a. Pengertian
Manajemen Berbasis Sekolah
Menurut Siagian[1],
manajemen adalah kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh sesuatu hasil
dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain. Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) atau dalam terminologi bahasa Inggris lazim disebut “School Based
Management” adalah model pengelolaan yang memberikan otonomi atau kemandirian
pada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan
secara langsung semua warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang
ditetapkan oleh Pemerintah pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Dalam
hubungannya dengan Model MBS keberadaan Dewan Sekolah (Dalam UU RI No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebut Komite Sekolah) merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dengan MBS. MBS bukan saja merupakan tuntutan
inovatif dalam manajemen sekolah, melainkan merupakan pula kebijakan nasional
yang strategis sebagaimana dinyatakan pada Pasal 51 ayat 1 UU RI No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi “Pengelolaan Satuan
Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah
dilaksanakan berdasarkan Standar Pelayanan Minimal dengan prinsip Manajemen
Berbasis Sekolah/Madrasah”.
Me-manage
atau mengelola sekolah artinya mengatur agar seluruh potensi sekolah berfungsi
secara optimal dalam mendukung tercapainya tujuan sekolah. Dengan demikian
keberadaan Dewan Sekolah/Komite Sekolah merupakan suatu kepatutan yang perlu
ada dalam MBS, karena keberadaan sekolah diperlukan oleh masyarakat. Secara
substantif, peran dan fungsi yang selama ini dilaksanakan oleh BP3 akan larut
dan “melebur” ke dalam Komite Sekolah. Dalam keadaan tertentu fungsi
kelembagaan sebagai penampung dana partisipasi masyarakat masih elevenn untuk
dilanjutkan, maka dalam rangka MBS, fungsi tersebut dilaksanakan oleh Dewan
Sekolah (Komite Sekolah).[2]
Sesuai
dengan UU RI No. 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional seperti dinyatakan dalam
Pasal 56 ayat 1, sebutan Dewan Sekolah diubah menjadi Komite Sekolah, seperti
dinyatakan “masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan
yang meliputi perencanaan, pengawasan dan evaluasi program pendidikan melalui
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah/Madrasah”. Sesungguhnya menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (sesuai dengan Oxford Advanced Learners Dictionary of Current
English) istilah yang tepat untuk kepentingan itu adalah Dewan Sekolah bukan
Komite Sekolah. Namun demikian sesuai dengan sebutan UU RI No. 20 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dalam pelaksanaan MBS, sebutan Dewan Sekolah diubah menjadi
Komite Sekolah.
b.
Tujuan dan Manfaat Manajemen Berbasis
Sekolah
Implementasi manajemen Berbasis
sekolah memiliki tujuan :
- Peningkatan
Mutu Pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola
dan memperbadayakan sumber daya yang tersedia.
- Meningkatkan
kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan
melalui pengambilan keputusan bersama.
- Meningkatkan
tanggung jawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, dan pemerintah
tentang mutu sekolah.
- Meningkatkan
kompetensi yang sehat antar sekolah untuk pencapaian mutu pendidikan yang
diharapkan.
- Memperdayakan
potensi sekolah yang ada agar menghasilkan lulusan yang berhasil guna dan berdaya
guna.
Secara
umum manfaat yang bisa diraih dalam melaksanakan MBS antara lain sebagai
berikut :
1. Sekolah
dapat mengoptimalkan sumber daya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya,
karena bisa lebih mengetahui peta kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang
mungkin dihadapi.
2. Sekolah
lebih mengetahui kebutuhan lembaganya khususnya input dan output pendidikan
yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
3. Pengambilan
keputusan partisipatif yang dilakukan dapat memenuhi kebutuhan sekolah karena
lebih tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
4. Penggunaan
sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana masyarakat turut
serta mengawasi.
5. Keterlibatan
warga sekolah dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan
demokrasi yang sehat.
6. Sekolah
bertanggung jawab tentang mutu pendidikan di sekolahnya kepada pemerintah,
orang tua, peserta didik dan masyarakat.
7. Sekolah
dapat bersaing dengan sehat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
8. Sekolah
dapat merespon aspirasi masyarakat yang berubah dengan pendekatan yang tepat
dan cepat.[3]
c. Prinsip
Umum Manajemen Berbasis Sekolah
Ada
6 (enam) prinsip umum yang patut menjadi pedoman dalam pelaksanaan Manajemen
Berbasis Sekolah, yaitu :
- Memiliki
visi, misi, dan strategi ke arah pencapaian mutu pendidikan, khususnya
mutu siswa sesuai dengan jenjang sekolah masing-masing.
- Berpijak
pada “Power Sharing” (berbagi kewenangan), yaitu bahwa pengelolaan
pendidikan sepatutnya berlandaskan pada keinginan saling mengisi, saling
membantu, saling menerima dan berbagi kekuasaan/kewenangan sesuai dengan
fungsi dan peran masing-masing.
- Adanya
profesionalisme semua bidang. Maksudnya bahwa implementasi MBS menuntut
adanya derajat profesionalisme berbagai komponen, baik para praktisi
pendidikan, pengelola, dan manajer pendidikan lainnya, termasuk
profesionalisme Komite Sekolah.
