a.
Arti
dan Makna Model Pembelajaran
Untuk mengatasi berbagai problematika
dalam pelaksanaan pembelajaran, tentu diperlukan model-model pembelajaran yang
dipandang mampu mengatasi kesulitan guru melaksanakan pembelajaran dan juga
kesulitan belajar peserta didik.
Model dapat diartikan sebagai kerangka
konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat
dipahami sebagai : 1. Suatu tipe atau desain, 2. Suatu deskripsi atau analogi
yang dipergunakan untuk membantu proses visualisasi sesuatu yang tidak dapat
diamati dengan langsung, 3. Suatu sistem asumsi-asumsi, data-data, dan
inferensi-inferensi yang dipakai untuk menggambarkan secara sistematis suatu
obyek atau peristiwa, 4. Suatu desain yang disederhanakan secara sistematis
dari suatu sistem kerja, suatu terjemahan realitas yang disederhanakan, 5.
Suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner, dan 6. Penyajian
yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat bentuk aslinya
(Komaruddin, 2000: 152).
Model dirancang untuk mewakili realitas
yang sesungguhnya, walaupun model itu sendiri bukanlah realitas dari dunia yang
sebenarnya. Atas dasar pengertian tersebut. Maka, model pembelajaran dapat
dipahami sebagai kerangka konseptual yang mendeskripsikan dan melukiskan
prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar dan
pembelajaran untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai
pedoman bagi para guru dalam melaksanakan pembelajaran.
Menurut Joyce dan Weil (2000: 13)
mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah :
Suatu deskripsi
dari lingkungan belajar yang menggambarkan perencanaan kurikulum,
kursus-kursus, desain unit-unit pembelajaran, perlengkapan belajar, buku-buku
pelajaran, buku-buyku kerja, program multimedia, dan bantuan belajar melalui
program komputer. Sebab, model-model ini menyediakan alat-alat pembelajaran
bagi para peserta didik.
Joyce dan Weil (2000)
mengemukakan ada empat kategori yang penting diperhatikan dalam model
pembelajaran. Yakni model informasi, model personal, model interaksi, dan model
tingkah laku. Model pembelajaran yang telah dikembangkan dan dites
keberlakuannya oleh para pakar pendidikan dengan mengklasifikasikan model
pembelajaran pada empat kelompok. Yaitu 1. Model pemrosesan informasi (infomation processing models), 2. Model
personal (personal family), 3. Model
sosial (social family), 4. Model
sistem perilaku dalam pembelajaran (behavioral
model of teaching).
Sejalan dengan teori
kovergensinya, William Stern mengimplementasikan nya dalam hal pembelajaran
telah menyebabkan munculnya berbagai teori-teori belajar dan model
pembelajaran. 1. Model behavioral yang terdiri dari belajar tuntas, belajar
kontrol diri sendiri, simulasi, dan bahan belajar asertif, 2. Model pemrosesan
informasi yang terdiri dari model pembelajaran inquiri, presentase kerangka
dasar atau “advance organizer”, dan
model pengembangan berfikir, dan 3. Model lainnya yang dapat dijadikan
pendekatan yang efektif dalam pembelajaran. Tetapi, model pembelajaran dengan
modul, model pembelajaran dengan kaset video, audio, komputer, dan pembelajaran
berprogram pelaksanaannya dalam pembelajaran benar-benar harus sesuai dengan
yang telah direncanakan dalam perencanaan pembelajaran yang disusun oleh guru.
Model pembelajaran akan
menjelaskan makna kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh guru selama pembelajaran
berlangsung. Setiap guru atau pendidik akan alasan-alasan mengapa dia melakukan
kegiatan dalam pembelajaran dengan menentukan sikap tertentu.
Rooijakkers (2003: 13)
mengemukakan bahwa :
Apabila
guru atau pendidik tidak mengetahui apa yang sebenarnya yang terjadi dalam
pikiran peserta didiknya untuk mengerti sesuatu, berarti dia pun tidak akan
dapat memberi dorongan yang tepat kepada mereka yang sedang belajar. Para
peserta didik akan mudah melupakan pelajaran yang diterimanya, jika guru tidak memberi
penjelasan yang benar dan menyenangkan.
Model satuan pelajaran yang
disusun dan dijabarkan oleh guru secara umum yang ada dalam kurikulum dan GBPP
menjadi tujuan instruksional khusus. Model satuan pelajaran ini guru menentukan
dan menyusun alat evaluasi untuk mengukur kemajuan belajar peserta didik,
memilih dan merumuskan bahan ajaran, merencanakan proses pembelajaran, serta
menentukan media dan alat pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran ini
selain sederhana, juga tidak menuntut biaya yang tinggi. Karena, disusun oleh
guru itu sendiri, baik mengenai isi, media yang digunakan, dan kegiatan
pembelajaran. Sedangkan, model pembelajaran dengan kaset video, audio,
komputer, dan pembelajaran berprogram disusun oleh tim atau lembaga khusus yang
terdiri dari beberapa ahli. Peran guru dalam model ini adalah sebagai pelaksana
atau fasilitator belajar. Karena, semua komponen pembelajaran telah disusun
secara terpadu dalam pusat teknologi pembelajaran (Sagala Syaiful, 2011: 178).
b.
Problematika
dan Kasus Model Pembelajaran
Pengalaman di antara guru atau pendidik
dalam proses pembelajaran menunjukkan bahwa ada pada beberapa sekolah. Model pembelajarannya
mengkondisikan peserta didik disibukkan oleh kegiatan-kegiatan yang kurang
perlu seperti mencatat bahan pelajaran yang sudah ada dalam buku, menceritakan
hal-hal yang tidak perlu, dan sebagainya. Sering pula ditemukan waktu kontak
antara guru dengan peserta didik tidak dimanfaatkan secara baik. Guru lebih suka memaksakan kehendaknya dalam
belajar peserta didik sesuai keinginannya dan ada juga guru untuk memudahkan
kerjanya meminta salah seorang peserta didik untuk mencatat dipapan tulis
kemudian peserta didik lainnya mencatat apa yang dicatat dipapan tulis dan
kegiatan-kegiatan lainnya yang kurang perlu dan sebagainya. Sedangkan guru yang
bersangkutan istirahat di ruang guru atau duduk di kelas asyik dengan
kegiatannya sendiri. Model pembelajaran seperti ini tentu saja dipandang tidak
mendidik seperti dikemukakan A.S. Neil (1973) menyebutkan bahwa :
“Saya percaya bahwa memaksakan apapun
dengan kekuasaan adalah salah. Seorang anak seharusnya tidak melakukan apapun
sampai dia mampu berpendapat dengan mengemukakan pendapatnya sendiri” (Hobson
dalam Palmer, 2003: 1). Pendapat Neil ini memberikan gambaran bahwa para
peserta didik diminta untuk berpikir dan belajar tanpa tekanan. Tetapi,
bimbingan dan arahan yang menganut prinsip-prinsip kemerdekaan dan demokrasi.
Masalah lainnya adalah kepala sekolah
tidak memanfaatkan kesempatan yang ada untuk melalukan evaluasi tentang program
pembelajaran. Kepala sekolah tersebut membiarkan para guru menggunakan model
pembelajaran yang telah lama dilaksanakan atau bersifat rutin belaka. Sehingga,
kepala sekolah tidak mengetahui mana yang harus diperbaiki dan mana yang
dikembangkan dalam program pembelajaran. Seharusnya, kepala sekolah mendorong
para guru menggunakan model-model pembelajaran yang dapat memberi jaminan bahwa
pembelajaran dilakukan atas dasar prinsip-prinsip pedagogik.
Dukungan kepala sekolah ini diwujudkan dalam
bentuk menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk pembelajaran. Sejalan dengan
pendapat tersebut, maka pijakatn utama bagi praktek pembelajaran yang bijak
dari seorang pendidik yang terlatih menurut kontrol dan rutin serta bantuan
nyata sesuai aturan-aturan sosial. Namun, tetap dengan kebebasan pribadi yang
luas (Hinshelwood dalam Palmer, 2003: 11). Artinya keterampilan guru dalam
menggunakan sarana dan prasarana dalam pembelajaran secara optimal adalah
penting.
No comments:
Post a Comment