Ada lima unsur
yang menjadi dasar untuk menilai indahnya sebuah pertunjukan tari.
1. wiraga
yakni kesuaian antara jenis tarian dengan umur dan fisik penarinya,
misalnya, “tari kelinci” lebih cocok dimainkan oleh anak-anak,
“tari giringgiring” cocok dimainkan oleh remaja, “tari karonsih” sangat indah bila dimainkan oleh sepasang muda-mudi yang berperawakan langsing,
“tari bondan” atau “tari kendi” sangat bagus dimainkan oleh gadis cilik.
2. wirama yakni kesesuaian antara irama lagu atau musik pengiring dengan gerak tari.
Tarian yang sigrak atau yang bersifat atraktif dan dinamis sangat cocok diiringi dengan lagu bernuansa gembira dengan tempo yang cepat.
Sebaliknya, tarian yang bernuansa romantis atau melankolis lebih cocok diiringi dengan lagu yang syahdu dan musik bertempo lambat.
3. wirasa yakni penghayatan yang dilakukan oleh penari terhadap materi dan jenis tarian.
Menari bukan sekadar menggerakkan anggota tubuh, melainkan mengekspresikan nilai seni atau keindahan melalui bahasa gerak, bahasa tubuh, dan bahasa mimik.
Dalam kaitan ini, bagaimana gerak langkah kaki dan ayunan tangan serta kerlingan mata menjadi sangat berarti, apalagi senyum yang tersungging di bibir yang digerakkan oleh ketulusan hati.
4. wicitra
yakni bagaimana keseluruhan gambaran yang dapat diperlihatkan sebagai sebuah keutuhan karya seni.
Unsur keempat ini dibangun dengan padu padan dari tata rias, kostum, tata lampu, dan tata pangung.
Tarian yang mengekspresikan kisah sedih misalnya, tidak cocok ditampilkan dengan tata rias yang menor serta kostum yang berwarna cerah.
Sebaliknya, tarian yang mengekspresikan kegembiraan, sangat cocok ditampilkan dengan kostum yang ngejreng serta lampu yang gemerlap.
Jumlah penari juga menjadi penting untuk dipertimbangkan dalam kaitannya dengan luas panggung pertunjukan.
Sebuah tarian kolosal membutuhkan panggung yang luas, sebaliknya tarian tunggal tidak membutuhkan panggung terlalu luas.
5. konteks yakni hubungan pertunjukan dengan dengan momen atau acara tertentu.
“Tari karonsih”, misalnya, sangat sesuai disuguhkan dalam acara resepsi pernikahan karena tarian ini menggambarkan sepasang kekasih yang sedang bercengkerama dalam percumbuhan yang penuh kasih dan romantis.
Untuk memperingati Hari Pahlawan, barangkali akan sangat bagus ditampilkan “tari wiroyudo” atau “tari bondoboyo” yang menggambarkan sepak terjang prajurit atau balatentara dengan gerakannya yang gagah dan
penuh semangat.
1. wiraga
yakni kesuaian antara jenis tarian dengan umur dan fisik penarinya,
misalnya, “tari kelinci” lebih cocok dimainkan oleh anak-anak,
“tari giringgiring” cocok dimainkan oleh remaja, “tari karonsih” sangat indah bila dimainkan oleh sepasang muda-mudi yang berperawakan langsing,
“tari bondan” atau “tari kendi” sangat bagus dimainkan oleh gadis cilik.
2. wirama yakni kesesuaian antara irama lagu atau musik pengiring dengan gerak tari.
Tarian yang sigrak atau yang bersifat atraktif dan dinamis sangat cocok diiringi dengan lagu bernuansa gembira dengan tempo yang cepat.
Sebaliknya, tarian yang bernuansa romantis atau melankolis lebih cocok diiringi dengan lagu yang syahdu dan musik bertempo lambat.
3. wirasa yakni penghayatan yang dilakukan oleh penari terhadap materi dan jenis tarian.
Menari bukan sekadar menggerakkan anggota tubuh, melainkan mengekspresikan nilai seni atau keindahan melalui bahasa gerak, bahasa tubuh, dan bahasa mimik.
Dalam kaitan ini, bagaimana gerak langkah kaki dan ayunan tangan serta kerlingan mata menjadi sangat berarti, apalagi senyum yang tersungging di bibir yang digerakkan oleh ketulusan hati.
4. wicitra
yakni bagaimana keseluruhan gambaran yang dapat diperlihatkan sebagai sebuah keutuhan karya seni.
Unsur keempat ini dibangun dengan padu padan dari tata rias, kostum, tata lampu, dan tata pangung.
Tarian yang mengekspresikan kisah sedih misalnya, tidak cocok ditampilkan dengan tata rias yang menor serta kostum yang berwarna cerah.
Sebaliknya, tarian yang mengekspresikan kegembiraan, sangat cocok ditampilkan dengan kostum yang ngejreng serta lampu yang gemerlap.
Jumlah penari juga menjadi penting untuk dipertimbangkan dalam kaitannya dengan luas panggung pertunjukan.
Sebuah tarian kolosal membutuhkan panggung yang luas, sebaliknya tarian tunggal tidak membutuhkan panggung terlalu luas.
5. konteks yakni hubungan pertunjukan dengan dengan momen atau acara tertentu.
“Tari karonsih”, misalnya, sangat sesuai disuguhkan dalam acara resepsi pernikahan karena tarian ini menggambarkan sepasang kekasih yang sedang bercengkerama dalam percumbuhan yang penuh kasih dan romantis.
Untuk memperingati Hari Pahlawan, barangkali akan sangat bagus ditampilkan “tari wiroyudo” atau “tari bondoboyo” yang menggambarkan sepak terjang prajurit atau balatentara dengan gerakannya yang gagah dan
penuh semangat.
No comments:
Post a Comment