Karakteristik Anak Usia Prasekolah
Lima tahun pertama anak
disebut sebagai The Golden Years. Anak mengalami kecepatan kemajuan yang
menakjubkan pada tahun–tahun tersebut. Tidak hanya fisik, tetapi juga secara
sosial dan emosional. Anak bukan seorang bayi lagi, melainkan “aku” yang sedang
dalam proses awal mencari jati diri. Anak
sudah menjadi cikal bakal manusia dewasa. Anak
menjadi sulit diatur, mulai sadar
bahwa dirinya juga manusia yang mandiri, lantas ingin
menunjukkan “keakuannya” (Hurlock, 1996: 108–109).
Selain mengalami
perkembangan yang dikemukakan di atas, anak prasekolah juga melalui beberapa
tugas perkembangan, yaitu:
a. Anak sudah mulai membedakan jenis kelamin. Anak
mulai belajar mengerti mengenai penampilan seks yang benar dan mengerti tentang
perilaku seks yang benar.
b. Anak mencapai stabilitas fisiologis. Anak sudah
dapat membentuk konsep sederhana mengenai kenyataan sosiologis dan fisiologis
yang ditandai dengan:
1) Anak
mulai belajar tentang pengertian benar dan salah.
2) Belajar
berhubungan secara emosional dengan orang tua, saudara kandung dan
1) orang
lain.
3) Belajar
kecakapan fisik yang diperlukan untuk permainan anak–anak.
4) Belajar
bergaul dengan teman sebayanya.
Ciri khas pada masa
kanak–kanak awal dapat diuraikan sebagai berikut:
a.
Masa kanak–kanak awal merupakan “Preschool Age.” Masa
ini adalah masa anak sebelum anak masuk pendidikan formal.
b.
Masa kanak–kanak awal adalah masa “Pregang Age.” Anak
belajar dasar– dasar dari tingkah laku untuk mempersiapkan diri bagi kehidupan
bersama.
c.
Masa kanak–kanak awal adalah masa “Hunter Age.” Anak
senang menyelidiki dan ingin tahu lingkungan disekitarnya.
d.
Masa kanak–kanak awal adalah “Problem Age.” Anak
menunjukkan banyak problem tingkah laku yang harus diperhatikan oleh orang tua.
Perkembangan Kognitif Anak Usia Prasekolah
a. Pengertian Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif yang
digambarkan Piaget (dalam Sujiono, 2009:23), merupakan proses adaptasi
intelektual. Adaptasi ini merupakan proses yang melibatkan skemata, asimilasi,
akomodasi dan equilibration. Skemata adalah struktur kognitif berupa
ide, konsep, gagasan. Asimilasi ialah proses perubahan apa yang dipahami sesuai
dengan struktur kognitif (skemata) yang ada sekarang. Asimilasi adalah proses
pengintegrasian informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki
oleh individu.
Perkembangan kognitif
sering diidentikkan dengan perkembangan kecerdasan. Perkembangan kognitif
merupakan dasar bagi perkembangan intelegensi pada anak. Pada anak usia dini
pengetahuan masih bersifat subjektif, dan akan berkembang menjadi objektif
apabila sudah mencapai perkembangan remaja dan dewasa. Hal tersebut senada
dengan observasi yang telah dilakukan Piaget yang mengemukakan bahwa “Anak
mampu mendemontrasikan berbagai pengaruh mengenai relativitas dunia sejak lahir
hingga dewasa” (Yudha dan Rudyanto, 2004:199).
Kemampuan kognitif seseorang berkaitan dengan bagaimana individu dapat
mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai dan
memikirkan lingkungannya. “Perkembangan kognitif adalah salah satu aspek
perkembagan manusia yang berkaitan dengan pengertian (pengetahuan), yaitu semua
proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan
memikirkan lingkungannya” (Desmita, 2005:103).
