Khalifah Ali Bin Abi Thalib
Ali
dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada
tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum
dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 599 Masehi atau 600(perkiraan). Muslim Syi'ah percaya
bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali
terhadap Nabi Muhammad masih
diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada
yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun.Beliau bernama asli
Haydar bin Abu Thalib, paman Nabi Muhammad SAW. Haydar
yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk
mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara
kalangan QuraisyMekkah.Setelah mengetahui sepupu yang baru
lahir diberi nama Haydar Nabi SAW memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi(derajat
di sisi Allah).
1. Kehidupan Awal
Ali
dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, dimana Asad merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan
keturunan Hasyim dari sisi bapak dan ibu.Kelahiran
Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Nabi SAW karena beliau tidak
punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi
kesempatan bagi Nabi SAW bersama istri beliau Khadijah untuk mengasuh Ali dan
menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah
mengasuh Nabi sejak beliau kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah
bersama dengan Muhammad.Dalam
biografi asing (Barat), hubungan Ali kepada Nabi Muhammad SAW dilukiskan
seperti Yohanes Pembaptis (Nabi Yahya) kepada Yesus (Nabi Isa). Dalam
riwayat-riwayat Syi'ah dan
sebagian riwayat Sunni, hubungan tersebut dilukiskan
seperti Nabi Harun kepada Nabi Musa. Sahabat
yang lahir dalam keprihatinan dan meninggal dalam Kesunyian.
Ali kecil
adalah anak yang malang. Namun, kehadiran Muhammad SAW telah memberi seberkas
pelangi baginya. Ali, tidak pernah bisa bercurah hati kepada ayahnya, Abi
Thalib, selega ia bercurah hati kepada Rasulullah. Sebab, hingga akhir hayatnya
pun, Abi Thalib tetap tak mampu mengucap kata syahadat tanda penyerahan hatinya
kepada Allah. Ayahnya tak pernah bisa merasa betapa nikmatnya saat bersujud
menyerahkan diri,kepada Allah Rabb semesta sekalian alam.Kematian ayahnya tanpa
membawa sejumput iman begitu memukul Ali. Kelak dari sinilah, ia kemudian
bertekad kuat untuk tak mengulang kejadian ini buat kedua kali. Ia ingin, saat
dirinya harus mati nanti, anak-anaknya tak lagi menangisi ayahnya seperti
tangis dirinya untuk ayahnya, Abi Thalib. Tak cuma dirinya, disebelahnya,
Rasulullah pun turut menangisi kenyataan tragis ini...saat paman yang selama
ini melindunginya, tak mampu ia lindungi nanti...di hari akhir,karena
ketiaadaan iman di dalam dadanya.Betul-betul pahit, padahal Ali tahu bahwa
ayahnya sangatlah mencintai dirinya dan Rasulullah. Saat ayahnya, buat pertama
kali memergoki dirinya sholat berjamaah bersama Rasulullah, ia telah menyatakan
dukungan Abi Thalib berkata, ""Janganlah kau berpisah darinya
(Rasulullah), karena ia tidak mengajakmu kecuali kepada kebaikan".Sejak
masih berumur 6 tahun, Ali telah bersama dan menjadi pengikut setia Rasulullah.
Sejarah kelak mencatat bahwa Ali terbukti berkomitmen pada kesetiaannya. Ia
telah hadir bersama Rasulullah sejak awal dan baru berakhir saat Rasulullah
menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ali ada disaat yang lain tiada. Ali
adalah tameng hidup Rasulullah dalam kondisi kritis atau dalam berbagai
peperangan genting, saat diri Rasulullah terancam.Kecintaan Ali pada
Rasulullah, dibalas dengan sangat manis oleh Rasulullah. Pada sebuah kesempatan
ia menghadiahkan kepada Ali sebuah kalimat yang begitu melegenda, yaitu :
"Ali, engkaulah saudaraku...di dunia dan di akhirat..."
Ali, adalah
pribadi yang istimewa. Ia adalah remaja pertama di belahan bumi ini yang
meyakini kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah. Konsekuensinya adalah, ia
kemudian seperti tercerabut dari kegermerlapan dunia remaja. Disaat remaja lain
berhura-hura. Ali telah berkenalan dengan nilai-nilai spiritual yang
ditunjukkan oleh Rasulullah, baik melalui lisan maupun melalui tindak-tanduk
beliau. "Aku selalu mengikutinya (Rasulullah SAWW) sebagaimana anak kecil
selalu membuntuti ibunya. Setiap hari ia menunjukkan kepadaku akhlak yang mulai
dan memerintahkanku untuk mengikuti jejaknya", begitu kata Ali mengenang
masa-masa indah bersama Rasulullah tidak lama setelah Rasulullah wafat.Amirul
mukminin Ali, tumbuh menjadi pemuda yang berdedikasi. Dalam berbagai forum
serius yang dihadiri para tetua, Ali selalu ada mewakili kemudaan. Namun, muda
tak berarti tak bijaksana. Banyak argumen dan kata-kata Ali yang kemudian
menjadi rujukan. Khalifah Umar bahkan pernah berkata,"Tanpa Ali, Umar
sudah lama binasa" Pengorbanannya menjadi buah bibir sejarah Islam.
