Wednesday, February 8, 2017

Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha


            Menurut Pasal 6 UU No. 8 Tahun 1999, pelaku usaha mempunyai hak-hak sebagai berikut :
a.       hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
b.      hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
c.       hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
d.      hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
e.       hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
           
            Melalui hak-hak tersebut diharapkan perlindungan konsumen secara berlebihan hingga mengabaikan kepentingan pelaku usaha dapat dihindari. Satu-satunya hak pelaku usaha yang berhubungan dengan kewajiban konsumen adalah kewajiban konsumen untuk mengikuti upaya penyelesaian sengketa sebagaimana telah diuraikan sebelumnya.
            Adapun yang menjadi kewajiban dari pelaku usaha, menurut Pasal 7 UU No. 8 Tahun 1999, adalah sebagai berikut :
a.       beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b.      memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;
c.       memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
d.      menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e.       memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji. dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
f.       memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan. pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g.      memberi kompensasi. ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
            Dalam UU No. 8 Tahun 1999, pelaku usaha diwajibkan beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, sedangkan bagi konsumen diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
            Sehubungan dengan itikad baik ini, Ahmadi Miru & Sutarman Yodo menyatakan :
            “Dalam UUPK tampak bahwa itikad baik lebih ditekankan pada pelaku usaha, karena meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk beritikad baik dimulai sejak barang dirancang/diproduksi sampai pada tahap purna penjualan, sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena kemungkinan terjadinya kerugian pada konsumen dimulai sejak barang dirancang/diproduksi oleh produsen (pelaku usaha), sedangkan bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada saat melakukan transaksi dengan produsen.”

            Tentang adanya kewajiban pelaku usaha untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan mengenai penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan, disebabkan karena informasi di samping merupakan hak konsumen, juga karena ketiadaan informasi atau informasi yang tidak memadai dari pelaku usaha, merupakan salah satu jenis cacat produk (cacat informasi) yang akan sangat merugikan konsumen.
            Pentingnya penyampaian informasi yang benar terhadap konsumen mengenai suatu produk, agar konsumen tidak salah terhadap gambaran mengenai suatu produk tertentu. Penyampaian informasi terhadap konsumen tersebut dapat berupa peringatan atau yang berupa instruksi.
            Seperti telah disebutkan sebelumnya, UU No. 8 Tahun 1999 menetapkan tujuan perlindungan konsumen antara lain adalah untuk mengangkat harkat kehidupan konsumen, maka untuk maksud tersebut berbagai hal yang membawa akibat negatif dari pemakaian barang dan/atau jasa harus dihindarkan dari aktivitas perdagangan pelaku usaha.
            Sebagai upaya untuk menghindarkan akibat negatif dari pemakaian barang dan/atau jasa, Pasal 8 UU No. 8 Tahun 1999 menetapkan larangan-larangan berikut ini :
1)            Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang :
a)      tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b)      tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c)      tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenamya;
d)     tidak sesuai dengan kondisi, jaminan. keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
e)      tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f)       tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g)      tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h)      tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pemyataan "halal' yang dicantumkan dalam label;
i)        tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai. tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;
j)        tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang -undangan yang berlaku.
2)     Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
3)     Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar .
4)     Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.

            Larangan-larangan di atas dimaksudkan untuk mengupayakan agar barang dan/atau jasa yang beredar di masyarakat merupakan produk yang layak edar, antara lain asal-usul, kualitas sesuai dengan informasi pengusaha baik melalui label, etiket, iklan, dan lain sebagainya.

No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive