadiah
Makin banyak orang tua atau guru tentang
kesenangan anak, makin efektif cara menentukan jenis hadiah. Ada dua cara
memberikan hadiah, memberi tahu anak bahwa ia akan diberi hadiah bila ia
bertingkah laku positif dan memberikan hadiah setelah anak bertingkah laku
positif tanpa diberi tahu terlebih dahulu.
6.
Perjanjian
Mengadakan persetujuan formal yang tertulis
antara anak dan orang tua atau guru sehingga tuntutan lebih jelas dan berisi
syarat-syarat tingkah laku dan hadiah. Ini diperlukan untuk anak yang tidak
atau kurang mempunyai motivasi dan menghindari percekcokan.
7.
Membentuk
Mengubah tingkah laku anak yang cukup
kompleks dengan cara membagi tugas menjadi komponen-komponen, melakukan secara
bertahap, mengatur tingkat kesulitan tugas, dan memberi hadiah untuk setiap
komponen. Contohnya anak memakai pakaian seragam sekolah sendiri dengan rapi.
8.
Mengubah lingkungan rumah
Mencegah tingkah laku negatif lebih efektif
daripada memperbaikinya. Ini dilakukan dengan cara menambah, mengurangi, dan
merapikan kembali lingkungan di sekitar anak.
9.
Memuji
Dorongan yang cukup kuat pada setiap orang
adalah ingin dianggap penting. Pujian memberikan rasa berharga, mampu, dan
percaya diri pada anak. Hal ini sangat penting pada anak yang rendah diri dan
pemalu. Tingkah laku positif apabila tidak diuji akan melemah atau hilang.
10. Mengajak
Caranya dengan memengaruhi anak untuk
melakukan sesuatu yang membangkitkan perasaan, dorongan dan cita-cita daripada
logika/intelektual. Strategi yang dapat dilakukan adalah kata-kata mengimbau,
dramatisasi serta meningkatkan kualitas ajakan.
11. Menantang
Memberi tantangan yang bersifat bersahabat
lebih efektif terhadap anak yang dianggap mampu, tetapi kurang motivasi, dan
sangat efektif untuk anak balita. Cara ini cocok dilakukan untuk tugas-tugas
sederhana.
12. Menggunakan
akibat yang wajar dan alamiah
Membiarkan anak untuk belajar mengalami
13. Sugesti
Memasukkan sesuatu pikiran ke dalam jiwa
anak. Sugesti tidak melakukan tekanan sehingga anak bebas untuk melakukan
sikap. Lebih efektif bila yang memberikannya
14. Meminta
Mengimbau anak untuk melakukan sesuatu bagi
orang tua. Anak akan memenuhi permintaan bila ada hubungan positif antara orang
tua dan anak. Orang tua harus bersedia menerima jawaban “ya” atau “tidak”
walaupun saat memerintah jawaban yang dikehendaki orang tua adalah “ya” orang
tua yang bijak akan lebih sedikit menggunakan perintah dan lebih sering
menggunakan permintaan, sugesti atau ajakan.
15. Peringatan
atau isyarat
Peringatan bias isyarat verbal atau
nonverbal dan harus dibedakan dengan omelan. Peringatan bersifat objektif,
sedangkan omelan bersifat emosional.
16. Kerutinan
dan kebiasaan
Kegiatan ini merupakan penanaman disiplin
sehari-hari. Kebiasaan harus dilaksanakan dengan konsisten, baik oleh orang tua
maupun anak. Penyimpangan terhadap aturan ini jangan ditoleransi.
17. Menghadapkan
suatu problem
Beritahukan kepada anak secara jelas bahwa
tingkah laku mereka menimbulkan suatu masalah yang tidak menyenangkan orang
lain.
18. Memecahkan
perselisihan
Penyelesaian konflik dengan teman-teman
yang lain lebih efektif dengan argumentasi yang logis daripada penyelesaian
dengan berkelahi.
19. Menentukan
batas-batas aturan
Agar batasan efektif, perlu mengacu hal-hal
berikut ini:
a.
Jangan terlalu banyak pembatasan
b.
Batasan harus jelas dan spesifik
c.
Aturan harus konsisten
d.
Berkatalah dengan kata yang menunjukkan cara
positif
e.
Beri suatu tenggat
f.
Bangunlah hubungan timbal balik
g.
Harapkanlah kerelaan
h.
Bertahap
i.
Berikan kesempatan anak untuk memberi
pertimbangan
j.
Tinjauan berkala
k.
Mendesak
l.
Beri pujian
m.
Beri umpan balik
n.
Beri pilihan
o.
Tingkatkan pengaturan diri sendiri
p.
Buatlah suatu pernyataan positif daripada yang
negatif
q.
Menggunakan permintaan
r.
Menggunakan pengurangan secara bertahap
s.
Disertai keyakinan
20. Menimbulkan
hukuman
Hukuman terdiri atas hukuman saat melakukan
perbuatan yang tidak menyenangkan, pencabutan suatu kesenangan, dan menimpakan
kesakitan baik kejiwaan maupun fisik.
Berikut ini adalah pedoman dalam
menjatuhkan hukuman :
a.
Jelas dan terang
b.
Menunjukkan alternatif yang dapat diterima
c.
Tingkah lakunya yang dicela bukan anaknya
d.
Konsisten
e.
Kembangkan suatu hubungan yang bersifat kasih
sayang
f.
Kumpulkan semua fakta
g.
Penggunaan hukuman hanya sebagai usaha terakhir
h.
Waktu yang secepatnya
i.
Beri hadiah untuk tingkah laku yang positif
j.
Perhatikan efek hukuman bagi anak
k.
Melibatkan anak
l.
Tenang dan objektif
m.
Adil
n.
Tidak ada hukuman ganda
o.
Harus bersifat pribadi
p.
Usahakan pencegahan
q.
Gabungkan dengan dukungan pada anak
r.
Turut mengalami
s.
Berilah suatu peringatan
t.
Hindari kecenderungan untuk menjadi orang tua
yang sempurna
21. Penentuan
waktu dan jumlah hukuman
Penjatuhan hukuman akan lebih baik jika
segera dilakukan ketika perbuatan salah itu dilakukan dan jangan menunda-nunda
hukuman. Anak akan lebih cepat mempelajari suatu tingkah laku baru, jika mereka
diberi penguatan berupa sanksi, setiap mereka melaksanakan tingkah laku itu.
Hal yang terbaik adalah pemberian penguatan sebanyak mungkin sampai dia
menguasai dan memiliki tingkah laku tertentu dan selanjutnya berilah penguatan
itu sekali-kali saja.
22. Menggunakan
pengendalian secara fisik
Metode ini hanya dapat digunakan jika segala
teknik untuk mempengaruhi anak telah dilakukan dan menemui kegagalan. Sewaktu
menggunakan paksaan secara fisik, orang tua harus tetap tenang dan teguh.
Tunjukkan ketetapan hati dan bukan permusuhan. Hindari suara teriakan dan
tatapan mata yang melotot. Jelaskan alasan menggunakan paksaan fisik, yaitu
orang tua telah memberi peringatan akan konsekuensi-konsekuensinya tetapi anak
melanggarnya terus.
2.1.3 Penerapan
Pengembangan Moral di Lembaga PAUD
Anak dapat mengalami
perkembangan moral jika dirinya mendapatkan pengalamanan bekenaan dengan
moralitas. Perkembangan moral anak ditandai dengan kemampuan anak untuk
memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku (Suyanto, 2005: 67). Mengingat
moralitas merupakan factor penting dalam kehidupan manusia maka manusia sejak
dini harus mendapatkan pengaruh yang positif untuk menstimulasi perkembangan
moralnya.
Perkembangan moral anak tidak
terlepas dari lingkungan di luar rumah. Menurut Goleman (1997) dan Megawangi
(2004) dalam Aisyah dkk. (2007: 8.41 – 8.42), bahwa lingkungan sekolah berperan
dalam pengembangan moral anak usia dini. Pendidikan moral pada lembaga
pendidikan formal dimulai ketika anak-anak mengikuti pendidikan pada taman kanak-kanak.
Menurut Schweinhart (Aisyah dkk., 2007: 8.42), pengalaman yang diperoleh
anak-anak dari taman kanak-kanak memberikan pengaruh positif pada pada
perkembangan anak selanjutnya.
Di lembaga pendidikan formal
anak usia dini, peran pendidik dalam pengembangan moral anak sangat penting.
Oleh karena itu, menurut Megawangi (Aisyah, 2007: 8.45), pendidik harus
memperhatikan beberapa hal, yaitu sebagai berikut.
1)
Memperlakukan anak didik dengan kasih sayang,
adil, dan hormat.
2)
Memberikan perhatian khusus secara individual
agar pendidik dapat mengenal secara baik anak didiknya.
3)
Menjadikan dirinya sebagai contoh atau tokoh
panutan.
4)
Membetulkan perilaku yang salah pada anak didik.
Dalam kaitannya dengan penerapan
pengembangan moral di lembaga PAUD, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya,
program ini akan dapat dilaksanakan dengan banyak alternatif. Mulai dari
program terintegrasi, program sisipan, ataupun program khusus. Contoh penerapan
pengembangan moral dan nilai-nilai agama bagi anak usia dini dapat diwujudkan dalam
berbagai macam variasi kegiatan berikut :
1.
Kegiatan rutin sehari-hari (bersalaman dengan
guru, dan teman saat datang ke sekolah)
2.
Menyapa dengan salam keselamatan pada pagi hari,
siang hari, sore hari dan saat waktu tertentu
3.
Bermain bersama di luar kelas dengan membiasakan
budaya antre saat menggunakan mainan bergantian
4.
Belajar membantu teman dengan meminjamkan barang
atau mainan yang dibutuhkan teman
5.
Berdoa sebelum melakukan segala sesuatu
6.
Memanfaatkan metode bercerita dan mendongeng
sebagai wahana penanaman moral kepada anak secara tersembunyi
7.
Memanfaatkan buku cerita dengan penekanan
pengenalan nilai moral kehidupan
8.
Memanfaatkan peringatan keagamaan dan
melibatkannya sebagai momentum untuk mendekatkan dan memberi pengalaman nyata
kepada anak dalam penanaman moral dan nilai-nilai agama.
No comments:
Post a Comment