Ali-lah yang bersedia tidur di ranjang Rasulullah, menggantikan dirinya, saat
rumahnya telah terkepung oleh puluhan pemuda terbaik utusan kaum kafir Quraisy
yang hendak membunuhnya di pagi buta. Ali bertaruh nyawa. Dan hanya desain
Allah saja semata, jika kemudian ia masih tetap selamat, begitu juga dengan
Rasulullah yang saat itu 'terpaksa' hijrah ditemani Abu Bakar seorang.
2. Masa Remaja
Ketika Nabi
Muhammad SAW menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan
Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke 2 yang
percaya setelah Khadijah istri Nabi sendiri. Pada titik ini
Ali berusia sekitar 10 tahun.
Pada usia
remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Nabi SAW karena
sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan Nabi hal ini berkelanjutan
hingga beliau menjadi menantu Nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian
kaum Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani (spirituality
dalam bahasa Inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah 'Ihsan') atau
yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang
diajarkan Nabi khusus kepada beliau tapi tidak kepada Murid-murid atau
Sahabat-sahabat yang lain.Karena bila ilmu Syari'ah atau
hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua
yang diterima Nabi harus disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara
masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan
kapasitas masing-masing.Didikan langsung dari Nabi kepada Ali dalam semua aspek
ilmu Islam baik aspek zhahir (exterior) atau syariah dan bathin (interior) atau
tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan
bijak.
2.2 Kehidupan di Mekkah sampai Hijrah ke Madinah
Ali bersedia
tidur di kamar Nabi untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang akan
menggagalkan hijrah Nabi. Beliau tidur menampakkan kesan Nabi yang tidur
sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka mengetahui Ali yang tidur, sudah
tertinggal satu malam perjalanan oleh Nabi yang telah meloloskan diri ke
Madinah bersama Abu Bakar.
1.
Kehidupan di Madinah
Ø Perkawinan
Setelah masa
hijrah dan tinggal di Madinah, Ali
dinikahkan Nabi dengan putri kesayangannya Fatimah az-Zahra yang banyak
dinanti para pemuda. Nabi menimbang Ali yang paling tepat dalam banyak hal
seperti Nasab keluarga yang se-rumpun (Bani Hasyim), yang
paling dulu mempercayai ke-nabi-an Muhammad (setelah Khadijah), yang selalu belajar di bawah Nabi
dan banyak hal lain.
Ø Julukan
Ketika Muhammad mencari Ali
menantunya, ternyata Ali sedang tidur. Bagian atas pakaiannya tersingkap dan
debu mengotori punggungnya. Melihat itu Muhammad pun lalu duduk dan
membersihkan punggung Ali sambil berkata, "Duduklah wahai Abu Turab,
duduklah." Turab yang berarti debu atau tanah dalam bahasa Arab. Julukan
tersebut adalah julukan yang paling disukai oleh Ali.
2.3 Pertempuran yang diikuti pada masa Nabi saw
1. Perang Badar
Beberapa
saat setelah menikah, pecahlah perang Badar, perang pertama dalam sejarah
Islam. Di sini Ali betul-betul menjadi pahlawan disamping Hamzah, paman Nabi. Banyaknya QuraisyMekkah yang tewas di tangan Ali masih dalam perselisihan,
tapi semua sepakat beliau menjadi bintang lapangan dalam usia yang masih sangat
muda sekitar 25 tahun.
Perang Badar
adalah perang spiritual. Di sinilah, para sahabat terdekat dan pertama-tama
Rasulullah menunjukkan dedikasinya terhadap apa yang disebut dengan iman.
Mulanya, jumlah lawan yang sepuluh kali lipat jumlahnya menggundahkan hati para
sahabat. Namun, doa pamungkas Rasulullah menjadi penyelamat dari jiwa-jiwa yang
gundah. Sebuah doa, semirip ultimatum, yang setelah itu tak pernah lagi
diucapkan Rasulullah..."Ya Allah, disinilah sisa umat terbaikmu
berkumpul...jika Engkau tak menurunkan bantuanmu, Islam takkan lagi tegak di
muka bumi ini..." Dalam berbagai siroh, disebutkan bahwa musuh kemudian
melihat jumlah pasukan muslim seakan tiada batasnya, padahal jumlah sejatinya
tidaklah lebih dari 30 gelintir. Pasukan berjubah putih berkuda putih seperti
turun dari langit dan bergabung bersama pasukan Rasulullah. Itulah, kemenangan
pasukan iman. Dan Ali, menjadi bintang lapangannya hari itu.
Tak hanya Badar, banyak peperangan setelahnya menjadikan Ali sebagai sosok yang disegani. Di Uhud, perang paling berdarah bagi kaum muslim, Ali menjadi penyelamat karena dialah yang tetap teguh mengibarkan panji Islam setelah satu demi satu para sahabat bertumbangan. Dan yang terpenting, Ali melindungi Rasulullah yang kala itu terjepit hingga gigi RAsulullah bahkan rompal dan darah mengalir di mana-mana. Teriakan takbir dari Ali menguatkan kembali semangat bertarung para sahabat, terutama setelah melihat Rasululah dalam kondisi kritis
Tak hanya Badar, banyak peperangan setelahnya menjadikan Ali sebagai sosok yang disegani. Di Uhud, perang paling berdarah bagi kaum muslim, Ali menjadi penyelamat karena dialah yang tetap teguh mengibarkan panji Islam setelah satu demi satu para sahabat bertumbangan. Dan yang terpenting, Ali melindungi Rasulullah yang kala itu terjepit hingga gigi RAsulullah bahkan rompal dan darah mengalir di mana-mana. Teriakan takbir dari Ali menguatkan kembali semangat bertarung para sahabat, terutama setelah melihat Rasululah dalam kondisi kritis
2.
Perang Uhud
Perang Uhud
meski pahit namun sejatinya berbuah manis. Di Uhud, Rasulullah banyak
kehilangan sahabat terbaiknya, para ahlul Badar. Termasuk pamannya, Hamzah
--sang singa padang pasir. Kedukaan yang tak terperi, sebab Hamzah-lah yang
selama ini loyal melindungi Rasulullah setelah Abi Thalib wafat. Buah manisnya
adalah, doa penting Rasulullah juga terkabul, yaitu masuknya Khalid bin Walid,
panglima musuh di Perang Uhud, ke pangkuan Islam. Khalid kemudian, hingga akhir
hayatnya, mempersembahkan kontribusi besar terhadap kemenangan dan perkembangan
Islam.
Bagi Ali sendiri, perang Uhud makin
menguatkan imagi tersendiri pada sosok Fatimah binti Muhammad SAW. Sebab di
perang Uhud, Fatimah turut serta. Dialah yang membasuh luka ayahnya, juga Ali,
berikut pedang dan baju perisainya yang bersimbah darah.
3.
Perang Khandaq
Perang
Khandaq juga menjadi saksi nyata keberanian Ali bin Abi Thalib ketika memerangi
Amar bin Abdi Wud . Dengan satu tebasan pedangnya yang bernama dzulfikar, Amar
bin Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian.Perang yang juga terhitung genting.
Perang pertama yang sifatnya psyco-war. Ali kembali menjadi pahlawan, setelah
cuma ia satu-satunya sahabat yang 'berani' maju meladeni tantangan seorang
musuh yang dikenal jawara paling tangguh, ‘Amr bin Abdi Wud. Dalam gumpalan
debu pasir dan dentingan suara pedang. Ali bertarung satu lawan satu.
Rasulullah SAW bahkan bersabda: “Manifestasi seluruh iman sedang berhadapan
dengan manifestasi seluruh kekufuran”.Dan teriakan takbir menjadi pertanda,
bahwa Ali menyudahinya dengan kemenangan. Kerja keras Ali berbuah. Kemenangan
di raih pasukan Islam tanpa ada benturan kedua pasukan. Tidak ada pertumpahan
darah. kegemilangan ini, membuat Rasulullah SAW pada sebuah kesempatan :
“Peperangan Ali dengan ‘Amr lebih utama dari amalan umatku hingga hari kiamat
kelak”.Seluruh peperangan Rasulullah diikuti oleh Ali, kecuali satu di Perang
Tabuk. Rasulullah memintanya menetap di Mekkah untuk menjaga stabilitas
wilayah. Sebab Rasulullah mengetahui, ada upaya busuk dari kaum munafiq untuk
melemahkan Mekkah dari dalam saat Rasulullah keluar memimpin perang TAbuk.
Kehadiran Ali di Mekkah, meski seorang diri, telah berhasil memporakporandakan
rencana buruk itu. Nyali mereka ciut, mengetahui ada Ali di tengah-tengah
mereka.Perubahan drastis ditunjukkan Ali setelah Rasulullah wafat. Ia lebih suka
menyepi, bergelut dengan ilmu, mengajarkan Islam kepada murid-muridnya. Di fase
inilah, Ali menjadi sosok dirinya yang lain, yaitu seorang pemikir.
Keperkasaannya yang melegenda telah diubahnya menjadi sosok yang identik dengan
ilmu. Ali benar-benar terinspirasi oleh kata-kata Rasulullah, "jika aku
ini adalah kota ilmu, maka Ali adalah pintu gerbangnya". Dari ahli pedang
menjadi ahli kalam (pena). Ali begitu tenggelam didalamnya, hingga kemudian ia
'terbangun' kembali ke gelanggang untuk menyelesaikan 'benang ruwet', sebuah
nokta merah dalam sejarah Islam. Sebuah fase di mana sahabat harus bertempur
melawan sahabat.
4.
Perang Khaibar
Setelah
Perjanjian Hudaibiyah yang memuat perjanjian perdamaian antara kaum Muslimin
dengan Yahudi, dikemudian hari Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut sehingga
pecah perang melawan Yahudi yang bertahan di Benteng Khaibar yang sangat kokoh,
biasa disebut dengan perang Khaibar. Di saat para sahabat tidak mampu membuka
benteng Khaibar, Nabi saw bersabda:
"Besok,
akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak akan melarikan diri, dia
akan menyerang berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan kemenangan baginya.
Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya".
Maka, seluruh sahabat pun berangan-angan
untuk mendapatkan kemuliaan tersebut. Namun, temyata Ali bin Abi Thalib yang
mendapat kehormatan itu serta mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil
membunuh seorang prajurit musuh yang berani bernama Marhab lalu menebasnya
dengan sekali pukul hingga terbelah menjadi dua bagian.
5.
Peperangan lainnya
Hampir semua
peperangan beliau ikuti kecuali perang Tabuk karena mewakili nabi Muhammad untuk
menjaga kota Madinah.
Pertempuran Antar Sahabat
Amirul Mukminin Ali ra., kemudian
berkonsentrasi membenahi kondisi umat. Terutama pada sisi administrasi
pemerintahan, ekonomi dan stabilitas pertahanan. Beberapa reformasi
fundamental, seperti penggantian pejabat dan pengambilan kembali harta yang
pernah diberikan oleh khalifah sebelumnya (Ustman bin Affan) menyulut
kontroversi. Terutama, dalam kacamata awam, Ali tak pula kunjung menyeret
pelaku pembunuhan Khalifah Ustman ke pengadilan.
Yang harus dihadapi Ali tak tanggung-tanggung, sahabatnya sendiri. Sahabat yang dulu pernah berjuang bersama Rasulullah menegakkan Islam, kini berada dalam barisan yang hendak melawannya. Bahkan ada pula sahabat yang dulu membaiatnya menjadi khalifah. kini turut pula menghadangnya. Kondisi yang betul-betul pahit.
Yang harus dihadapi Ali tak tanggung-tanggung, sahabatnya sendiri. Sahabat yang dulu pernah berjuang bersama Rasulullah menegakkan Islam, kini berada dalam barisan yang hendak melawannya. Bahkan ada pula sahabat yang dulu membaiatnya menjadi khalifah. kini turut pula menghadangnya. Kondisi yang betul-betul pahit.
Ali tidak pandang bulu. Baginya hukum menyentuh siapa
saja. Tidak ada istilah 'orang kuat' di mata Ali. BAgi beliau, "orang
lemah terlihat kuat dimataku, saat aku harus berjuang keras mengembalikan hak
miliknya yang terampas. Orang kuat terlihat lemah di mataku, saat aku terpaksa
mengambil sesuatu darinya yang bukan menjadi haknya".Di masa Khalifah Ali,
pusat pemerintahan di pindahkan ke Kuffah. Dari sini kemudian ia mengendalikan
wilayah Islam, yang saat itu telah meluas termasuk Syam. Kondisi saat itu
benar-benar membutuhkan ketegasan. Sebagai khalifah terakhir dalam bingkai
Khulafa Ar-rasyidin, Ali dihadapkan pada masa pelik. Dimana akar dari
permasalahannya adalah makin bertambahnya Islam dari segi jumlah namun makin
berkurang pula dari segi kualitas. Interest pribadi (nafs), kesukuan
(nasionalisme sempit) yang dibalut atas nama agama, menjadi awal mulanya masa
kemunduran Islam.
Ketidaksempurnaan informasi yang diterima bunda Aisyah di Mekkah terhadap beberapa kebijakan Khalifah Ali telah membuatnya menyerbu Kuffah. Perang Jamal (Unta), demikian sejarah mencatatnya. Sebab bunda Aiysah ra memimpin perang melawan Ali dengan menunggangi Unta. Bersama Aisyah, turut pula sahabat Zubair bin Awam dan Thalhah. Di akhir peperangan, Khalifah Ali menjelaskan semuanya, dan Asiyah dipulangkan dengan hormat ke Mekkah. Ali mengutus beberapa pasukan khusus untuk mengawal kepulangan bunda Aisyah ke Mekkah.
Ketidaksempurnaan informasi yang diterima bunda Aisyah di Mekkah terhadap beberapa kebijakan Khalifah Ali telah membuatnya menyerbu Kuffah. Perang Jamal (Unta), demikian sejarah mencatatnya. Sebab bunda Aiysah ra memimpin perang melawan Ali dengan menunggangi Unta. Bersama Aisyah, turut pula sahabat Zubair bin Awam dan Thalhah. Di akhir peperangan, Khalifah Ali menjelaskan semuanya, dan Asiyah dipulangkan dengan hormat ke Mekkah. Ali mengutus beberapa pasukan khusus untuk mengawal kepulangan bunda Aisyah ke Mekkah.