Perkembangan kognitif menurut Piaget (Aisyah et al, 2008:5-6) terjadi
melalui suatu proses yang disebut adaptasi. Adaptasi merupakan penyesuaian
terhadap tuntutan lingkungan dan intelektual melalui dua hal yaitu asimilasi
dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses yang anak upayakan untuk menafsirkan
pengalaman barunya yang didasarkan pada interpretasinya saat sekarang mengenai
dunianya. Akomodasi terjadi dimana anak berusaha untuk menyesuaikan keberadaan
struktur pikiran dengan sejumlah pengalaman baru.
Menurut Piaget (Desmita, 2005:103) “….anak membangun secara aktif dunia
kognitif mereka sendiri. Anak tidak pasif menerima informasi, melainkan
berperan aktif di dalam menyusun pengetahuannya mengenai realitas”. Jika anak
ingin mengetahui sesuatu, mereka harus membangun pengetahuan tersebut sendiri.
Pembelajaran yang diharapkannya adalah pembelajaran yang aktif, dimana peran
guru sebagai penyedia bahan-bahan yang sesuai, seperti ruangan serta
petunjuk-petunjuk yang mendorong anak untuk menemukan sendiri.
Perkembangan kognitif muncul dari konteks kerjasama atau kolaborasi atau
dialog antara orang yang lebih ahli dengan mencontohkan kegiatan dan
menyampaikan pelajaran secara verbal. Pembelajaran diterapkan dengan
partisipasi terbimbing dari guru atau orang yang lebih ahli. Pembelajaran yang
diberi dorongan dari orang yang lebih ahli cenderung menghasilkan pemahaman
yang lebih. Pemberian dorongan atau bantuan harus dilakukan dengan hati-hati,
disesuaikan dengan situasi pembelajaran agar meningkatkan pemahaman tentang
suatu masalah.
Pengetahuan tentang
perkembangan kognitif anak usia dini dapat membantu peran guru sebagai pembimbing
pembelajaran yaitu dengan menyusun kegiatan pembelajaran yang menyajikan materi
kegiatan anak agar dapat menemukan sendiri konsep atau pemahaman, memberikan
pelajaran atau saran yang dapat membantu anak dengan cara hati-hati yang
disesuaikan dengan kemampuan anak saat itu, memonitor kemampuan belajar anak,
dan melatih anak untuk belajar berkolaborasi dimana anak didorong untuk saling
membantu satu sama lain.
Akomodasi adalah proses
penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru. Equilibration adalah
pengaturan diri secara mekanis untuk mengatur keseimbangan proses asimilasi dan
akomodasi. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk
melakukan berbagai aktivitas mental berpikir, menalar, dan memecahkan masalah.
Individu dalam sebagian besar masyarakat menempatkan kecerdasan, dan untuk
alasan yang tepat, pada nilai yang tinggi. Individu yang cerdas juga lebih
mungkin menjadi pemimpin dalam suatu kelompok.
Kemampuan intelektual atau
fisik tertentu yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dengan memadai
bergantung pada persyaratan kemampuan dan pekerjaan tersebut.
b. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif
Konsep perkembangan
kognitif juga dikembangkan Jerome Bruner, bahwa proses belajar adalah adanya
pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku individu, maka perkembangan individu
terajadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan.
Tahap ini meliputi enactive, iconic, dan symbolic.
Tahap enactive yaitu
individu melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya memahami lingkungan
sekitarnya. Memahami dunia sekitarnya dengan pengetahuan motorik. Tahap iconic
yaitu individu memahami objek-objek
atau dunianya melalui gambar dan visualisasi verbal. Tahap symbolic yaitu
individu mampu memiliki ide-ide atau gagasan-gagasan yang abstrak yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Memahami dunia
sekitarnya melalui simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya
(Bruner, dalam Sujiono, 2010: 24).
Perkembangan kognitif
merupakan salah satu aspek yang penting untuk dikembangkan pada anak usia dini.
Gunarsa mengemukakan bahwa kognitif adalah fungsi mental yang meliputi
persepsi, pikiran, simbol, penalaran, dan pemecahan masalah (Dewi, 2005: 11).
Kognitif adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menjelaskan semua proses
psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan,
mengamati, membayangkan, memperkenalkan, memulai, dan memikirkan lingkungannya.