- Melibatkan
partisipasi masyarakat yang kuat maksudnya bahwa tanggung jawab
pelaksanaan pendidikan, bukan hanya dibebankan pada sekolah (guru dan
Kepala Sekolah saja), tetapi juga menuntut adanya keterlibatan dan
tanggung jawab semua komponen lapisan masyarakat, termasuk orang tua
siswa.
- Menuju
kepada terwujudnya Komite Sekolah. Artinya, dalam implementasi MBS idealnya
setiap sekolah harus membentuk Komite Sekolah (KS), sebagai institusi yang
akan melaksanakan MBS. Dengan demikian pembentukan Komite Sekolah
merupakan prasyarat implementasi MBS. Pembentukan Komite Sekolah itu,
sebaiknya juga diikuti dengan langkah-langkah nyata, yaitu
mengidentiifkasi tujuan, manfaat, perencanaan dan pelaksanaan program,
serta aspek yang berkaitan dengan komite Sekolah sebagai institusi
penopang keberhasilan visi dan misi sekolah.
- Adanya
transparansi dan akuntabilitas. Yaitu memiliki makna bahwa prinsip MBS
harus berpijak pada transparansi atau keterbukaan dalam pengelolaan
sekolah, termasuk di dalamnya masalah fisik dan nonfisik. Sedangkan
akuntabilitas (tanggung jawab) memberi makna bahwa sekolah beserta komite
sekolah merupakan institusi terdepan yang paling bertanggung jawab dalam
pengelolaan sekolah.
d.
Strategi Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah
Strategi adalah langkah-langkah sistematis dan sistemik dalam melaksanakan
rencana secara menyeluruh (makro) dan berjangka panjang dalam pencapaian tujuan
model MBS. Perlu disadari bahwa reformasi manajemen pendidikan persekolahan
dengan menggunakan model Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan tuntutan
yang mendesak. Namun demikian, tuntutan MBS bukanlah satu-satunya model yang
dapat mendongkrak mutu pendidikan tanpa dukungan faktor lain. Ada sejumlah
faktor lain yang mendukung dan menentukan diantaranya tingkat prestasi
stakeholder dan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Artinya sekolah tidak dapat
berjalan sendiri dalam upaya meningkatkan mutu efisiensi, pemerataan pendidikan
dan kemandirian sekolah. Kondisi politik atau kebijakan pemerintah dalam hal
manajemen / organisasi / kepemimpinan, proses belajar mengajar, sumber daya
manusia dan administrasi sekolah merupakan sejumlah komponen MBS yang
diperlukan dalam konteks persekolahan di Indonesia.
Penerapan disesuaikan dengan pemberlakuan MBS
dibagi dalam tiga tingkatan MBS secara penuh (tinggi), MBS tingkat menengah
(sedang), sekolah dan MBS secara minimal (rendah). Dalam menentukan tingkatan
sekolah dan MBSnya ada lima persyaratan yang perlu dipenuhi yaitu :
1) Pemilihan Kepala sekolah dan guru
2) Pembentukan partisipasi masyarakat
3) Lokasi/kemampuan dasar orang tua
4) Kemampuan pengadaan dana
5) Nilai Ebtanas Murni
Kelima kriteria tersebut dihubungkan dengan
tipe sekolah (penuh, menengah dan minimal). Implikasi penting dari penerapan
model MBS adalah perlu disediakan penghargaan (reward) untuk hukuman
(punishment) terhadap sekolah yang berhasil dan tidak berhasilnya melaksanakan
kegiatan model MBS. Salah satu bentuk sanksi adalah pengurangan anggaran untuk
sekolah tersebut.
e.
Faktor Pendukung Keberhasilan Manajemen Berbasis Sekolah
Implementasi MBS akan sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang sifatnya internal di lingkungan sekolah ataupun faktor
eksternal di luar sekolah. Secara umum beberapa faktor pendukung MBS adalah
sebagai berikut :
1. Kepemimpinan dan Manajemen Sekolah yang
professional
MBS akan berhasil jika ditopang oleh kemampuan professional kepala
sekolah dalam memimpin dan mengelola sekolah secara efektif dan efisien, serta
mampu menciptakan iklim organisasi di sekolah yang kondusif untuk proses
belajar mengajar.
2. Kondisi sosial, ekonomi, dan apresiasi
masyarakat terhadap pendidikan
Faktor eksternal akan turut menentukan keberhasilan MBS adalah kondisi
tingkat pendidikan orang tua siswa dan masyarakat. Kemampuan dalam membiayai
pendidikan, serta tingkat apresiasi dalam mendorong anak untuk terus belajar.
3. Dukungan pemerintah
Faktor ini sangat menentukan efektivitas dan implementasi MBS terutama
bagi sekolah yang kemampuan orang tua/masyarakatnya relatif belum siap
memberikan kontribusi terhadap penyelenggaraan pendidikan. Alokasi dana
pemerintah (APBN/APBD) dan pemberian kewenangan dalam pengelolaan sekolah
kepada sekolah menjadi penentu keberhasilan
[1] Siagian, S.P. (2004). Filsafat Administrasi. Jakarta : Ghalia
Indonesia, hlm. 23
[2] Fattah, Nanang. (2004). Konsep
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung: Pustaka Bani
Quraisy. hlm. 5
[3] Departemen Pendidikan Nasional.
(2003). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Jakarta: Depdiknas
No comments:
Post a Comment