Masa pemerintahan Ali ibn Abi Thalib
(600-661M)
Selama masa pemerintahan Ali ibn Abi Thalib
system administrasi Baitul Mal, baik ditingkat pusat maupun daerah,
telah berjalan dengan baik. Kerja sama antara keduanya berjalan dengan lancar
maka pendapatan Baitul Maal mengalami surplus. Dalam
pendistribusian harta Baitul Mal, Khalifah Ali ibn Abi Thalib
menerapkan prinsip pemerataan. Ia memberikan santunan yang sama kepada setiap
orang tanpa memandang status sosial atau kedudukannya di dalam Islam.
Beliau berpendapat bahwa seluruh pendapatan Negara yang disimpan dalam Baitul
Mal harus didistribusikan kepada kaum muslimin, tanpa ada sedikitpun dana
yang tersisa. Distribusi tersebut dilakukan sekali dalam sepekan. Hari kamis
merupakan hari pendistribusian atau hari pembayaran. Pada hari itu, semua
perhitungan diselesaikan dan, pada hari sabtu, perhitungan baru dimulai.
Adapun kebijakan moneter di masa pemerintahan Ali bin
Abi Thalib, antara lain[1]
a.
Kebijakan moneter di masa pemerintahan
Ali bin Abi Thalib meneruskan kebijakan masa Rasulullah.
b.
Pada umumnya mata uang yang digunakan adalah dinar dan dirham, namun Ali bin
Abi Thalib membuat gagasan baru, yaitu mencetak mata uang sendiri.
c.
Terobosan Ali bin Abi Thalib di bidang moneter yang sangat monumental
adalah mencetak mata uang dinar yang
mempunyai ciri khusus tidak meniru dinar romawi.
Selanjutnya, dalam bidang fiscal, khususnya dari segi
pemasukan kas Negara, khalifah Ali bin Abi Thalib menetapkan pajak pemilikan
hutan sebesar 4000 dirham dan
mengijinkan Ibnu Abbas, Gubernur Kuffah, memungut zakat terhadap sayuran segar
yang akan digunakan sebagai bumbu masakan.
2.4
Strategi Ali Bin AbiThalibdalamkepemimpinan
Diantarastrategi Ali Bin
AbiThalibdalammenegakkankekhalifaanadalahmemeranigKhawarij.Untukkepentingan
agama dannegara, Ali Bin AbiThalijugamenggukanpotensidalam usaha pengembangan Islam, baik perkembangan
dalam bidang Sosial, politik, Militer, dan Ilmu Pengetahuan.Berikutiniakandiuraikantentangstrategitersebut;
1.
Ali Bin AbiThalibMemerangiKhawarij
Semula orang-orang yang kelak dikenal dengan khawarij ini turut
membaiat ‘Ali ra., dan ‘Ali ra. tidak menindak mereka secara langsung mengingat kondisi umat belumlah kembali stabil, di samping para pembuat makar yang berjumlah ribuan itu pun telah berbaur di Kota Madinah, hingga dapat mempengaruhi hamba sahaya dan orang-orang Badui. Jika Ali ra. bersegera mengambil tindakan, maka bisa dipastikan akan terjadi pertumpahan darah dan fitnah yang tidak kunjung habisnya. Karenanya Ali ra, memilih untuk menunggu waktu yang tepat, setelah kondisi keamanan kembali stabil, untuk menyelesaikan persoalan yang ada dengan menegakkan qishash. Kaum khawarij sendiri pada akhirnya menyempal dari Pasukan Ali ra. setelah beliau melakukan tahkim dengan Muawiyah ra. setelah beberapa saat terjadi perbedaan ijtihad di antara mereka berdua ra. (Ali ra. dan Muawiyah ra.). Orang-orang khawarij menolak tahkim seraya mengumandangkan slogan:
membaiat ‘Ali ra., dan ‘Ali ra. tidak menindak mereka secara langsung mengingat kondisi umat belumlah kembali stabil, di samping para pembuat makar yang berjumlah ribuan itu pun telah berbaur di Kota Madinah, hingga dapat mempengaruhi hamba sahaya dan orang-orang Badui. Jika Ali ra. bersegera mengambil tindakan, maka bisa dipastikan akan terjadi pertumpahan darah dan fitnah yang tidak kunjung habisnya. Karenanya Ali ra, memilih untuk menunggu waktu yang tepat, setelah kondisi keamanan kembali stabil, untuk menyelesaikan persoalan yang ada dengan menegakkan qishash. Kaum khawarij sendiri pada akhirnya menyempal dari Pasukan Ali ra. setelah beliau melakukan tahkim dengan Muawiyah ra. setelah beberapa saat terjadi perbedaan ijtihad di antara mereka berdua ra. (Ali ra. dan Muawiyah ra.). Orang-orang khawarij menolak tahkim seraya mengumandangkan slogan:
“Tidak ada
hukum kecuali hukum Allah. Tidak boleh menggantikan hukum Allah dengan hukum
manusia. Demi Allah! Allah telah menghukum penzalim dengan jalan diperangi
sehingga kembali ke jalan Allah.””Ungkapan mereka: ‘Tiada ada hukum
kecuali hukum Allah, dikomentari oleh Ali: “Ungkapan benar, tetapi
disalahpahami. Pada akhirnya ‘Ali ra. memerangi khawarij tsb., dan berhasil
menghancurkan mereka di Nahrawan, di mana hampir seluruh dari orang Khawarij
tsb berhasil dibunuh, sedangkan yang terbunuh di pihak Ali ra. hanya 9 orang
saja.
2. UpayaPengembangan dalam
Bidang Pemerintahan
Situasi ummat Islam pada masa pemerintahan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib
sudah sangat jauh berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Ummat Islam pada masa
pemerintahan Abu Bakar dan Umar Ibnu Khattab masih bersatu, mereka memiliki
banyak tugas yang harus diselesaikannya, seperti tugas melakukan perluasan
wilayah Islam dan sebagainya. Selain itu, kehidupan masyarakat Islam masih
sangat sederhana karena belum banyak terpengaruh oleh kemewahan duniawi,
kekayaan dan kedudukan.
Namun pada masa pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan keadaan mulai berubah.
Perjuangan pun sudah mulai terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat duniawi. Oleh
karena itu, beban yang harus dipikul oleh penguasa berikutnya semakin berat.
Usaha-usaha Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib dalam mengatasi persoalan tersebut
tetap dilakukannya, meskipun ia mendapat tantangan yang sangat luar biasa.
Semua itu bertujuan agar masyarakat merasa aman, tentram dan sejahtera.
Usaha-usaha yang dilakukannya diantaranya :
a. Mengganti Para
Gubernur yang diangkat Khalifah Usman Ibnu Affan
Semua gubernur yang diangkat oleh Khalifah Usman Ibnu Affan terpaksa
diganti, karena banyak masyarakat yang tidak senang. Menurut pengamatan
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, para gubernur inilah yang menyebabkan timbulnya
berbagai gerakan pemberontakan terhadap pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan.
Mereka melakukan itu karena Khalifah Usman pada paruh kedua masa
kepemimpinannya tidak mampu lagi melakukan kontrol terhadap para penguasa yang
berada dibawah pemerintahannya. Hal itu disebabkan karena usianya yang sudah
lanjut usia, selain para gubernur sudah tidak lagi banyak yang memiliki
idealisme untuk memperjuangkan dan mengembangkan Islam. Pemberontakan ini pada
akhirnya membuat sengsara banyak rakyat, sehingga rakyatpun tidak suka terhadap
mereka. Berdasarkan pengamatan inilah kemudian Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib
mencopot mereka. Adapun para gubernur yang diangkat Khalifah Ali Ibnu Abi
Thalib sebagai pengganti gubernur lama yaitu; Sahl Ibnu Hanif sebagai gubernur
Syria, Sahl Ibnu Hanif sebagai gubernur Syriah, Usman Ibnu Affan sebagai
gubernur Basrah, Umrah Ibnu Syihab sebagai gubernur kuffah, Qais Ibnu Sa'ad
sebagai gubernur Mesir, Ubaidah Ibnu Abbas sebagai gubernur Yaman.
b. Menarik kembali
tanah milik negara
Pada masa pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan banyak para kerabatnya
yang diberikan fasilitas dalam berbagai bidang, sehingga banyak diantara mereka
yang kemudian merongrong pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan dan harta
kekayaan negara. Oleh karena itu, ketika Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib menjadi
Khalifah, ia memiliki tanggung jawab yang besar untuk menyelesaikannya. Beliau
berusaha menarik kembali semua tanah pemberian Usman Ibnu Affan kepada
keluarganya untuk dijadikan milik negara.
Usaha itu bukan tidak mendapat tantangan. ketika Khalifah Ali Ibnu Abi
Thalib banyak mendapat perlawanan dari para penguasa dan kerabat mantan
Khalifah Usman Ibnu Affan. Salah seorang yang tegas menentang ketika Khalifah
Ali Ibnu Abi Thalib adalah Muawiyah Ibnu Abi Sufyan. Karena Muawiyah sendiri
telah terancam kedudukannya sebagai gubernur Syria. Untuk menghambat gerakan
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, Muawiyah menghasut kepada para sahabat lain
supaya menentang rencana Khalifah, selain menghasut para sahabat Muawiyah juga
mengajak kerjasama dengan para mantan gubernur yang dicopot oleh Khalifah Ali
Ibnu Abi Thalib. Kemudian terjadi perang Jamal, perang Shiffin dan sebagainya.
Semua tindakan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib semata bertujuan untuk
membersihkan praktek Kolusi, korupsi dan Nepotisme didalam pemerintahannya.
Tapi menurut sebagian masyarakat kalo situasi pada saat itu kurang tepat untuk
melakukan hal itu, yang akhirnya Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib pun meninggal
ditangan orang-orang yang tidak menyukainya. Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib
bekerja keras sebagai Khalifah sampai akhir hayatnya, dan beliau menjadi orang
kedua yang berpengaruh setelah Nabi Muhammad Saw.
3.
Perkembangan di Bidang Politik Militer
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib memiliki kelebihan, seperti kecerdasan,
ketelitian, ketegasan keberanian dan sebagainya. Karenanya ketika ia terpilih
sebagai Khalifah, jiwa dan semangat itu masih membara didalam dirinya. Banyak
usaha yang dilakukan, termasuk bagaimana merumuskan sebuah kebijakan untuk
kepentingan negara, agama dan umat Islam kemasa depan yang lebih cemerlang.
Selain itu, dia juga terkenal sebagai pahlawan yang gagah berani, penasihat
yang bijaksana, penasihat hukum yang ulung, dan pemegang teguh tradisi, seorang
sahabat sejati, dan seorang kawan yang dermawan.
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib sejak masa mudanya amat terkenal dengan sikap
dan sifat keberaniannya, baik dalam keadaan damai mupun saat kritis. Beliau
amat tahu medan dan tipu daya musuh, ini kelihatan sekali pada saat perang
Shiffin. Dalam perang itu Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib mengetahui benar bahwa
siasat yang dibuat Muawiyah Ibnu Abi Sufyan hanya untuk memperdaya kekuatan
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib menolak ajakan damai, karena dia sangat mengetahui
bahwa Muawiyah adalah orang yang sangat licik. Namun para sahabatnya mendesak
agar menerima tawaran perdamaian itu. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan
istilah "Tahkim" di Daumatul Jandal pada tahun 34 Hijriyah. Peristiwa
itu sebenarnya merupakan bukti kelemahan dalam system pertahanan pada masa
pemerintahan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib. Usaha Khalifah terus mendapat
tantangan dan selalu dikalahkan oleh kelompok orang yang tidak senang terhadap
kepemimpinannya.
Karena peristiwa "Tahkim" itu, timbullah tiga golongan dikalangan
umat Islam, yaitu Kelompok Khawarij, Kelompok Murjiah dan Kelompok Syi'ah
(pengikut Ali). Ketiga kelompok itu yang pada masa berikutnya merupakan
golongan yang sangat kuat dan yang mewarnai perkembangan pemikiran dalam Islam.
4. Perkembangan di Bidang Ilmu Bahasa
Pada masa Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, wilayah kekuasaan Islam telah
sampai Sungai Efrat, Tigris, dan Amu Dariyah, bahkan sampai ke Indus. Akibat
luasnya wilayah kekuasaan Islam dan banyaknya masyarakat yang bukan berasal
dari kalangan Arab, banyak ditemukan kesalahan dalam membaca teks Al-Qur'an
atau Hadits sebagai sumber hukum Islam.
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib menganggap bahwa kesalahan itu sangat fatal,
terutama bagi orang-orang yang akan mempelajari ajaran islam dari sumber
aslinya yang berbahasa Arab. Kemudian Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib
memerintahkan Abu Al-Aswad Al-Duali untuk mengarang pokok-pokok Ilmu Nahwu (
Qawaid Nahwiyah ).
Dengan adanya Ilmu Nahwu yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam
mempelajari bahasa Al-Qur'an, maka orang-orang yang bukan berasal dari
masyarakat Arab akan mendaptkan kemudahan dalam membaca dan memahami sumber
ajaran Islam.
5. Perkembangan di Bidang Pembangunan
Pada masa Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, terdapat usaha positif yang
dilaksanakannya, terutama dalam masalah tata kota. Salah satu kota yang
dibangun adalah kota Kuffah.
Semula pembangunan kota Kuffah ini bertujuao politis untuk dijadikan
sebagai basis pertahanan kekuatan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib dari berbagai
rongrongan para pembangkang, misalnya Muawiyah Ibnu Abi Sufyan. Akan tetapi,
lama kelamaan kota tersebut berkembang menjadi sebuah kota yang sangat ramai
dikunjungi bahkan kemudian menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan
keagamaan, seperti perkembangan Ilmu Nahwu, Tafsir, Hadits dan sebagainya. [2][10]
Pembangunan kota Kuffah ini dimaksudkan sebagai salah satu cara Khalifah
Ali Ibnu Abi Thalib mengontrol kekuatan Muawiyah yang sejak semula tidak mau
tunduk terhadap perintahnya. Karena letaknya yang tidak begitu jauh dengan
pusat pergerakan Muawiya Ibnu Abi Sufyan, maka boleh dibilang kota ini sangat
strategis bagi pertahanan Khalifah.