Piaget mengemukakan empat
tahapan perkembangan kognitif anak (Suyanto, 2005: 53–67). Piaget berpendapat
bahwa semua anak mempunyai pola perkembangan kognitif yang sama. Empat tahapan
perkembangan kognitif anak tersebut adalah:
1) Tahap Sensorimotor (0–2 Tahun)
Bayi membangun pemahaman
tentang dunia dengan menkoordinasikan pengalaman sensoris dengan tindakan
fisik. Bayi lebih banyak menggunakan refleks dan indera untuk berinteraksi
dengan lingkungan sekitar. Bayi mulai menggunakan pikiran simbolis pada akhir
tahap ini.
Pada tahap ini inteligensi sensori-motor dipandang
sebagai inteligensi praktis (practical intelligence), yang berfaedah
untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum mampu berfikir mengenai
apa yang sedang ia perbuat. Inteligensi individu pada tahap ini masih bersifat
primitif, namun merupakan inteligensi dasar yang amat berarti untuk menjadi
pondasi tipe-tipe inteligensi tertentu yang akan dimiliki anak kelak.
Sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object
permanence (benda tetap).
Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar
dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada. Dalam rentang 18 - 24
bulan barulah kemampuan object permanence
anak tersebut muncul secara bertahap dan sistematis. Pada tahap ini
menggambarkan seseorang berfikir melalui gerak tubuh, maksudnya kemampuan untuk
belajar dan meningkatkan kemampuan intelektual berkembang sebagai suatu hasil
dari perilaku gerak dan konsekuensinya
2) Tahap Praoperasional (2–7 Tahun)
Anak mulai menunjukkan
pemikiran simbolis melalui kata–kata dan gambar. Anak dapat melakukan permainan
simbolis, seperti bermain peran. Selain itu, anak dapat melakukan imitasi
langsung maupun tertunda. Pemikiran anak masih intuitif, irreversible (satu
arah), dan belum logis. Egosentris anak masih sangat tinggi, sehingga belum
mampu melihat perspektif orang lain. Ciri khas masa ini adalah anak belum mampu
melakukan konversi.
Pada tahap ini anak sudah memiliki penguasaan
sempurna tentang object permanence.
Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda
yang harus ada atau biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau
sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap
eksistensi benda tersebut berbeda dengan pandangan pada periode sensori motor,
yakni tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Periode ini ditandai oleh adanya egosentris serta
pada periode ini memungkinkan anak untuk mengembangkan diferred-imitation, insight
learning dan kemampuan berbahasa, dengan menggunakan kata-kata yang benar
serta mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi efektif. Pada
tahap ini anak masih belum memiliki kemampuan untuk berpikir logis atau
operasional. Anak mulai menggunakan simbol-simbol untuk mempresentasikan
lingkungan secara kognitif. Piaget membaginya menjadi dua sub bagian, yaitu:
prakonseptual (2-4 tahun) dan intuitif (4-7 tahun).
3) Tahap Operasional Konkrit (7–11 tahun)
Anak dapat melakukan
memecahkan persoalan sederhana yang bersifat konkrit. Anak dapat melakukan
penalaran logis selama ada contoh yang nyata atau konkrit. Pada tahap ini,
pemikiran anak sudah bersifat reversible (berpikir balik). Anak dapat
melakukan konversi dan klasifikasi.
4) Tahap Operasional Formal (11 Tahun Keatas)
Anak dapat melakukan
penalaran dengan cara yang lebih abstrak, idealis, dan logis. Pikiran anak
tidak lagi terbatas pada hal – hal yang ada dihadapan anak. Anak menjadi lebih
sistematis dalam memecahkan masalah dan dapat mengembangkan hipotesis.
Menurut Piaget
tahapan-tahapan di atas selalu dialami oleh anak, dan tidak akan pernah ada
yang dilewatinya meskipun tingkat kemampuan anak berbeda-beda. Tahapan-tahapan
ini akan meningkat lebih kompleks dari pada masa awal dan kemampuan kognitif
anak pun akan bertambah.
Melihat tahapan
perkembangan di atas maka anak usia dini berada pada tahapan
praoperasional-intuitif. Anak sudah mengenal kegiatan mengelompokkan, mengukur,
dan menghubungkan objek-objek, namun mereka belum sadar mengenai
prinsip-prinsip yang melandasinya. Karakteristik anak pada tahap ini yaitu
pemusatan perhatian pada satu dimensi dan mengesampingkan dimensi lainnya.
Perkembangan fisik anak pun sudah mulai melakukan berbagai bentuk gerak dasar
yang dibutuhkannya seperti berjalan, berlari, melempar, dan menendang. Hal
tersebut harus diperhatikan oleh guru TK agar memberikan pembelajaran yang
dapat memfasilitasi perkembangan kognitif anak secara optimal
c. Karakteristik Perkembangan
Menurut Yudha dan Rudyanto
(2004:11), perkembangan kognitif pada setiap tahapannya memiliki karakteristik
tersendiri yang membedakan dengan tahapan yang lainnya. Adapun cara berfikir
anak usia dini ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1) Transductive
reasoning, artinya anak berfikir yang bukan induktir atau deduktif tetapi
tidak logis.
2) Ketidakjelasan
hubungan sebab akibat, artinya anak mengenal hubungan sebab akibat secara tidak
logis.
3) Animism,
artinya anak menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti dirinya.
4) Artificial,
artinya anak mempercayai bahwa segala sesuatu di lingkungan itu mempunyai jiwa
seperti manusia.
5) Perceptually
bound, artinya anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihatnya atau
yang didengarnya.
6) Mental
experiments, artinya anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan jawaban
dari persoalan yang dihadapinya.
7) Centration,
artinya anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri yang paling menarik
dan mengabaikan ciri yang lainnya.
8) Egocentrisme,
artinya anak melihat dunia di lingkungannya menurut kehendak dirinya sendiri.
Melihat karakteristik cara
berfikir anak pada tahapan ini dapat disimpulkan bahwa anak dalam tahap
praoperasional telah menunjukkan aktivitas kognitif dalam menghadapi berbagai
hal di luar dirinya. Aktivitas berfikirnya belum mempunyai sistem yang
terorganisasi tetapi anak sudah dapat memahami realitas di lingkungannya dengan
menggunakan benda-benda dan simbol. Cara berfikirnya masih bersifat tidak
sistematis, tidak konsisten dan tidak logis.
Karakteristik secara kognitif anak usia TK adalah sebagai
berikut :
1)
Anak TK umumnya telah terampil dalam berbahasa.
Sebagian besar dari mereka senang bicara, khususnya dalam kelompoknya.
Sebaiknya anak diberi kesempatan untuk berbicara. Sebagian dari mereka perlu
dilatih untuk menjadi pendengar yang baik.
2)
Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi,
minat, kesempatan, mengagumi dan kasih sayang. Cara mengembangkan agar anak
dapat berkembang menjadi kompeten dengan cara sebagai berikut:
a.
Lakukan interaksi sesering mungkin dan bervariasi
dengan anak.
b.
Tunjukkan minat terhadap apa yang dilakukan dan
dikatakan anak.
c.
Berikan kesempatan kepada anak untuk meneliti dan
mendapatkan pengalaman dalam banyak hal.
d.
Berikan kesempatan dan doronglah anak untuk melakukan
berbagai kegiatan secara mandiri.
e.
Doronglah anak agar mau mencoba mendapatkan keterampilan
dalam berbagai tingkah laku.
f.
Tentukan batas-batas tingkah laku yang diperbolehkan
oleg lingkungannya.
g.
Kagumilah apa yang dilakukan anak.
h.
