Dalam
kegiatan bisnis terdapat hubungan yang saling membutuhkan antara konsumen
dengan pelaku usaha. Kepentingan konsumen adalah memperoleh kepuasan melalui
pemenuhan kebutuhannya terhadap produk tertentu, sedangkan kepentingan pelaku
usaha adalah memperoleh laba (profit) dari transaksi dengan konsumen.
Dalam hubungan yang demikian, sering
kali terdapat ketidakseimbangan antara keduanya. Konsumen biasanya berada dalam
posisi yang lebih lemah dan karenanya dapat menjadi sasaran eksploitasi dari
pelaku usaha yang secara sosial dan ekonomi mempunyai posisi yang lebih kuat
dari konsumen. Dengan kata lain, konsumen adalah pihak yang rentan
dieksploitasi oleh pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan bisnisnya.
Untuk melindungi atau memberdayakan
konsumen diperlukan seperangkat aturan hukum. Oleh karena itu, diperlukan
adanya campur tangan negara melalui penetapan sistem perlindungan hukum
terhadap konsumen. Ketentuan
Pasal 1 angka (1) UU No. 8 Tahun 1999 ditentukan bahwa perlindungan konsumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen. Selanjutnya, ketentuan Pasal 2 UU No. 8 Tahun
1999 menentukan bahwa perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan,
keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum.
Penjelasan Pasal 2 UU No. 8 Tahun
1999 menegaskan bahwa perlindungan konsumen diselenggarakan sebagai usaha
bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional,
yaitu :
1.
Asas
manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besamya
bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
2.
Asas
keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku
usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3.
Asas
keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun
spritual.
4.
Asas
keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5.
Asas
kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen
menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
Perlindungan
konsumen itu sendiri, menurut ketentuan Pasal 3 UU No. 8 Tahun 1999, bertujuan
untuk :
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri;
b. mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d. menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan
informasi;
e. menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan
konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
f. meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan konsumen.
Sehubungan dengan campur tangannya
negara atau pemerintah, Ahmadi Miru & Sutarman Yodo mengemukakan
pendapatnya, bahwa :
“Sejak
masuknya paham negara kesejahteraan (welfare
state), negara telah ikut campur dalam perekonomian rakyatnya melalui
berbagai peraturan perundang-undangan, termasuk dalam hubungan kontraktual
antara pelaku usaha dan konsumen. Pengaturan hal-hal tertentuyang berkaitan
dengan masuknya paham negara modern melalui welfare
state, kita tidak menemukan lagi pengurusan kepentingan ekonomi oleh rakyat
tanpa melibatkan pemerintah sebagai lembaga eksekutif di suatu negara. Sesuai
fungsi kehadiran negara, maka pemerintah sebagai lembaga eksekutif bertanggung
jawab memajukan kesejahteraan rakyatnya yang diwujudkan dalam suatu pembangunan
nasional.”
Ditinjau dari sejarahnya, gerakan
perlindungan konsumen di Indonesia baru benar-benar dipopulerkan pada beberapa
puluh tahun yang lalu, yakni dengan berdirinya suatu lembaga swadaya masyarakat
(LSM) yang bernama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).
Setelah YLKI, kemudian muncul
beberapa organisasi serupa, antara lain Lembaga Pembinaan dan Perlindungan
Konsumen (LP2K) di Semarang yang berdiri sejak Februari 1998.
Di
luar itu, pada dewasa ini cukup banyak LSM serupa yang berorientasi pada
kepentingan, pelayanan serta perlindungan konsumen, seperti Yayasan lembaga
Bina Konsumen Indonesia (YLBKI) di Bandung, dan perwakilan YLKI di berbagai
propinsi di tanah air.
No comments:
Post a Comment