Dalam penjelasan Undang – undang tentang perlindungan
konsumen disebutkan bahwa peranti hukum yang melindungi
konsumen tidak dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi
justru sebaliknya, sebab perlindungan konsumen dapat mendorong iklim berusaha
yang sehat serta lahirnya perusahaan yang tangguh dalam menghadapi persaingan
melalui penyediaan barang atau jasa yang berkualitas.
Undang – undang
tentang Perlindungan Konsumen ini mengacu pada filosofi pembangunan nasional
bahwa pembangunan nasional termasuk pembangunan hukum yang memberikan
perlindungan terhadap konsumen adalah dalam rangka membangun manusia Indonesia
seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia, yaitu
dasar negara Pancasila dan konstitusi negara yaitu Undang – Undang Dasar 1945.
Pemerintah melalui Menteri Kesehatan telah mengeluarkan Peraturan No.329
tahun 1978 yang memuat ketentuan antara lain :
1.
Makanan yang diproduksi dan diedarkan di wilayah
Indonesia harus memenuhi syarat – syarat keselamatan, kesehatan, standar mutu
atau syarat – syarat lain yang ditetapkan menteri (pasal 2).
2.
Dilarang memproduksi, menyimpan
atau mengedarkan makanan yang antara lain : mengandung bahan hewani atau nabati
yang berpenyakit, tidak cocok untuk mengkonsumsi manusia. Berbahaya
atau dapat mengganggu kesehatan manusia (pasal 21).
3. Dilarang unit produksi mengakibatkan pencemaran
lingkungan (pasal 23).
Perlindungan ini bila dilihat
dari kepentingan konsumen merupakan penjabaran Dari
kewajiban pemerintah memenuhi hak konsumen untuk memperoleh barang yang dijamin
persyaratan, kualitas dan keamanannya.
Meterologi legal mengatur tentang
kebendaan yaitu alat ukur, takaran, timbangan dan perlengkapan (UTTP) dan
barang bergerak yang penentuan dan kuantitasnya dengan diukur, ditakar dan
ditimbang.
Perjanjian yang berhubungan dengan hak kebendaan yaitu pasal 25 UU No.
2/1981, berbunyi : Dilarang mempunyai, menaruh, memamerkan, memakai atau
menyuruh memakai sub a. sampai g. (yang pada intinya alat ukuran, takaran, timbangan
dan perlengkapan yang tidak sah dan seterusnya).
Apabila kita perhatikan ketentuan pasal – pasal tersebut di atas maka aspek
hukum perdata yang nampak adalah memiliki, memakai, membeli, menjual,
menyerahkan dan menyewakan.
Kita masih ingat adagium yang berbunyi “Lex Specialist derogate legi
Generalis”, dimana dalam pelaksanaannya terlebih dahulu harus memprioritaskan
ketentuan – ketentuan yang khusus kemudian ketentuan umum diberlakukan. Dengan
demikian pelaksanaan Undang – undang yang satu dengan yang lainnya akan sesuai
dan saling melengkapi.
Begitu pula dalam hal memberlakukan pasal – pasal 529, 570 dan 584 B.W.
yang berhubungan dengan alat ukur, takar, timbang dan perlengkapannya atau
mengenai barang – barang tertentu yang diukur atau ditimbang senantiasa harus
memperhatikan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 2 / 1981. Apabila tidak ,
bagaimana? Tentu saja dalam pelaksanaanya akan berbenturan, itulah yang sangat
tidak kita harapkan. Sebagai contoh kita simak pasal 570 B.W. mengenai hak yang
mengatakan ; Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu kebendaan
dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan
kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang – undang dan
seterusnya.
Kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen khususnya
dalam menumbuh kembangkan sikap jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
telah diatur dalam UU No. 8 tahun 1999 pasal 8 tentang Penyajian Informasi yang
lengkap pada barang yang dikemas, meliputi :
1). Kadaluarsa suatu barang.
2). Petunjuk penggunaan dalam bahasa
Indonesia.
3). Pelabelan.
Beberapa
kasus yang dapat dihimpun penulis berdasarkan hasil penelitian di YLKI antara
tahun 1980 sampai dengan 2001 sebagai berikut :
1. Pada tahun 1980-an muncul kasus dicurigainya
kehalalan susu Dancow.
2. Tahun
1984, seorang gadis cilik bernama Dewi Mulyani meninggal dunia akibat makan
pisang sale. Hasil pengecekan YLKI menunjukkan bahwa kemasan pisang sale
tersebut terbuat dari karton bekas kemasan pestisida. Ini sesuai visum dokter bahwa Dewi meninggal karena keracunan
insektisida yang tertelan bersama sale.
3. Bulan November 1988, 54 orang murid SD di Bekasi harus
masuk rumah sakit karena keracunan makanan jajanan yang mereka beli di
sekolahnya. Pada bulan yang sama, 30 orang di Tangerang dirawat di rumah sakit
karena usai menyantap makanan yang disajikan dalam suatu kenduri.
4. Tahun 2001, Muncul kasus haramnya bumbu masak
Ajinomoto seperti yang difatwakan Majelis Ulama Indonesia.
5.
Restoran fast food dan
supermarket sering mencantumkan hanya yang ganjil misalnya hanya sepotong ayam
goreng Rp. 2.999 atau Rp. 4.508 atau sebungkus snack Rp. 975. Manakala konsumen
akan memperoleh kembalian yang didapatkan bukan kembalian atau Rp. 25, tetapi sepotong permen.. YLKI
sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan konsumen selalu terbuka dan berusaha
untuk membantu konsumen yang bermasalah,
yaitu dengan menerima atau menampung dan menyelesaikan keluhan atau
ketidakpuasan konsumen terhadap barang dan jasa yang dibelinya.
Contoh – contoh diatas tersebut merupakan
pengetahuan umum dan sangat Banyak
jumlahnya yang dapat diketahui melalui koran, majalah, maupun yang tidak
disiarkan. Hal ini menunjukan bahwa masih banyak terdapat produksi barang
maupun jasa di pasaran Indonesia yang kurang atau tidak memperhatikan mutu,
keamanan dan kesehatan konsumen. Apabila hal ini terus berkelanjutan tentu akan
berakibat kurang baik terhadap perkembangan dunia usaha di Indonesia.
Pada tanggal 16 Maret 1992,
hak – hak konsumen telah berhasil dirumuskan dan disepakati. Oleh
karena itu tanggal tersebut diperingati sebagai “ Hari Hak Konsumen Sedunia”. Hak – hak konsumen ini merupakan hak – hak
yang bersifat universal. Di berbagai negara seperti Amerika Serikat, negara –
negara Eropa dan Jepang. Hak – hak konsumen ini dituangkan dalam undang –
undang jual beli, sewa menyewa, asuransi, pembelian Kredit, pertanggung
jawaban produsen terhadap barang-barang yang di produksi serta pertangggung
jawaban terhadap iklan perdagangan yang tidak wajar (unfair trade practice).
No comments:
Post a Comment