Sebaiknya apabila berkomunikasi dengan anak, lakukan
dengan hangat dan dengan ketulusan hati.
d. Tujuan Pengembangan Kognitif
Pengembangan kognitif
bertujuan mengembangkan kemampuan berpikir anak supaya dapat mengolah perolehan
belajarnya, dapat menemukan bermacam-macam alternatif pemecahan masalah,
membantu anak untuk mengembangkan kemapuan logika matematikanya dan pengetahuan
akan ruang dan waktu, serta mempunyai kemampuan untuk memilah-milah,
mengelompokkan serta mempersiapkan pengembangan kemampuan berpikir teliti (Depdiknas,
2006: 8).
Singkatnya, perkembangan
kognitif ditandai dengan kecakapan mengemukakan beberapa alternatif secara
simultan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan prioritas yang
berurutan dalam berbagai situasi. Menurut Bruner (dalam Sujiono, 2010: 24),
perkembangan kognitif individu dapat ditingkatkan melalui penyusunan materi
pelajaran dan mempresentasikannya sesuai dengan tahap perkembangan individu
tersebut. Penyusunan materi pelajaran dan penyiapannya dapat dimulai dari
meteri secara umum, kemudian secara berkala kembali mengajarkan materi yang
sama dalam cakupan yang lebih rinci.
Perkembangan kognitif yang
digambarkan oleh Bruner merupakan proses discovery learning (belajar
penemuan), yaitu penemuan konsep. Pemahaman konsep yaitu tindakan memahami
kategori atau konsep-konsep yang sudah ada sebelumnya. Pembentukan konsep
adalah tindakan membentuk kategori baru.
Jean Piaget (dalam Sujiono,
2010: 25) menyatakan bahwa perkembangan kognitif sangat berpengaruh terhadap
perkembangan bahasa seseorang, sedangkan Bruner menyatakan perkembangan bahasa
besar pengaruhnya terhadap perkembangan kognitif. Dalam memahami dunia sekitarnya
individu belajar melalui simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya.
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak sistem simbol. Semakin matang
individu dalam proses berpikirnya semakin dominan sistem simbolnya.
Ausubel (dalam Sujiono,
2010: 25) mengemukakan bahwa belajar sebagai reception learning. Jika discovery
learning mengemukakan pada pembalajaran induktif, maka reception
learning merupakan pembelajaran deduktif. Salah satu konsep penting dalam reception
learning adalah advance organizer sebagai kerangka konseptual
tentang isi pelajaran yang akan dipelajari individu. Advance organizer adalah
statement perkenalan yang menghubungkan antara skemata yang sudah
dimiliki oleh individu dengan informasi yang baru yang akan dipelajarinya.
Fungsi advance organizer
adalah memberi bimbingan untuk memahami informasi baru. Advance
organizer dapat menjadi jembatan antara materi pelajaran atau informasi
baru dengan pengetahuan yang sudah dimiliki individu. Pemberian advance
organizer bertujuan untuk memberi arahan bagi individu mengetahui apa yang
terpenting dari materi yang dipelajari dan juga memberi penguatan terhadap
pengetahuan yang diperoleh atau dipelajari.
e. Implikasi
Perkembangan Kognitif bagi Pembelajaran
Setelah mengetahui
definisi dari perkembangan kognitif, tahap-tahap perkembangan kognitif dan
karakteristik perkembangan kognitif anak usia dua sampai tujuh tahun (tahap
praoperasional), diharapkan guru TK dapat menyajikan pembelajaran bagi anak
didiknya sesuai dengan tahapan perkembangan dan karakteristik perkembangan anak
usia dini. Tujuannya yaitu agar perkembangan anak dapat terfasilitasi dengan
baik sehingga tugas-tugas perkembangannya dapat tercapai secara optimal dan anak
pun merasa senang dalam mengikuti pembelajaran karena guru menyajikannya sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan anak. Sehingga tidak aka nada pembelajaran yang
dipaksakan serta pembelajaran yang berpusat pada guru.
Implikasi perkembangan
kognitif bagi pembelajaran sangat berpengaruh besar untuk keberhasilan
pembelajaran di setiap tahap perkembangan. Khususnya untuk pembelajaran di
tingkat pendidikan anak usia dini dapat diimplikasikan pada setiap komponen
pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai optimal.
No comments:
Post a Comment