Thursday, February 23, 2017

Konsep Warna



Warna termasuk salah satu unsur keindahan dalam seni dan desain selain unsur–unsur visual yang lain (Prawira, 1989: 4). Lebih lanjut, Sanyoto (2005: 9) mendefinisikan warna secara fisik dan psikologis. Warna secara fisik adalah sifat cahaya yang dipancarkan, sedangkan secara psikologis sebagai bagian dari pengalaman indera penglihatan. Nugraha (2008: 34) mengatakan bahwa warna adalah kesan yang diperoleh mata dari cahaya yang dipantulkan oleh benda–benda yang dikenai cahaya tersebut.
Selanjutnya, Laksono (1998: 42) mengemukakan bahwa warna merupakan bagian dari cahaya yang diteruskan atau dipantulkan. Terdapat tiga unsur yang penting dari pengertian warna, yaitu benda, mata dan unsur cahaya. Secara umum, warna didefinisikan sebagai unsur cahaya yang dipantulkan oleh sebuah benda dan selanjutnya diintrepetasikan oleh mata berdasarkan cahaya yang mengenai benda tersebut.
Warna dapat ditinjau dari dua sudut pandang, dari ilmu fisika dan ilmu bahan (Nugraha, 2008: 34). Lebih lanjut, warna dibagi menjadi dua menurut asal kejadian warna, yaitu warna additive dan subtractive (Sanyoto, 2005: 17–19). Warna additive adalah warna yang berasal dari cahaya dan disebut spektrum. Sedangkan warna subtractive adalah warna yang berasal dari bahan dan disebut pigmen. Kejadian warna ini diperkuat dengan hasil temuan Newton (Prawira, 1989: 26) yang mengungkapkan bahwa warna adalah fenomena alam berupa cahaya yang mengandung warna spektrum atau pelangi dan pigmen. Menurut Prawira (1989: 31), pigmen adalah pewarna yang larut dalam cairan pelarut.
Pada tahun 1831, Brewster (Nugraha, 2008: 35) mengemukakan teori tentang pengelompokan warna. Teori Brewster membagi warna–warna yang ada di alam menjadi empat kelompok warna, yaitu warna primer, sekunder, tersier, dan netral. Kelompok warna mengacu pada lingkaran warna teori Brewster dipaparkan sebagai berikut:
a. Warna Primer
Warna primer adalah warna dasar yang tidak berasal dari campuran dari warna–warna lain. Menurut teori warna pigmen dari Brewster, warna primer adalah warna–warna dasar (Nugraha, 2008: 37). Warna–warna lain terbentuk dari kombinasi warna–warna primer. Menurut Prang, warna primer tersusun atas warna merah, kuning, dan hijau (Nugraha, 2008: 37, Prawira, 1989: 21). Akan tetapi, penelitian lebih lanjut menyatakan tiga warna primer yang masih dipakai sampai saat ini, yaitu merah seperti darah, biru seperti langit/laut, dan kuning seperti kuning telur. Ketiga warna tersebut dikenal sebagai warna pigmen primer yang dipakai dalam seni rupa.
Secara teknis, warna merah, kuning, dan biru bukan warna pigmen primer. Tiga warna pigmen primer adalah magenta, kuning, dan cyan. Oleh karena itu, apabila menyebut merah, kuning, biru sebagai warna pigmen primer, maka merah adalah cara yang kurang akurat untuk menyebutkan magenta, sedangkan biru adalah cara yang kurang akurat untuk menyebutkan cyan.
b. Warna Sekunder
Warna sekunder merupakan hasil campuran dua warna primer dengan proporsi 1:1. Teori Blon (Prawira, 1989: 18) membuktikan bahwa campuran warna–warna primer menghasilkan warna–warna sekunder. Warna jingga merupakan hasil campuran warna merah dengan kuning. Warna hijau adalah campuran biru dan kuning. Warna ungu adalah campuran merah dan biru.
c. Warna Tersier
Warna tersier merupakan campuran satu warna primer dengan satu warna sekunder. Contoh, warna jingga kekuningan didapat dari pencampuran warna primer kuning dan warna sekunder jingga. Istilah warna tersier awalnya merujuk pada warna–warna netral yang dibuat dengan mencampur tiga warna primer dalam sebuah ruang warna. Pengertian tersebut masih umum dalam tulisan– tulisan teknis.
d. Warna Netral
Warna netral adalah hasil campuran ketiga warna dasar dalam proporsi 1:1:1. Campuran menghasilkan warna putih atau kelabu dalam sistem warna cahaya aditif, sedangkan dalam sistem warna subtraktif pada pigmen atau cat akan menghasilkan coklat, kelabu, atau hitam. Warna netral sering muncul sebagai penyeimbang warna–warna kontras di alam.
Munsell (Prawira, 1989: 70) mengemukakan teori yang mendukung teori Brewster. Munsell mengatakan bahwa:
“Tiga warna utama sebagai dasar dan disebut warna primer, yaitu merah (M), kuning (K), dan biru (B). Apabila warna dua warna primer masing–masing dicampur, maka akan menghasilkan warna kedua atau warnasekunder. Bila warna primer dicampur dengan warna sekunder akan dihasilkan warna ketiga atau warna tersier. Bila antara warna tersier dicampur lagi dengan warna primer dan sekunder akan dihasilkan warna netral.”

Rumus teori Munsell dapat digambarkan sebagai berikut:
Warna primer : Merah, Kuning, Biru
Warna Sekunder : Merah + Kuning = Jingga
Merah + Biru = Ungu
Kuning + Biru = Hijau
Warna Tersier : Jingga + Merah = Jingga kemerahan
Jingga + Kuning = Jingga kekuningan
Ungu + Merah = Ungu kemerahan
Ungu + Biru = Ungu kebiruan
Hijau + Kuning = Hijau kekuningan
Hijau + Biru = Hijau kebiruan

Pembelajaran Tentang Mengenal Warna
Pembelajaran mengenal warna merupakan salah satu indikator dari perkembangan kognitif anak di Taman Kanak–Kanak. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengenalan warna (Nugraha, 2008: 44), antara lain:
a.         Sesuai perkembangan kognitif dan cara berpikir anak.
b.        Penggunaan sumber belajar yang tersedia dan dekat dengan lingkungan anak.
c.         Konsisten menggunakan contoh dan aktivitas yang beragam, sehingga anak kaya dengan pengalaman belajar tentang warna.
d.        Kreatif dan bertanggung jawab dalam pembelajaran supaya anak memahami warna secara utuh.
Pengenalan warna pada anak usia prasekolah di Taman Kanak–kanak dapat dilakukan dengan praktik langsung. Praktik langsung yang dimaksud adalah praktik langsung dalam pandangan luas, yaitu pembelajaran dengan berbagai metode untuk menjadi perantara keberagaman anak didik di kelas. Anak terlibat aktif dalam kegiatan dan dapat memanipulasi warna secara langsung. Praktik langsung pengenalan warna di Taman Kanak–Kanak dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain:
a. Praktik Langsung
Praktik langsung sebagai metode adalah praktik langsung secara sempit (hands–on activity). Anak terlibat aktif dalam memanipulasi material dan objek pembelajaran, yaitu warna. Tidak ada tahapan yang khusus untuk pelaksanaan praktik langsung, akan tetapi terdapat beberapa panduan tentang langkah–langkah
yang dapat dilakukan sesuai proses pemikiran ilmiah yaitu:
1)   Pada tahap persiapan, guru menyiapkan lingkungan pembelajaran yang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Guru menyiapkan situasi pembelajaran yang beragam sehingga anak tertarik untuk mengamati, mengeksplorasi, dan melakukan percobaan. Selain itu, perlu disiapkan alat dan media yang mendukung proses pembelajaran dan sistem penilaian yang sesuai. Pada pengenalan warna, alat yang digunakan dapat berupa kertas warna, cat poster, kuas, dan krayon. Penilaian yang biasa digunakan dalam praktik langsung adalah portofolio dan daftar cek observasi.
2)   Tahap pelaksanaan
a)        Aktivitas dimulai dengan pengamatan terhadap objek atau fenomena.
Pengenalan warna dimulai dengan mengamati warna. Aktivitas harus memotivasi anak untuk bertanya secara alami dan anak harus bereksplorasi dengan melakukan kegiatan dan memahami fakta yang ditemukan.
b)        Guru mendorong anak untuk memperhatikan aspek atau situasi yang umumnya terlewatkan dalam kondisi normal. Eggers (2010) menambahkan bahwa bentuk stimulasi dapat berupa pertanyaan–pertanyaan terbuka. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang tidak mempunyai satu „jawaban benar dan membantu anak membuat prediksi tentang suatu fenomena ilmiah. Pertanyaan terbuka bertujuan untuk membangkitkan rasa ingin tahu anak untuk melakukan kegiatan. Contoh pertanyaan terbuka tentang warna adalah tentang proses terjadinya warna sekunder dan tersier.
