Warna termasuk salah satu
unsur keindahan dalam seni dan desain selain unsur–unsur visual yang lain
(Prawira, 1989: 4). Lebih lanjut, Sanyoto (2005: 9) mendefinisikan warna secara
fisik dan psikologis. Warna secara fisik adalah sifat cahaya yang dipancarkan,
sedangkan secara psikologis sebagai bagian dari pengalaman indera penglihatan. Nugraha
(2008: 34) mengatakan bahwa warna adalah kesan yang diperoleh mata dari cahaya
yang dipantulkan oleh benda–benda yang dikenai cahaya tersebut.
Selanjutnya, Laksono
(1998: 42) mengemukakan bahwa warna merupakan bagian dari cahaya yang
diteruskan atau dipantulkan. Terdapat tiga unsur yang penting dari pengertian
warna, yaitu benda, mata dan unsur cahaya. Secara umum, warna didefinisikan sebagai
unsur cahaya yang dipantulkan oleh sebuah benda dan selanjutnya
diintrepetasikan oleh mata berdasarkan cahaya yang mengenai benda tersebut.
Warna dapat ditinjau dari
dua sudut pandang, dari ilmu fisika dan ilmu bahan (Nugraha, 2008: 34). Lebih
lanjut, warna dibagi menjadi dua menurut asal kejadian warna, yaitu warna additive
dan subtractive (Sanyoto, 2005: 17–19). Warna additive adalah
warna yang berasal dari cahaya dan disebut spektrum. Sedangkan warna subtractive
adalah warna yang berasal dari bahan dan disebut pigmen. Kejadian warna ini
diperkuat dengan hasil temuan Newton (Prawira, 1989: 26) yang mengungkapkan
bahwa warna adalah fenomena alam berupa cahaya yang mengandung warna spektrum
atau pelangi dan pigmen. Menurut Prawira (1989: 31), pigmen adalah pewarna yang
larut dalam cairan pelarut.
Pada tahun 1831, Brewster
(Nugraha, 2008: 35) mengemukakan teori tentang pengelompokan warna. Teori
Brewster membagi warna–warna yang ada di alam menjadi empat kelompok warna,
yaitu warna primer, sekunder, tersier, dan netral. Kelompok warna mengacu pada
lingkaran warna teori Brewster dipaparkan sebagai berikut:
a. Warna Primer
Warna primer adalah warna
dasar yang tidak berasal dari campuran dari warna–warna lain. Menurut teori
warna pigmen dari Brewster, warna primer adalah warna–warna dasar (Nugraha,
2008: 37). Warna–warna lain terbentuk dari kombinasi warna–warna primer.
Menurut Prang, warna primer tersusun atas warna merah, kuning, dan hijau (Nugraha,
2008: 37, Prawira, 1989: 21). Akan tetapi, penelitian lebih lanjut menyatakan
tiga warna primer yang masih dipakai sampai saat ini, yaitu merah seperti
darah, biru seperti langit/laut, dan kuning seperti kuning telur. Ketiga warna
tersebut dikenal sebagai warna pigmen primer yang dipakai dalam seni rupa.
Secara teknis, warna
merah, kuning, dan biru bukan warna pigmen primer. Tiga warna pigmen primer
adalah magenta, kuning, dan cyan. Oleh karena itu, apabila
menyebut merah, kuning, biru sebagai warna pigmen primer, maka merah adalah
cara yang kurang akurat untuk menyebutkan magenta, sedangkan biru adalah
cara yang kurang akurat untuk menyebutkan cyan.
b. Warna Sekunder
Warna sekunder merupakan
hasil campuran dua warna primer dengan proporsi 1:1. Teori Blon (Prawira, 1989:
18) membuktikan bahwa campuran warna–warna primer menghasilkan warna–warna
sekunder. Warna jingga merupakan hasil campuran warna merah dengan kuning.
Warna hijau adalah campuran biru dan kuning. Warna ungu adalah campuran merah
dan biru.
c. Warna Tersier
Warna tersier merupakan
campuran satu warna primer dengan satu warna sekunder. Contoh, warna jingga
kekuningan didapat dari pencampuran warna primer kuning dan warna sekunder
jingga. Istilah warna tersier awalnya merujuk pada warna–warna netral yang
dibuat dengan mencampur tiga warna primer dalam sebuah ruang warna. Pengertian
tersebut masih umum dalam tulisan– tulisan teknis.
d. Warna Netral
Warna netral adalah hasil
campuran ketiga warna dasar dalam proporsi 1:1:1. Campuran menghasilkan warna
putih atau kelabu dalam sistem warna cahaya aditif, sedangkan dalam sistem
warna subtraktif pada pigmen atau cat akan menghasilkan coklat, kelabu, atau
hitam. Warna netral sering muncul sebagai penyeimbang warna–warna kontras di
alam.
Munsell (Prawira, 1989:
70) mengemukakan teori yang mendukung teori Brewster. Munsell mengatakan bahwa:
“Tiga warna utama
sebagai dasar dan disebut warna primer, yaitu merah (M), kuning (K), dan biru
(B). Apabila warna dua warna primer masing–masing dicampur, maka akan
menghasilkan warna kedua atau warnasekunder. Bila warna primer dicampur dengan
warna sekunder akan dihasilkan warna ketiga atau warna tersier. Bila antara
warna tersier dicampur lagi dengan warna primer dan sekunder akan dihasilkan
warna netral.”
Rumus teori Munsell dapat
digambarkan sebagai berikut:
Warna primer : Merah, Kuning, Biru
Warna Sekunder : Merah + Kuning = Jingga
Merah + Biru = Ungu
Kuning + Biru = Hijau
Warna Tersier : Jingga + Merah = Jingga kemerahan
Jingga + Kuning = Jingga kekuningan
Ungu + Merah = Ungu kemerahan
Ungu + Biru = Ungu kebiruan
Hijau + Kuning = Hijau kekuningan
Hijau + Biru = Hijau kebiruan
Pembelajaran Tentang Mengenal Warna
Pembelajaran mengenal
warna merupakan salah satu indikator dari perkembangan kognitif anak di Taman
Kanak–Kanak. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengenalan warna (Nugraha,
2008: 44), antara lain:
a.
Sesuai perkembangan kognitif dan cara berpikir anak.
b.
Penggunaan sumber belajar yang tersedia dan dekat
dengan lingkungan anak.
c.
Konsisten menggunakan contoh dan aktivitas yang
beragam, sehingga anak kaya dengan pengalaman belajar tentang warna.
d.
Kreatif dan bertanggung jawab dalam pembelajaran supaya
anak memahami warna secara utuh.
Pengenalan warna pada anak
usia prasekolah di Taman Kanak–kanak dapat dilakukan dengan praktik langsung.
Praktik langsung yang dimaksud adalah praktik langsung dalam pandangan luas,
yaitu pembelajaran dengan berbagai metode untuk menjadi perantara keberagaman
anak didik di kelas. Anak terlibat aktif dalam kegiatan dan dapat memanipulasi
warna secara langsung. Praktik langsung pengenalan warna di Taman Kanak–Kanak
dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain:
a. Praktik Langsung
Praktik langsung sebagai
metode adalah praktik langsung secara sempit (hands–on activity). Anak
terlibat aktif dalam memanipulasi material dan objek pembelajaran, yaitu warna.
Tidak ada tahapan yang khusus untuk pelaksanaan praktik langsung, akan tetapi
terdapat beberapa panduan tentang langkah–langkah
yang dapat dilakukan sesuai proses pemikiran ilmiah
yaitu:
1)
Pada tahap persiapan, guru menyiapkan lingkungan
pembelajaran yang kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Guru menyiapkan situasi
pembelajaran yang beragam sehingga anak tertarik untuk mengamati,
mengeksplorasi, dan melakukan percobaan. Selain itu, perlu disiapkan alat dan
media yang mendukung proses pembelajaran dan sistem penilaian yang sesuai. Pada
pengenalan warna, alat yang digunakan dapat berupa kertas warna, cat poster,
kuas, dan krayon. Penilaian yang biasa digunakan dalam praktik langsung adalah
portofolio dan daftar cek observasi.
2)
Tahap pelaksanaan
a)
Aktivitas dimulai dengan pengamatan terhadap objek atau
fenomena.
Pengenalan warna dimulai dengan
mengamati warna. Aktivitas harus memotivasi anak untuk bertanya secara alami
dan anak harus bereksplorasi dengan melakukan kegiatan dan memahami fakta yang
ditemukan.
b)
Guru mendorong anak untuk memperhatikan aspek atau
situasi yang umumnya terlewatkan dalam kondisi normal. Eggers (2010)
menambahkan bahwa bentuk stimulasi dapat berupa pertanyaan–pertanyaan terbuka.
Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang tidak mempunyai satu „jawaban benar‟
dan membantu anak membuat prediksi tentang suatu fenomena ilmiah. Pertanyaan
terbuka bertujuan untuk membangkitkan rasa ingin tahu anak untuk melakukan
kegiatan. Contoh pertanyaan terbuka tentang warna adalah tentang proses
terjadinya warna sekunder dan tersier.
c)
Anak melakukan percobaan secara langsung untuk menjawab
prediksi dan pertanyaan dalam diri anak (Eggers, 2010). Guru berperan sebagai
fasilitator dan motivator. Guru bertugas menyediakan alat yang dapat digunakan
anak untuk merekam kegiatan yang dilakukan, seperti kertas, cat poster, kuas,
dan krayon.
d)
Setelah kegiatan selesai, anak harus merefleksikan
prediksi awal dengan hasil yang didapat.
Menurut Eggers (2010), anak
belajar paling baik dari pemahaman sendiri daripada diberitahu fakta oleh guru.
Anak mengetahui proses perubahan warna karena anak mengalami sendiri perubahan
warna tersebut. Peran guru adalah membantu anak mengevaluasi perbedaan dari prediksi
suatu fenomena dan fakta ilmiah yang ada.
Menurut Lumpe dan Oliver
(Haury & Rillero, 1994), praktik langsung pengenalan warna akan semakin
bermakna apabila menggunakan berbagai kegiatan untuk membuat suatu penemuan.
Selain itu, jumlah kegiatan pada setiap pokok bahasan dilakukan lebih dari tiga
kali dan setiap kegiatan memiliki focus pada pokok bahasan tertentu.
b. Demonstrasi
Metode demonstrasi
mengembangkan kemampuan mengamati secara teliti tentang warna. Kegiatan ini
bertujuan supaya anak memahami langkah – langkah melakukan kegiatan yang benar
(Departemen Pendidikan Nasional, 2006: 31). Guru menunjukkan dan menjelaskan
per tahap pengenalan warna secara konkrit. Anak dapat mengkomunikasikan
pengamatan tentang warna, menirukan, dan mempraktikkan secara langsung kegiatan
mengenal warna. Salah satu kegiatan yang dapat menggunakan metode ini adalah
kegiatan mencampur warna. Penilaian berdasarkan pada hasil karya anak.
c. Eksperimen
Metode eksperimen
mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah anak. Contoh kegiatan dengan metode
eksperimen adalah mencampur warna. Anak dilibatkan dalam pengalaman langsung
tentang perubahan warna. Guru memberikan contoh hasil eksperimen warna dan anak
mencari tahu proses terjadinya warna tersebut melalui percobaan. Melalui metode
eksperimen, anak belajar menemukan fakta–fakta tentang warna dan mencari tahu
sebab perubahan warna (Departemen Pendidikan Nasional, 2006: 32). Penilaian
berdasarkan unjuk kerja anak.
d. Pemberian tugas
Guru memberikan tugas yang
berkaitan tentang warna pada anak. Pemberian tugas dapat berupa mencampur
warna, mewarnai gambar, dan menggambar bebas. Anak mengenal warna melalui
pemilihan warna–warna saat melakukan tugas tersebut. Penilaian berdasarkan pada
hasil karya anak.
e. Bercakap–cakap
Metode bercakap–cakap
berfungsi sebagai proses pemahaman anak terhadap warna. Proses ini meliputi
proses mengingat tanpa objek (recall) dan dengan contoh objek (recognition).
f. Bermain
Metode bermain juga dapat
digunakan dalam pembelajaran mengenal warna. Pengenalan warna dilakukan dengan
alat bantu permainan, dapat berupa senter dan plastik transparan yang
berwarna–warni. Anak belajar mengenal warna dan perubahan warna melalui cahaya
yang keluar dari senter (Nugraha, 2008: 44).
No comments:
Post a Comment