Friday, May 19, 2017

Aplikasi Pengembangan Moral di Lembaga PAUD


2.1.1 Hakikat Aplikasi Pengembangan Moral di Lembaga PAUD
Pengembangan moral anak di taman kanak-kanak adalah suatu upaya pendidikan yang bertujuan mengenalkan aturan kehidupan manusia dalam konteks hubungan sosial di antara sesama manusia sejak dini. Upaya ini bukan saja seiring dengan kehidupan berbudaya, tetapi jauh lebih penting lagi sebagai proses regenerasi peradaban dalam rangka pelestarian etika, norma, dan nilai-nilai luhur kehidupan manusia sejak dini. Itulah urgensinya yang menyebabkan aplikasi pengembangan moral di lembaga PAUD menjadi suatu hal strategis dan tepat dilaksanakan.
Salah satu contoh aplikasi pengembangan moral di lembaga PAUD adalah mereka didekatkan dengan berbagai kegiatan yang kreatif dan menyenangkan, tetapi senantiasa diwarnai oleh pendekatan moral yang dimunculkan dalam bentuk kegiatan rutin ataupun spontan dan terprogram dengan baik. Anak diajak mengenal teman seusianya, saling memberi, meminjamkan sesuatu kepada yang membutuhkannya, dan membiasakan peduli serta sikap berterima kasih terhadap kebaikan orang lain. Tidak ubahnya konteks kehidupan mereka seperti sebuah miniatur kehidupan umat manusia.
Kehidupan anak-anak dalam konteks ilmu sosial tidak berbeda dengan manusia pada umumnya. Mereka memiliki naluri untuk bergaul, berteman, bersosialisasi, dan bermain bersama. Dunia mereka memang masih terbatas dari apa yang mereka ketahui dan belum memiliki banyak pengetahuan terhadap hal-hal yang bersifat abstrak. Bermain adalah dunia mereka, pekerjaan mereka dan aktivitas rutin mereka. Namun, kita jangan pernah menganggap bahwa dalam bermain itu tidak ada manfaatnya. Tidak jarang saat ini kita banyak menemukan orang tua yang melarang atau mengurangi hak anak untuk bermain dengan berbagai alasan. Mulai dari harus membantu pekerjaan orang tuanya, ingin memperoleh prestasi macam-macam dengan tambahan berbagai aktivitas les, dan karena takut anaknya mendapat pengaruh negatif dari pergaulan dalam bermain tersebut.
Adapun pengertian moral berasal dari bahasa latin mores, dari suku kata mos yang artinya adat istiadat, kelakuan, watak, tabiat, akhlak (K.Prent, et al dalam Soenarjati 1989 : 25). Dalam perkembangannya moral diartikan sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik, yang susila (Amin Suyitni, dalam Soenarjati 1989 : 25). Dari pengertian itu dikatakan bahwa moral adalah berkenaan dengan kesusilaan. Seorang individu dapat dikatakan baik secara moral apabila bertingkah laku sesuai dengan kaidah-kaidah moral yang ada. Sebaliknya jika perilaku individu itu tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada, maka ia akan dikatakan jelek secara moral.Terkait dengan persoalan moral, para ahli psikologi dan ahli filsafat tidak didapatkan kata sepakat mengenai persoalan apa sebenarnya yang membentuk suatu masalah moral.
Namun demikian sebagian para ahli sependapat bahwa masalah moral akan muncul manakala terjadi suatu pertentangan ataupun konflik mengenai persolan tujuan, rencana, hasrat ataupun keinginan serta harapan manusia. Kepekaan seseorang mengenai kesejahteraan dan hak orang lain merupakan pokok persoalan ranah moral. Kepekaan tersebut mungkin tercermin dalam kepedulian seseorang akan konsekuensi tindakannya bagi orang lain, dan dalam orientasinya terhadap pemilikan bersama serta pengalokasian sumber pada umumnya. Ketika anak-anak berhadapan pada pertentangan seperti yang telah dikemukakan di atas, maka diharapkan teori developmental dapat mengatasinya. Dengan kata lain, teori ini memusatkan perhatian secara khusus pada bagaimana cara anak-anak menghadapi pertentangan tersebut.
Selain itu, proses yang mereka lakukan dalam menyelesaikan permasalahan moral dapat untuk memotivasi agar memperhatikan kepentingan orang lain dan kecenderungan untuk merasa tidak senang manakala mereka tidak memperhatikan kepentingan orang lain (Marthin L. Hoffman, 1992: 470).Pendidikan moral merupakan salah satu pendekatan yang dianggap sebagai gerakan utama dalam pendidikan nilai secara komprehensif seperti telah dituliskan di muka. Pendidikan moral mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan mengatasi konflik, dan perilaku yang baik, jujur, dan penyayang (kemudian dinyatakan dengan istilah ”bermoral”). Tujuan utama pendidikan moral adalah menghasilkan individu yang otonom, memahami nilai-nilai moral dan memiliki komitmen untuk bertindak konsisten dengan nilai-nilai tersebut. Pendidikan moral mengandung beberapa komponen yaitu: pengetahuan tentang moralitas, penalaran moral, perasaan kasihan dan mementingkan kepentingan orang lain, dan tendensi moral (Darmiyati Zuchdi, 2003:13).

2.1.2 Program Kegiatan Aplikasi Moral di Lembaga PAUD
Pelaksanaan program kegiatan aplikasi moral di lembaga PAUD adalah wujud dari pentingnya manusia sejak usia dini mengenal arti dari aturan kehidupan di dunia ini. Sekecil apapun ruang lingkup kehidupan manusia niscata memerlukan aturan agar dalam perjalanannya mampu menciptakan keteraturan dan ketertiban hidup. Kita perlu mengenal setiap orang di sekitar kita, baik dari jenis kelamin, sifat, watak maupun karakter dasarnya. Dengan pemahaman seperti itu, manusia diharapkan dapat hidup selaras, serasi dan seimbang ketika bersosialisasi dengan sesamanya.
Pengetahuan kita tentang hakikat anak didik dalam kaitannya dengan pembentukan karakteristik ini penting dalam memprediksikan atau memperkirakan kegiatan yang akan dilakukan/dibuat, bahan yang dibutuhkan, interaksi apa yang perlu ada, atau pengalaman apa yang harus anak rasakan secara aman, cara menjaga kegiatan tersebut agar sesuai dengan prinsip kesehatan bagi anak, cara menarik minat anak, dan mendesain suatu kegiatan yang menantang anak, tetapi dapat dicapai oleh anak itu sendiri.
Pembelajaran moral dalam konteks ini tidak semata-mata sebagai suatu situasi seperti yang terjadi dalam kelas-kelas belajar formal di sekolah, apalagi pembelajaran ini ditujukan pada anak-anak usia dini dengan cirri utamanya senang bermain. Dari segi tahapan perkembangan moral, strategi pembelajaran moral berbeda orientasinya antara tahapan yang satu dengan lainnya. Pada anak usia 0 – 2 tahun pembelajaran lebih banyak berorientasi pada latihan aktivitas motorik dan pemenuhan kebutuhan anak secara proporsional. Pada anak usia antara 2 – 4 tahun pembelajaran moral lebih diarahkan pada pembentukan rasa kemandirian anak dalam memasuki dan menghadapi lingkungan. Untuk anak usia 4 – 6 tahun strategi pembelajaran moral diarahkan pada pembentukan inisiatif anak untuk memecahkan masalah yang berhubungan dengan perilaku baik dan buruk.
