Wednesday, February 8, 2017

Perlindungan Hukum Bagi Pedagang Kaki Lima


            Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah tiga kaki gerobak (yang sebenarnya adalah 3 roda atau dua roda ditambah satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang dijalanan pada umumnya.
            Sebenarnya istilah kaki lima berasal dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk pejalan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu setengah meter (1 ½ m).
            Di beberapa tempat, pedagang kaki lima dipermasalahkan karena mengganggu para pengendara kendaraan bermotor. Selain itu, ada Pedagang Kaki Lima yang menggunakan sungai dan saluran air terdekat untuk membuang sampah dan air cuci. Sampah dan air sabun dapat lebih merusak sungai yang ada dengan mematikan ikan dan menyebabkan eutrofikasi.
            Tetapi Pedagang Kaki Lima  kerap menyediakan makanan atau barang lain dengan harga yang lebih bahkan sangat murah daripada membeli di toko. Modal dan biaya yang dibutuhkan kecil, sehingga kerap mengundang pedagang yang hendak memulai bisnis dengan modal yang kecil atau orang kalangan ekonomi lemah yang biasanya mendirikan bisnisnya di sekitar rumah mereka.
5
 
            Keberadaan Pedagang Kaki Lima kembali dipermasalahkan. Ini lantaran kiprah mereka dalam mencari penghidupan dinilai sudah keterlaluan karena beroperasi secara sembarangan di tempat-tempat strategis, tanpa mengindahkan aturan yang ada. Mereka menjajakan barang dagangannya sekenanya, baik di trotoar-trotoar pejalan kaki maupun di badan jalan tanpa memedulikan kepentingan masyarakat umum lainnya.
Pedagang kaki lima menjadi masalah khususnya dalam hal penggunaan lokasi untuk berdagang. Pada satu sisi keberadaan pedagang kaki lima sangat dibutuhkan oleh masyarakat, akan tetapi pada sisi lainnya PKL dianggap mengganggu ketertiban kota, mengotori jalan raya, bahkan menimbulkan kemacetan dan keruwetan kota. Yang menjadi masalah utama tentunya adalah penempatan para Pedagang Kaki Lima tersebut diharapkan tidak menimbulkan kemacetan atau kesemrawutan kota.
Pada sisi lain keberadaan Pedagang Kaki Lima dianggap tidak memiliki hak untuk menempati sebidang tanah tertentu. Para Pedagang Kaki Lima acapkali menjadi objek pemerasan dari para pihak yang bertindak bertanggung jawab. Pedagang Kaki Lima adalah sebuah dilema, ketika ia mengotori dan memacetkan lalu lintas, pada saat itu ia menjadi subjek pengganggu, tetapi ketika dunia saat ini dihadapkan pada resesi ekonomi global, maka Indonesia patut bersyukur karena walau bagaimanapun Pedagang Kaki Lima menjadi penopang yang cukup berperan dalam menghadapi krisis tersebut.
Keberadaan Pedagang Kaki Lima perlu diperhatikan dari banyak sisi. Hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya keberadaan tanah atau lahan untuk berdagang bagi Pedagang Kaki Lima. Ketika lahan semakin berkurang dan masyarakat semakin bertumbuh pesat, maka muncul banyak masalah di bidang pertanahan.
Pedagang Kaki Lima sebagai penyelamat ekonomi nasional kita juga menghadapi ketersediaan lahan yang sangat terbatas khususnya di perkotaan. Hingga saat ini Pedagang Kaki Lima yang tersebar di berbagai penjuru kota besar di Tanah Air masih berjuang untuk mendapatkan lokasi berusaha. Penggusuran yang sering terjadi yang umumnya dilakukan oleh aparat Satpol PP seringkali justru menimbulkan korban harta hingga nyawa.
Para pedagang kaki lima yang umumnya bermodal kecil sudah saatnya perlu mendapat perhatian dari pelaku kebijakan negeri ini khususnya mengenai tempat berdagang. Para pedagang kaki lima sering dianggap menempati tanah-tanah milik orang lain sehingga mereka dianggap liar. Pada sisi lainnya mereka juga dipungut retribusi oleh aparatur pemerintah kota/kabupaten. Untuk itu perlu saatnya kita  memikirkan konsep bagi Pedagang Kaki Lima.   
              Walaupun tidak ada pengaturan khusus tentang hak-hak Pedagang Kaki Lima, namun kita dapat menggunakan beberapa produk hukum yang dapat dijadikan landasan perlindungan bagi Pedagang Kaki Lima. Ketentuan perlindungan hukum bagi Pedagang Kaki Lima ini adalah Pasal 27 ayat 2.
Kemudian dalam pasal 11 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) menyebutkan ”Setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak.”
            Pasal 38 UU No 39 tahun 1999 mengenai HAM juga menyebutkan :
(1)   Setiap warga negara sesuai dengan bakat, kecakapan dan kemampuan berhak atas pekerjaan yang layak.
(2)   Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan .....
Pasal 13 dalam Undang-Undang No. 09 tahun 1993 tentang usaha kecil menyebutkan bahwa Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindungan dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk :
a.       Menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian tempat lokasi di pasar, ruang pertokoan, sentra industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, dan lokasi yang wajar bagi Pedagang Kaki Lima serta lokasi lainnya.
b.      Memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan.  

            Dengan adanya beberapa ketentuan di atas, pemerintah dalam mensikapi fenomena adanya Pedagang Kaki Lima harus mengutamakan penegakan keadilan bagi rakyat kecil.

No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive