Pedagang
Kaki Lima (PKL) adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan
gerobak. Istilah itu sering ditafsirkan demikian karena jumlah kaki pedagangnya
ada lima. Lima kaki tersebut adalah dua kaki pedagang ditambah
tiga kaki gerobak (yang sebenarnya adalah 3 roda atau dua roda ditambah satu
kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang dijalanan pada
umumnya.
Sebenarnya istilah kaki lima berasal
dari masa penjajahan kolonial Belanda. Peraturan pemerintahan waktu itu
menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana
untuk pejalan kaki. Lebar ruas untuk pejalan adalah lima kaki atau sekitar satu
setengah meter (1 ½ m).
Di beberapa tempat, pedagang kaki
lima dipermasalahkan karena mengganggu para pengendara kendaraan bermotor.
Selain itu, ada Pedagang
Kaki Lima yang menggunakan sungai dan saluran air terdekat untuk membuang
sampah dan air cuci. Sampah dan air sabun dapat lebih merusak sungai yang ada
dengan mematikan ikan dan menyebabkan eutrofikasi.
Tetapi
Pedagang Kaki Lima kerap menyediakan
makanan atau barang lain dengan harga yang lebih bahkan sangat murah daripada
membeli di toko. Modal dan biaya yang dibutuhkan kecil, sehingga kerap
mengundang pedagang yang hendak memulai bisnis dengan modal yang kecil atau
orang kalangan ekonomi lemah yang biasanya mendirikan bisnisnya di sekitar
rumah mereka.
|
Keberadaan Pedagang Kaki Lima
kembali dipermasalahkan. Ini lantaran kiprah mereka dalam mencari penghidupan
dinilai sudah keterlaluan karena beroperasi secara sembarangan di tempat-tempat
strategis, tanpa mengindahkan aturan yang ada. Mereka menjajakan barang
dagangannya sekenanya, baik di trotoar-trotoar pejalan kaki maupun di badan
jalan tanpa memedulikan kepentingan masyarakat umum lainnya.
Pedagang kaki lima menjadi masalah khususnya dalam hal
penggunaan lokasi untuk berdagang. Pada satu sisi keberadaan pedagang kaki lima
sangat dibutuhkan oleh masyarakat, akan tetapi pada sisi lainnya PKL dianggap
mengganggu ketertiban kota, mengotori jalan raya, bahkan menimbulkan kemacetan
dan keruwetan kota. Yang menjadi masalah utama tentunya adalah penempatan para Pedagang Kaki Lima tersebut
diharapkan tidak menimbulkan kemacetan atau kesemrawutan kota.
Pada
sisi lain keberadaan Pedagang Kaki Lima dianggap tidak memiliki hak untuk
menempati sebidang tanah tertentu. Para Pedagang Kaki Lima acapkali menjadi
objek pemerasan dari para pihak yang bertindak bertanggung jawab. Pedagang Kaki
Lima adalah sebuah dilema, ketika ia mengotori dan memacetkan lalu lintas, pada
saat itu ia menjadi subjek pengganggu, tetapi ketika dunia saat ini dihadapkan
pada resesi ekonomi global, maka Indonesia patut bersyukur karena walau
bagaimanapun Pedagang Kaki Lima menjadi penopang yang cukup berperan dalam
menghadapi krisis tersebut.
Keberadaan
Pedagang Kaki Lima perlu diperhatikan dari banyak sisi. Hal-hal yang perlu
diperhatikan diantaranya keberadaan tanah atau lahan untuk berdagang bagi
Pedagang Kaki Lima. Ketika lahan semakin berkurang dan masyarakat semakin
bertumbuh pesat, maka muncul banyak masalah di bidang pertanahan.
Pedagang
Kaki Lima sebagai penyelamat ekonomi nasional kita juga menghadapi ketersediaan
lahan yang sangat terbatas khususnya di perkotaan. Hingga saat ini Pedagang
Kaki Lima yang tersebar di berbagai penjuru kota besar di Tanah Air masih
berjuang untuk mendapatkan lokasi berusaha. Penggusuran yang sering terjadi
yang umumnya dilakukan oleh aparat Satpol PP seringkali justru menimbulkan
korban harta hingga nyawa.
Para
pedagang kaki lima yang umumnya bermodal kecil sudah saatnya perlu mendapat
perhatian dari pelaku kebijakan negeri ini khususnya mengenai tempat berdagang.
Para pedagang kaki lima sering dianggap menempati tanah-tanah milik orang lain
sehingga mereka dianggap liar. Pada sisi lainnya mereka juga dipungut retribusi
oleh aparatur pemerintah kota/kabupaten. Untuk itu perlu saatnya kita memikirkan konsep bagi Pedagang Kaki Lima.
Walaupun tidak ada pengaturan khusus tentang hak-hak Pedagang Kaki Lima, namun kita
dapat menggunakan beberapa produk hukum yang dapat dijadikan landasan
perlindungan bagi Pedagang Kaki Lima. Ketentuan perlindungan hukum bagi Pedagang
Kaki Lima ini adalah Pasal 27 ayat 2.
Kemudian dalam pasal 11 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia (HAM) menyebutkan ”Setiap orang berhak atas pemenuhan
kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak.”
Pasal 38 UU No 39 tahun 1999
mengenai HAM juga menyebutkan :
(1)
Setiap warga negara sesuai dengan bakat, kecakapan dan
kemampuan berhak atas pekerjaan yang layak.
(2)
Setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang
disukainya dan .....
Pasal 13 dalam Undang-Undang No. 09 tahun 1993 tentang usaha kecil
menyebutkan bahwa Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindungan
dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk :
a.
Menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi
pemberian tempat lokasi di pasar, ruang pertokoan, sentra industri, lokasi
pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, dan lokasi yang wajar bagi Pedagang Kaki Lima serta lokasi
lainnya.
b.
Memberikan
bantuan konsultasi hukum dan pembelaan.
Dengan adanya beberapa ketentuan di
atas, pemerintah dalam mensikapi fenomena adanya Pedagang Kaki Lima harus mengutamakan penegakan
keadilan bagi rakyat kecil.
No comments:
Post a Comment