Esensi lain yang perlu menjadi bahan pemahaman guru dan para orang tua dalam menentukan berbagai kegiatan dan pendekatan yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar adalah pengetahuan tentang teknik membentuk tingkah laku anak yang sesuai nilai-nilai moral. Teknik-teknik itu meliputi hal berikut :
1.      Memahami
Tingkah laku anak harus dipahami guru dengan sewajarnya walaupun tampak mengesalkan, menjengkelkan dan merepotkan. Akan tetapi, bukan berarti guru menyetujui sepenuhnya, melainkan sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
2.      Mengabaikan
Tingkah laku yang tidak pantas dihilangkan dengan cara mengabaikan, misalnya iika anak merengek-rengek. Dengan catatan, sejauh itu tidak berbahaya, orang tua harus konsisten dengan sikapnya dan dilakukan oleh seluruh anggota keluarga walau membutuhkan kesabaran dan keteguhan. Jangan pernah membiarkan adanya oknum dari anggota keluarga yang memberikan sikap kontradiktif dengan kita. Sangatlah kurang bijaksana apabila di hadapan anak ada model bahan perlindungan negatif bagi diri anak yang pada akhirnya akan turut membentuk kepribadian ganda anak.
3.      Mengalihkan perhatian
Mengalihkan kegiatan anak dari kegiatan negatif dengan cara mengajukan pertanyaan ke arah lain, mengajak melakukan sesuatu dan menyuruh melakukan kegiatan lain.
4.      Keteladanan
Keteladanan lebih efektif daripada kata-kata pengaruh. Tingkah laku orang tua dan guru lebih penting dari usaha orang tua yang dilakukan secara sadar untuk mengajar anak. Anak lebih memerlukan teladan daripada kritik.
5.      Hadiah
Makin banyak orang tua atau guru tentang kesenangan anak, makin efektif cara menentukan jenis hadiah. Ada dua cara memberikan hadiah, memberi tahu anak bahwa ia akan diberi hadiah bila ia bertingkah laku positif dan memberikan hadiah setelah anak bertingkah laku positif tanpa diberi tahu terlebih dahulu.
6.      Perjanjian
Mengadakan persetujuan formal yang tertulis antara anak dan orang tua atau guru sehingga tuntutan lebih jelas dan berisi syarat-syarat tingkah laku dan hadiah. Ini diperlukan untuk anak yang tidak atau kurang mempunyai motivasi dan menghindari percekcokan.
7.      Membentuk
Mengubah tingkah laku anak yang cukup kompleks dengan cara membagi tugas menjadi komponen-komponen, melakukan secara bertahap, mengatur tingkat kesulitan tugas, dan memberi hadiah untuk setiap komponen. Contohnya anak memakai pakaian seragam sekolah sendiri dengan rapi.
8.      Mengubah lingkungan rumah
Mencegah tingkah laku negatif lebih efektif daripada memperbaikinya. Ini dilakukan dengan cara menambah, mengurangi, dan merapikan kembali lingkungan di sekitar anak.
9.      Memuji
Dorongan yang cukup kuat pada setiap orang adalah ingin dianggap penting. Pujian memberikan rasa berharga, mampu, dan percaya diri pada anak. Hal ini sangat penting pada anak yang rendah diri dan pemalu. Tingkah laku positif apabila tidak diuji akan melemah atau hilang.
10.  Mengajak
Caranya dengan memengaruhi anak untuk melakukan sesuatu yang membangkitkan perasaan, dorongan dan cita-cita daripada logika/intelektual. Strategi yang dapat dilakukan adalah kata-kata mengimbau, dramatisasi serta meningkatkan kualitas ajakan.
11.  Menantang
Memberi tantangan yang bersifat bersahabat lebih efektif terhadap anak yang dianggap mampu, tetapi kurang motivasi, dan sangat efektif untuk anak balita. Cara ini cocok dilakukan untuk tugas-tugas sederhana.
12.  Menggunakan akibat yang wajar dan alamiah
Membiarkan anak untuk belajar mengalami
13.  Sugesti
Memasukkan sesuatu pikiran ke dalam jiwa anak. Sugesti tidak melakukan tekanan sehingga anak bebas untuk melakukan sikap. Lebih efektif bila yang memberikannya
14.  Meminta
Mengimbau anak untuk melakukan sesuatu bagi orang tua. Anak akan memenuhi permintaan bila ada hubungan positif antara orang tua dan anak. Orang tua harus bersedia menerima jawaban “ya” atau “tidak” walaupun saat memerintah jawaban yang dikehendaki orang tua adalah “ya” orang tua yang bijak akan lebih sedikit menggunakan perintah dan lebih sering menggunakan permintaan, sugesti atau ajakan.
15.  Peringatan atau isyarat
Peringatan bias isyarat verbal atau nonverbal dan harus dibedakan dengan omelan. Peringatan bersifat objektif, sedangkan omelan bersifat emosional.
16.  Kerutinan dan kebiasaan
Kegiatan ini merupakan penanaman disiplin sehari-hari. Kebiasaan harus dilaksanakan dengan konsisten, baik oleh orang tua maupun anak. Penyimpangan terhadap aturan ini jangan ditoleransi.
17.  Menghadapkan suatu problem
Beritahukan kepada anak secara jelas bahwa tingkah laku mereka menimbulkan suatu masalah yang tidak menyenangkan orang lain.
18.  Memecahkan perselisihan
Penyelesaian konflik dengan teman-teman yang lain lebih efektif dengan argumentasi yang logis daripada penyelesaian dengan berkelahi.
19.  Menentukan batas-batas aturan
Agar batasan efektif, perlu mengacu hal-hal berikut ini:
a.       Jangan terlalu banyak pembatasan
b.      Batasan harus jelas dan spesifik
c.       Aturan harus konsisten
d.      Berkatalah dengan kata yang menunjukkan cara positif
e.       Beri suatu tenggat
f.       Bangunlah hubungan timbal balik
g.      Harapkanlah kerelaan
h.      Bertahap
i.        Berikan kesempatan anak untuk memberi pertimbangan
j.        Tinjauan berkala
k.      Mendesak
l.        Beri pujian
m.    Beri umpan balik
n.      Beri pilihan
o.      Tingkatkan pengaturan diri sendiri
p.      Buatlah suatu pernyataan positif daripada yang negatif
q.      Menggunakan permintaan
r.        Menggunakan pengurangan secara bertahap
s.       Disertai keyakinan
20.  Menimbulkan hukuman
Hukuman terdiri atas hukuman saat melakukan perbuatan yang tidak menyenangkan, pencabutan suatu kesenangan, dan menimpakan kesakitan baik kejiwaan maupun fisik.
Berikut ini adalah pedoman dalam menjatuhkan hukuman :
a.       Jelas dan terang
b.      Menunjukkan alternatif yang dapat diterima
c.       Tingkah lakunya yang dicela bukan anaknya
d.      Konsisten
e.       Kembangkan suatu hubungan yang bersifat kasih sayang
f.       Kumpulkan semua fakta
g.      Penggunaan hukuman hanya sebagai usaha terakhir
h.      Waktu yang secepatnya
i.        Beri hadiah untuk tingkah laku yang positif
j.        Perhatikan efek hukuman bagi anak
k.      Melibatkan anak
l.        Tenang dan objektif
m.    Adil
n.      Tidak ada hukuman ganda
o.      Harus bersifat pribadi
p.      Usahakan pencegahan
q.      Gabungkan dengan dukungan pada anak
r.        Turut mengalami
s.       Berilah suatu peringatan
t.        Hindari kecenderungan untuk menjadi orang tua yang sempurna
21.  Penentuan waktu dan jumlah hukuman
Penjatuhan hukuman akan lebih baik jika segera dilakukan ketika perbuatan salah itu dilakukan dan jangan menunda-nunda hukuman. Anak akan lebih cepat mempelajari suatu tingkah laku baru, jika mereka diberi penguatan berupa sanksi, setiap mereka melaksanakan tingkah laku itu. Hal yang terbaik adalah pemberian penguatan sebanyak mungkin sampai dia menguasai dan memiliki tingkah laku tertentu dan selanjutnya berilah penguatan itu sekali-kali saja.
22.  Menggunakan pengendalian secara fisik
Metode ini hanya dapat digunakan jika segala teknik untuk mempengaruhi anak telah dilakukan dan menemui kegagalan. Sewaktu menggunakan paksaan secara fisik, orang tua harus tetap tenang dan teguh. Tunjukkan ketetapan hati dan bukan permusuhan. Hindari suara teriakan dan tatapan mata yang melotot. Jelaskan alasan menggunakan paksaan fisik, yaitu orang tua telah memberi peringatan akan konsekuensi-konsekuensinya tetapi anak melanggarnya terus.

2.1.3 Penerapan Pengembangan Moral di Lembaga PAUD
Anak dapat mengalami perkembangan moral jika dirinya mendapatkan pengalamanan bekenaan dengan moralitas. Perkembangan moral anak ditandai dengan kemampuan anak untuk memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku (Suyanto,  2005: 67). Mengingat moralitas merupakan factor penting dalam kehidupan manusia maka manusia sejak dini harus mendapatkan pengaruh yang positif untuk menstimulasi perkembangan moralnya.
Perkembangan moral anak tidak terlepas dari lingkungan di luar rumah. Menurut Goleman (1997) dan Megawangi (2004) dalam Aisyah dkk. (2007: 8.41 – 8.42), bahwa lingkungan sekolah berperan dalam pengembangan moral anak usia dini. Pendidikan moral pada lembaga pendidikan formal dimulai ketika anak-anak mengikuti pendidikan pada taman kanak-kanak. Menurut Schweinhart (Aisyah dkk., 2007: 8.42), pengalaman yang diperoleh anak-anak dari taman kanak-kanak memberikan pengaruh positif pada pada perkembangan anak selanjutnya.
Di lembaga pendidikan formal anak usia dini, peran pendidik dalam pengembangan moral anak sangat penting. Oleh karena itu, menurut Megawangi (Aisyah, 2007: 8.45), pendidik harus memperhatikan beberapa hal, yaitu sebagai berikut.
1)      Memperlakukan anak didik dengan kasih sayang, adil, dan hormat.
2)      Memberikan perhatian khusus secara individual agar pendidik dapat mengenal secara baik anak didiknya.
3)      Menjadikan dirinya sebagai contoh atau tokoh panutan.
4)      Membetulkan perilaku yang salah pada anak didik.
Dalam kaitannya dengan penerapan pengembangan moral di lembaga PAUD, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, program ini akan dapat dilaksanakan dengan banyak alternatif. Mulai dari program terintegrasi, program sisipan, ataupun program khusus. Contoh penerapan pengembangan moral dan nilai-nilai agama bagi anak usia dini dapat diwujudkan dalam berbagai macam variasi kegiatan berikut :
1.      Kegiatan rutin sehari-hari (bersalaman dengan guru, dan teman saat datang ke sekolah)
2.      Menyapa dengan salam keselamatan pada pagi hari, siang hari, sore hari dan saat waktu tertentu
3.      Bermain bersama di luar kelas dengan membiasakan budaya antre saat menggunakan mainan bergantian
4.      Belajar membantu teman dengan meminjamkan barang atau mainan yang dibutuhkan teman
5.      Berdoa sebelum melakukan segala sesuatu
6.      Memanfaatkan metode bercerita dan mendongeng sebagai wahana penanaman moral kepada anak secara tersembunyi
7.      Memanfaatkan buku cerita dengan penekanan pengenalan nilai moral kehidupan

8.      Memanfaatkan peringatan keagamaan dan melibatkannya sebagai momentum untuk mendekatkan dan memberi pengalaman nyata kepada anak dalam penanaman moral dan nilai-nilai agama.

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive