Pada dasarnya setiap anak memiliki kemampuan membaca. Kemampuan membaca
permulaan pada anak diawali dengan pengenalan benda-benda yang ada disekitarnya
dan diungkapkan sebagai hasil memperoleh pesan maupun informasi. Oleh karena
itu, membaca permulaan merupakan kemampuan dasar dalam kehidupan anak dan
bimbingan orang disekitarnya merupakan kewajiban dalam mempersiapkan
mengembangkan kemampuan membaca permulaan sejak dini.
Membaca merupakan proses dalam memahami tulisan yang bermakna.
Kridalaksana dalam Dhieni et al (2005: 5.5) mengemukakan bahwa membaca adalah
“keterampilan mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan lambang-lambang
grafis dan perubahannya menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam-diam
atau pengujaran keras-keras”.
Petty dan Jensen (Abdurrahman, 2002: 16) menyebutkan bahwa definisi membaca memliki
beberapa prinsip, di antaranya membaca merupakan interpretasi simbol-simbol
yang berupa tulisan, dan bahwa membaca adalah mentransfer ide yang disampaikan
oleh penulis bacaan. Maka dengan kata lain membaca merupakan aktivitas sejumlah
kerja kognitif termasuk persepsi dan rekognisi.
Dalam proses belajar membaca terdapat beberapa tahapan. Menurut Mercer
dalam Abdurrahman (2002: 201) tahap initial reading (membaca permulaan)
merupakan tahap kedua dalam membaca menurut. Tahap ini ditandai dengan
penguasaan kode alfabetik, di mana anak hanya sebatas membaca huruf per huruf
atau membaca secara teknis. Membaca secara teknis juga mengandung makna bahwa
dalam tahap ini anak belajar mengenal fonem dan menggabungkan (blending)
fonem menjadi suku kata atau kata.
Kemampuan membaca ini berbeda dengan kemampuan membaca secara formal
(membaca pemahaman), di mana seseorang telah memahami makna suatu bacaan. Tidak
ada rentang usia yang mendasari pembagian tahapan dalam proses membaca, karena
hal ini tergantung pada tugas-tugas yang harus dikuasai pembaca pada tahapan
tertentu. Huruf konsonan yang harus dapat dilafalkan dengan benar untuk membaca
permulaan adalah b, d, k, l, m, p, s, dan t. Huruf-huruf ini, ditambah dengan
huruf-huruf vokal akan digunakan sebagai indikator kemampuan membaca permulaan,
sehingga menjadi a, b, d, e, i, k, l, m, o, p, s, t, dan u.
Hakikat membaca permulaan
adalah kegiatan fisik dan mental untuk menentukan makna dari tulisan yang diajarkan sejak dini. Membaca
merupakan kemampuan yang bersifat reseptif karena melalui membaca seseorang akan memperoleh informasi,
memperoleh ilmu pengetahuan baru serta pengalaman-pengalaman baru. Berdasarkan penelitian (Goodman, Harse et al, Smith, Taylor, Teale dan Sulzby dalam Dhieni,
2008: 3.17) bahwa perkembangan kemampuan membaca permulaan merupakan proses interaktif dimana anak
adalah peserta
aktif.
Dasar keberhasilan membaca
permulaan yang didasarkan pada dua hal yakni kemunculan literasi anak (emergent literacy) dan
kebermaknaan belajar membaca bagi anak. Kegiatan membaca permulaan akan efektif bilamana
anak timbul rasa membutuhkan dan menginginkan. Berbagai penelitian yang dilakukan
di Universitas Wyoming menunjukkan bahwa keberhasilan kemampuan membaca (yang
dikenalkankan sejak dini) tidak dapat dipisahkan dari kesadaran akan struktur
bunyi dari kata-kata. Dalam membangkitkan kesadaran fonem, antara lain dapat distimulasi melalui
pembelajaran terpadu antara membaca dan menulis (Ukrainezt, dalam Musfiroh,
2009: 16).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengertian kemampuan membaca permulaan mengacu pada kecakapan (ability)
yang harus dikuasai pembaca yang berada dalam tahap membaca permulaan.
Kecakapan yang dimaksud adalah penguasan kode alfabetik, di mana pembaca hanya
sebatas membaca huruf per huruf, mengenal fonem, dan menggabungkan fonem
menjadi suku kata atau kata
No comments:
Post a Comment