Berdasarkan beberapa pandangan maka ciri politik hukum dapat disebutkan sebagai berikut:
1) Adanya
suatu kebijakan dasar, yang diaplikasikan dari UUD 1945 kepada peraturan
perundang-undangan lainnya. Sebagai contoh:
a) di
bidang Lingkungan; prinsip-prinsip dan kebijakan dasar pengembangan dan
penyempurnaan hukum pengelolaan sumber daya alam pada penyempurnaan sistem
hukum diarahkan pada pengembangan kapasitas masyarakat sekitarnya sebagai
faktor-faktor untuk memperkuat ekonomi masyarakatnya dengan memperhatikan
keseimbangan di antara pemanfaatan yang efisien, ramah lingkungan serta kondisi
sosial dan ekonomi sekitarnya. Pendekatan hukum ini akan memperkuat
prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan Indonesia.
b) di
bidang penanaman modal; pengembangan kebijakan dasar penanaman modal diupayakan
dapat melakukan kerjasama dengan cara bermitra dengan usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi.
Di samping itu juga memberi perlakuan
yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap
memperhatikan kepentingan nasional; mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang
kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional;
dan mempercepat peningkatan penanaman modal.
c) di
bidang pertanahan; dasar kebijaksanaan pertanahan nasional (National Land
Policy) ditegaskan bahwa bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh
rakyat. Hak menguasai dari negara memberikan wewenang untuk:
(1) mengatur
dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan, dan pemeliharaan bumi,
air dan ruang angkasa tersebut,
(2) menentukan
dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air, dan ruang
angkasa, dan
(3) menentukan
dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan
hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
d) di
bidang ketenagakerjaan; perubahan penting dari kebijakan dasar ketenagakerjaan
di Indonesia, dengan antara lain menggantikan sistem Pasal 1601-1603 BW yang
lebih banyak mengacu kepada hubungan "privat" antara para pihak
(buruh dan majikan) dengan nuansa liberal "no work no pay"; memuat
aspek perlindungan terhadap buruh.
e) di
bidang pemberdayaan perempuan; meningkatkan keterwakilan dan partisipasi
perempuan di lembaga-lembaga pengambilan keputusan baik di bidang eksekutif, legislatif
dan yudikatif.
f) di
bidang perdagangan; kebijakan dasar pembiayaan ekspor nasional untuk mendorong
terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi peningkatan ekspor nasional; mempercepat
peningkatan ekspor nasional; membantu peningkatan kemampuan produksi nasional
yang berdaya saing tinggi dan memiliki keunggulan untuk ekspor; serta mendorong
pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi untuk mengembangkan
produk yang berorientasi ekspor.
g) di
bidang Hukum Islam; memperluas kompetensi absolut Pengadilan Agama yang
mencakup penyelesaian sengketa syariah merupakan tujuan politik hukum Islam Indonesia,
karena kompetensi hakim Pengadilan Agama dalam memutuskan sengketa ekonomi
syariah merupakan kemajuan yang signifikan terhadap legitimasi dan eksistensi
sistem ekonomi Islam di Indonesia. Sebab persoalan sengketa (dispute) adalah
sesuatu yang inherent dari keberadaan ekonomi Islam itu sendiri.
h) di
bidang Hukum adat, dengan melihat Politik Hukum Waris Adat.
i)
di bidang Otonomi Daerah, termasuk
kajian Pergeseran Politik Hukum Otonomi Daerah dan Politik Hukum tentang
Desentralisasi di Indonesia.
2) Adanya
suatu bentuk hukum, yang menjelma dalam berbagai tata urutan peraturan
perundang-undangan (ius constitutum).
3) Adanya
suatu isi hukum, yang menjelma dalam berbagai materi muatan peraturan perundang-undangan
(ius constitutum) berupa asas/prinsip, kaidah/norma, garis haluan sebagai
pedoman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang bersumber
dari cita hukum yang lebih tinggi yaitu Pancasila, Pembukaan UUD 1945 dan
Batang Tubuh UUD 1945.
4) Adanya
hukum yang akan dibentuk, yang menjelma dalam berbagai rancangan peraturan
perundang-undangan (ius constituendum).
5) Adanya
suatu lembaga atau badan yang berwenang dalam suatu negara yang membuat dan
menetapkan kebijakan tersebut (dalam hal ini pemerintah (eksekutif) dan Dewan Perwakilan
Rakyat (legislatif)).
6) Adanya
suatu arah hukum, yang menjelma dalam pola yang harus diikuti atau dipakai
dalam pembuatan peraturan perundang-undangan yaitu kodifikasi, ratifikasi,
pluralisme, harmonisasi, konkordansi atau rancangan peraturan perundang-undangan
yang baru (new legal drafting).
7) Adanya
suatu bentuk politik hukum yang jelas dan pasti yang menjelma dalam berbagai
bentuk peraturan perundang-undangan.
8) Adanya
suatu penentuan dan pengembangan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, yang
tertata secara sistematis dalam berbagai peraturan perundang-undangan.
9) Adanya
tujuan dan cita-cita politik hukum yang hendak dicapai, yaitu untuk menjamin
kepentingan masyarakat dan kepentingan perseorangan secara pasti dan adil.
10)
Berlaku dan mengikat secara umum, baik
bagi masyarakat maupun para pembuatnya di seluruh wilayah Indonesia, baik di
pusat maupun di daerah.
Politik hukum dapat dipahami dari
kalimat yang ada, sejauh kalimat tersebut jelas dan tidak diperdebatkan, kalau
ternyata menimbulkan perdebatan, maka politik hukum dapat dicari dari latar
belakang historis munculnya gagasan tentang pembentukan peraturan
perundang-undangan (tafsiran/interpretasi futuristic), apa sebenarnya yang
dikehendaki oleh pembuat undang-undang mengenai hal dimaksud. Dalam tatanan
peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh DPR bersama Pemerintah sekarang
ini hanya UU No.11 Tahun 1995 tentang Cukai yang telah diubah dengan UU No.39 Tahun
2007 tentang Perubahan UU No.11 Tahun 1995 tentang Cukai yang secara tegas dan
jelas menyebutkan adanya politik hukum, yang tertuang dalam Penjelasan umum
angka 6, yang berbunyi:
Dengan mengacu pada politik hukum
nasional, penyatuan materi yang diatur dalam undang-undang ini merupakan upaya penyederhanaan
hukum di bidang cukai yang diharapkan dalam pelaksanaannya dapat diterapkan
secara praktis, efektif, dan efisien. Menjadi hal yang sulit bagi kita untuk
mengetahui secara faktual karena politik hukum kebanyakan hanya secara implicit
terkandung dalam undang-undang yang dibentuk. Oleh karena itu harus dipahami
ajaran Montesquieu tentang Trias Politica, yaitu kekuasaan negara yang terdiri
atas 3 (tiga) pusat kekuasaan dalam lembaga negara, yaitu Eksekutif, Legislatif
dan Yudikatif.
Ketiga lembaga ini berfungsi sebagai sentra-sentra
kekuasaan negara yang masing-masing harus dipisahkan. Dalam kaitannya dengan
Politik Hukum, maka ketiga lembaga inilah yang berupaya menyusun tertib hukum
negara, sehingga disebut berwenang melakukannya.
No comments:
Post a Comment