2.5 Setelah
Nabi wafat
Sampai
disini hampir semua pihak sepakat tentang riwayat Ali bin Abi Thalib, perbedaan
pendapat mulai tampak ketika Nabi Muhammad wafat. Syi'ah berpendapat
sudah ada wasiat (berdasar riwayat Ghadir Khum) bahwa Ali
harus menjadi Khalifah bila Nabi SAW wafat. Tetapi Sunni tidak sependapat, sehingga pada
saat Ali dan Fatimah masih berada dalam suasana duka orang-orang Quraisy
bersepakat untuk membaiat Abu Bakar.
Menurut riwayat dari Al-Ya'qubi
dalam kitab Tarikh-nya Jilid II Menyebutkan suatu peristiwa sebagai berikut.
Dalam perjalan pulang ke Madinah seusai menunaikan ibadah haji (
Hijjatul-Wada'),malam hari Rasulullah saw bersama rombongan tiba di suatu
tempat dekat Jifrah yang dikenal denagan nama "GHADIR KHUM." Hari itu
adalah hari ke-18 bulan Dzulhijah. Ia keluar dari kemahnya kemudia berkhutbah
di depan jamaah sambil memegang tangan Imam Ali Bin Abi Tholib r.a.Dalam khutbahnya
itu antara lain beliau berkata : "Barang siapa menanggap aku ini
pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya.Ya Allah, pimpinlah orang yang
mengakui kepemimpinannya dan musuhilah orang yang memusuhinya"
Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah tentu tidak disetujui keluarga Nabi Ahlul Baitdan
pengikutnya. Beberapa riwayat berbeda pendapat waktu pem-bai'at-an Ali bin Abi
Thalib terhadap Abu Bakar sebagai Khalifah pengganti Rasulullah. Ada yang
meriwayatkan setelah Nabi dimakamkan, ada yang beberapa hari setelah itu,
riwayat yang terbanyak adalah Ali mem-bai'at Abu Bakar setelah Fatimah meninggal, yaitu enam bulan setelah
meninggalnya Rasulullah demi
mencegah perpecahan dalam ummat Ada yang menyatakan bahwa Ali belum pantas
untuk menyandang jabatan Khalifah karena
umurnya yang masih muda, ada pula yang menyatakan bahwa kekhalifahan dan
kenabian sebaiknya tidak berada di tangan Bani Hasyim Sebagai
khalifah
Peristiwa pembunuhan terhadap
Khalifah Utsman bin Affan
mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah
membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu
menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali binAbi Thalib sebagai
khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan Talhah bin
Ubaidillah memaksa
beliau, sehingga akhirnya Ali menerima bai'at mereka. Menjadikan Ali
satu-satunya Khalifah yang dibai'at secara massal, karena khalifah sebelumnya
dipilih melalui cara yang berbeda-beda.
Sebagai Khalifah ke-4 yang
memerintah selama sekitar 5 tahun. Masa pemerintahannya mewarisi kekacauan yang
terjadi saat masa pemerintah Khalifah sebelumnya,
Utsman bin Affan. Untuk pertama kalinya perang
saudara antara umat Muslim terjadi saat masa pemerintahannya, Pertempuran Basra. 20.000 pasukan pimpinan Ali
melawan 30.000 pasukan pimpinan Zubair bin Awwam, Talhah bin
Ubaidillah, dan Ummul mu'mininAisyah binti Abu Bakar, janda Rasulullah. Perang
tersebut dimenangkan oleh pihak Ali. Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan yang menurut berbagai kalangan
waktu itu kurang dapat diselesaikan karena fitnah yang sudah terlanjur meluas
dan sudah diisyaratkan (akan terjadi) oleh Nabi Muhammad SAW ketika beliau
masih hidup, dan diperparah oleh hasutan-hasutan para pembangkang yang ada
sejak zaman Utsman bin Affan,
menyebabkan perpecahan di kalangan kaum muslim sehingga menyebabkan perang
tersebut. Tidak hanya selesai di situ, konflik berkepanjangan terjadi hingga akhir
pemerintahannya. Pertempuran Shiffin yang melemahkan kekhalifannya juga
berawal dari masalah tersebut.
Ali bin Abi Thalib, seseorang yang
memiliki kecakapan dalam bidang militer dan strategi perang, mengalami
kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan luar biasa yang
ditinggalkan pemerintahan sebelumya. Ia meninggal di usia 63 tahun karena
pembunuhan oleh Abdrrahman
bin Muljam, seseorang
yang berasal dari golongan Khawarij
(pembangkang) saat mengimami salat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan napas
terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali
dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang
menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.
No comments:
Post a Comment