c)        Anak melakukan percobaan secara langsung untuk menjawab prediksi dan pertanyaan dalam diri anak (Eggers, 2010). Guru berperan sebagai fasilitator dan motivator. Guru bertugas menyediakan alat yang dapat digunakan anak untuk merekam kegiatan yang dilakukan, seperti kertas, cat poster, kuas, dan krayon.
d)       Setelah kegiatan selesai, anak harus merefleksikan prediksi awal dengan hasil yang didapat.
Menurut Eggers (2010), anak belajar paling baik dari pemahaman sendiri daripada diberitahu fakta oleh guru. Anak mengetahui proses perubahan warna karena anak mengalami sendiri perubahan warna tersebut. Peran guru adalah membantu anak mengevaluasi perbedaan dari prediksi suatu fenomena dan fakta ilmiah yang ada.
Menurut Lumpe dan Oliver (Haury & Rillero, 1994), praktik langsung pengenalan warna akan semakin bermakna apabila menggunakan berbagai kegiatan untuk membuat suatu penemuan. Selain itu, jumlah kegiatan pada setiap pokok bahasan dilakukan lebih dari tiga kali dan setiap kegiatan memiliki focus pada pokok bahasan tertentu.
b. Demonstrasi
Metode demonstrasi mengembangkan kemampuan mengamati secara teliti tentang warna. Kegiatan ini bertujuan supaya anak memahami langkah – langkah melakukan kegiatan yang benar (Departemen Pendidikan Nasional, 2006: 31). Guru menunjukkan dan menjelaskan per tahap pengenalan warna secara konkrit. Anak dapat mengkomunikasikan pengamatan tentang warna, menirukan, dan mempraktikkan secara langsung kegiatan mengenal warna. Salah satu kegiatan yang dapat menggunakan metode ini adalah kegiatan mencampur warna. Penilaian berdasarkan pada hasil karya anak.
c. Eksperimen
Metode eksperimen mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah anak. Contoh kegiatan dengan metode eksperimen adalah mencampur warna. Anak dilibatkan dalam pengalaman langsung tentang perubahan warna. Guru memberikan contoh hasil eksperimen warna dan anak mencari tahu proses terjadinya warna tersebut melalui percobaan. Melalui metode eksperimen, anak belajar menemukan fakta–fakta tentang warna dan mencari tahu sebab perubahan warna (Departemen Pendidikan Nasional, 2006: 32). Penilaian berdasarkan unjuk kerja anak.
d. Pemberian tugas
Guru memberikan tugas yang berkaitan tentang warna pada anak. Pemberian tugas dapat berupa mencampur warna, mewarnai gambar, dan menggambar bebas. Anak mengenal warna melalui pemilihan warna–warna saat melakukan tugas tersebut. Penilaian berdasarkan pada hasil karya anak.
e. Bercakap–cakap
Metode bercakap–cakap berfungsi sebagai proses pemahaman anak terhadap warna. Proses ini meliputi proses mengingat tanpa objek (recall) dan dengan contoh objek (recognition).
f. Bermain

Metode bermain juga dapat digunakan dalam pembelajaran mengenal warna. Pengenalan warna dilakukan dengan alat bantu permainan, dapat berupa senter dan plastik transparan yang berwarna–warni. Anak belajar mengenal warna dan perubahan warna melalui cahaya yang keluar dari senter (Nugraha, 2008: 44).

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive