BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan merupakan salah satu
upaya pelestarian moralitas yang sangat berpengaruh dalam kehidupan suatu
bangsa. Kehidupan suatu bangsa membutuhkan pendidikan sebagai salah satu alat
untuk mencetak generasi yang bermutu. Pendidikan dalam hal ini tidak bisa
terlepas dari peran pendidikan anak usia dini yang memberikan bimbingan dan
pengenalan mengenai nilai agama dan moral kepada anak sejak awal masa
pertumbuhan.
Pendidikan seharusnya mampu
menghadirkan generasi yang bermoral dan berkarakter kuat karena manusia
sesungguhnya dapat dididik. Manusia adalah animal seducandum. Artinya, manusia
adalah binatang yang harus dan dapat dididik. Aristoteles mengatakan, sebuah
masyarakat yang budayanya tidak memperhatikan pentingnya mendidik good habits
(melakukan kebiasaan berbuat baik) akan menjadi masyarakat yang terbiasa dengan
hal buruk (Hidayat, 2015: 2.5). Oleh karena itu pengembangan nilai agama dan
moral dalam pendidikan anak usia dini menjadi sangat penting dan diharapkan dapat
berperan dalam membentuk karakter bangsa yang bermoral dan bermartabat.
Tanda-tanda hancurnya suatu bangsa
yang terlihat pada banyaknya kasus-kasus kekerasan di sekolah-sekolah khususnya
di kota besar. Kasus yang sangat memprihatinkan adalah masalah ketidakjujuran
yang sangat berakibat fatal, dinataranya adalah maraknya karus korupsi di
berbagai instansi pemerintah. Selain itu budaya korupsi sudah seperti
membudaya. Selain itu tingginya perilaku merusak diri sangat terlihat pada
banyaknya remaja yang terlibat penggunaan narkoba. Kasus-kasus yang sering
terjadi pada bangsa Indonesia ini harus segera diantisipasi dan dicari solusinya
agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bermoral dan bermartabat.
Melihat berbagai permasalahan yang
ada pada bangsa ini, pendidikan anak usia dini menjadi bagian penting yang
sangat berperan dalam melakukan antisipasi dan memberikan kontribusinya dalam
menanamkan nilai-nilai agama dan moral pada anak-anak Indonesia. Penanaman
nilai-nilai agama dan moral ini dapat dilakukan dengan menanamkan karakter
positif yang akan melekat pada diri seorang anak sehingga anak akan tumbuh
menjadi generasi yang beragama, beradab, bermoral dan bermartabat. Beragama,
bermoral, beradab dan bermartabat merupakan bagian dari kecerdasan spiritual.
Maka kecerdasan spiritual harus menjadi tujuan penting dalam proses pengembangan
nilai-nilai agama dan moral.
Pendidikan nilai agama dan moral
pada anak usia dini menjadi sangat mendesak dalam upaya untuk membangun
masyarakat yang beragama, beradab, bermoral dan bermartabat sesuai dengan
nilai-nilai dalam ajaran agama Islam. Selain itu pengembangan moral dan nilai
agama juga sangat penting dalam perbaikan kondisi suatu bangsa. Oleh karena itu
makalah ini berusaha menggali strategi yang efektif dalam membentuk karakter
positif dalam diri seorang anak. Makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran atau alternatif mengenai strategi pengembangan moral dan nilai agama
untuk anak usia dini.
B. Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
- Bagaimana Strategi Pengembangan Moral dan Nilai
Agama Pada Anak Usia Dini ?
- Metode apa saja yang
dapat digunakan untuk mengembangkan Nilai moral dan agama pada anak usia
dini ?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
- Untuk mengetahui Strategi Pengembangan Moral dan Nilai
Agama Pada Anak Usia Dini.
- Untuk mengetahui Metode
yang dapat digunakan untuk mengembangkan Nilai moral dan agama pada anak
usia dini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Strategi Pengembangan Moral dan Nilai Agama
Pada Anak Usia Dini
1. Menanamkan Rasa Cinta
Kepada Allah SWT
Diantara cara membimbing anak menuju akidah yang benar
adalah dengan mendidik mereka untuk mencintai Allah. Pendidikan ini harus
diberikan sejak ini. Pada saat tersebut,
mulailah mereka diperkenalkan kepada makhluk-makhluk Allah (manusia, binatang,
dan tumbuh-tumbuhan) yang terdekat disekitar mereka. Selain itu, juga perlu diupayakan adanya
keterikatan antara mereka dengan yang telah
menciptakannya, pemilik keagungan, pemberi nikmat, dan maha dermawan.
Dengan bentuk seperti ini anak pasti akan mencintai Allah
(Rajih, 2008: 87-88) Rasa cinta kepada Allah beserta seluruh ciptaannya dapat
diperkenalkan pada anak usia dini melalui pembelajaran saintifik. Pembelajaran
saintifik tersebut akan mengenalkan akan pada makhluk ciptaan Allah sekaligus
mengenalkan anak untuk mencintai ilmu pengetahuan dengan proses mengamati.
Menciptakan rasa cinta kepada Allah juga diikuti oleh
mencintai seluruh ciptaannya, termasuk mencintai orang tua, keluarga, dan
tetangga. Strategi penanaman nilai-nilai agama dengan mencintai Allah dan
segala ciptaannya akan menciptakan seorang anak yang penuh cinta kasih,
sehingga perkataan dan perbuatannya menjadi menyenangkan dan tumbuh menjadi pribadi
yang bermanfaat bagi sesamanya.
2.
Menciptakan Rasa Aman
Perasaan aman dan ketenangan adalah kebutuhan yang
mendasar yang selalu didambakan anak.
Saat dia sakit dan menangis dia mengharapkan ibunya bangun dan berjaga
sepanjang malam untuk berada disampinynya, memberikan kehangatan jika diinginkan
(Mursi, 2006: 24). Kebutuhan akan rasa aman tidak hanya dari lingkungan keluarga
saja, tetapi sekolah beserta seluruh aparaturnya dan lingkungan tempat tinggal juga
memberikan pengaruh dalam menciptakan rasa aman bagi seorang anak.
Strategi pengembangan moral dan nilai agama tidak bisa
mengesampingkan pentingnya rasa aman bagi seorang anak. Rasa aman ini akan
berdampak juga dalam penyerapan nilai-nilai agama dan moral yang diajarkan oleh
orang tua maupaun guru di sekolah. Apabila anak merasa aman dan nyaman di rumah
maupun di sekolah maka anak tersebut akan mudah menerima pembelajaran ataupun
contoh-contoh positif yang diberikan oleh orang tua atau oleh gurunya.
Rasa aman berdampak pada proses pembelajaran yang dapat
berjalan dengan optimal, sehingga anak dapat berkembang pesat sesuai masa
pertumbuhannya. Misalnya saja dalam hal pengaturan waktu tidur. Seorang anak
membutuhkan tidur dalam keadaan tenang dan waktu lebih awal. Tidur siang
(kira-kira dari pukul 13.00- 16.00). Jangan menghukum dengan melarang tidur
atau mengurangi waktu tidurnya.
Jangan mengganggu tidurnya dengan alasan apapun, karena
hal ini akan berpengaruh pada jantungnya. Jangan membangunkan anak supaya dia
buang air, atau membangunkannya ketika sang ayah bau datang atau
membangunkannya untuk memarahi atau menegurnya. Waktu tidur yang cukup tidak
kurang dari tujuh jam atau lebih dalam sehari semalam (Mursi, 2006: 22).
3. Mencium dan Membelai
Anak
Mencium anak merupakan hal yang yang mampu memenuhi
kebutuhan akan rasa kasih sayang. Rasul SAW bersabda yang intinya agar
memperbanyak mencium anaknya, karena setiap ciuman adalah satu derajat di surga
dan jarak antara derajat satu dengan yang lain adalah lima ratus tahun. Jika
seseorang mencium anaknya, maka Allah akan menuliskan untuknya satu kebaikan.
Jika menggembirakan anaknya, maka pada hari kiamat Allah akan
menggembirakannya. Jika mengajarkan al-Quran maka pada hari kiamat ia akan
diberi pakaian dari cahaya sehingga wajah para penghuni surga menjadi terang
dan bercahaya (Mansur, 2011: 306).
Begitu besar kebaikan yang akan kita dapatkan jika kita
memberikan ciuman pada seorang anak. Tidak hanya ciuman saja tetapi belaian
juga merupakan bentuk kasih sangat yang sangat diperlukan bagi anak. Kebutuhan
akan ciuman dan belaian bagi seorang anak akan menumbuhkan rasa aman dan nyaman
sehingga anak akan tumbuh menjadi anak yang penuh kasih sayang. Hal ini akan
berdampak pada tumbuhkan cinta kasih terhadap teman atau saudaranya.
4. Menanamkan Cinta Tanah
Air
Strategi dalam pengembangan moral dan nilai agama untuk
anak usia dini salah satunya adalah menanamkan rasa cinta tanah air sejak dini.
Cinta tanah air ini dapat diperkenalkan pada anak melalui kegiatan upacara.
Dalam kegiatan upacara terdapat bendera merah putih yang harus dihormati. Lagu
Garuda Pancasila dan lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan bersama pada saat
upacara juga menjadi hal yang menarik bagi anak-anak. Oleh karena itu membela
bangsa dan segala hal yang terkait dengan cinta tanah air perlu diajarkan pada
anak usia dini. Selain melalui upacara bendera di sekolah. Guru atau orang tua
juga dapat memperkenalkan rumah adat atau baju adat dari berbagai suku di
Indonesia. Walaupun Indonesia terdiri dari berbagai macam suku dan agama tetapi
kita tetap satu kesatuan Bangsa Indoneisa.
5. Meneliti dan Mengamati
Anak memiliki kecenderungan alami untuk meneliti sehingga
dia mendapatkan pengetahuan, kemudian
dia kembangkan berdasarkan pengalaman dirinya. Tidak adanya pengalaman dalam
beberapa hal dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan, karena adanya dorongan
untuk selalu mencoba. Dia ingin medengarkan suara kaca apabila dijatuhkan ke
lantai, maka dia jatuhkan kaca. Memberikan kepuasaan pada anak untuk mengetahui
hal-hal yang ada disekitarnya akan banyak membantunya dalam perkembangan
akalnya dan kecintaan kepada apa yang ada di sekelilingnya (Mursi, 2006: 23).
Dalam kegiatan meneliti dan mengamati ini anak dapat
dibiarkan untuk melakukan sesuatu sendiri, mengalami dan merasakan sendiri. Hal
ini dilakukan agar anak dapat belajar melalui pengalamannya sendiri dan belajar
dari kesalahannya agar tidak mengulanginya lagi. Kegiatan meneliti dan
mengamati ini menjadi salah satu strategi dalam menanamkan nilai-nilai agama
dan moral. Misalnya saja kegiatan mengamati tumbuhan atau binatang. Kegiatan
pengamatan ini bisa diikuti dengan penjelasan tentang ciptaan tuhan. Mengenal
adanya tuhan dengan proses pengamatan akan menjadi kegiatan yang menyenangkan
bagi seorang anak. Kegiatan ini juga bisa dilakukan di luar kelas sehingga anak
merasa nyaman dan senang dengan lingkungan yang terbuka.
Pengamatan dalam upaya untuk menanamkan nilai-nilai agama
dan moral juga dapat dilakukan melalui media gambar-gambar tempat ibadah dari
beberapa agama yang berbeda. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan memberikan
penjelasan bahwa kita harus menghormati orang lain yang berbeda agama. Selain
itu kegiatan ini juga mengenalkan keberagaman dan penerimaan terhadap perbedaan
yang ada.
6. Menyentuh dan
Mengaktikan Potensi Berfikir Anak
Strategi pengembangan moral dan nilai agama untuk anak
usia dini dapat dilakukan dengan menyentuh dan mengaktifkan potensi berfikir
anak melalui cerita atau dongeng. Anak sangat menyukai dongeng atau cerita yang
dibacakan oleh guru, orang tua atau orang terdekatnya. Dalam hal ini pilihlah
cerita-cerita yang berkaitan dengan cerita kenabian atau orang-orang sholeh.
Karena cerita tokoh-tokoh tersebut pasti terdapat nilai-nilai positif yang
bermanfaat untuk anak-anak.
Cerita dapat membangkitkan kesadaran serta mempengaruhi
jalan pikiran, dan dapat menyumbangkan nilai-nilai positif dalam diri mereka
(Rajih, 2008: 186). Cerita atau dongeng akan meningkatkan daya imaginasi
seorang anak. Anak akan mengembangkan pikirannya ketika sedang dibacakan sebuah
cerita.
7. Memberikan Penghargaan
Anak haruslah merasa bahwa dirinya merupakan kebanggan
orang tua, keluarga, guru, dan orang
lain. Dia harus diperlakukan sebagai seorang yang berharga, untuk membangkitkan
perasaan tersebut dapat dilakukan dengan melibatkannya dalam memberikan bantuan
yang sederhana kepada orang lain yang ada di sekelilingnya, dilibatkan dalam
kegiatan-kegiatan sesuai kemampuannya seperti menyapu, menghilangkan debu,
membuang sampah, membawakan sesuatu (Mursi, 2006: 25).
Melibatkan anak dalam beberapa kegiatan akan menjadi
strategi yang cukup efisien dalam pengembangan nilai-nilai agama dan moral.
Anak akan merasa dibutuhkan dan terbiasa membantu orang lain. Penghargaan juga
dapat diberikan kepada anak setelah selesai melakukan tugasnya. Tetapi yang
lebih penting adalah penghargaan terhadap proses. Sebagai guru atau orang tua
dapat memberikan penghargaan dengan memberikan pujian tentang proses yang sudah
mereka jalani. Hindari untuk memuji hasil tetapi akan lebih baik jika pujian diberikan
pada upaya atau proses yang sudah anak-anak lakukan. Hal ini dilakukan agar
anak belajar meghargai proses dalam rangka mencapai keinginannya.
8. Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani merupakan kebutuhan seorang anak.
Kegiatan jasmani ini bisa dalam bentuk olahraga maupaun kegiatan permainan yang
merangsang pertumbuhan fisik motorik anak. Pertumbuhan anak menjadi optimal
dengan kegiatan olahraga atau permainan. Olahraga sangat bermanfaat bagi
seorang anak, manfaat tersebut diantaranya adalah (1) mengoptimalkan
perkembangan otak sehingga berpengaruh pada kecerdasan anak, (2) melatih fisik
an motoric anak sehingga pertumbuhan anak dapat berkembang dengan baik, (3)
mengenalkan dan melatih kerjasama dengan teman dan guru, (4) mengenalkan jiwa
sportivitas dalam diri seorang anak, (5) kegiatan olahraga maupun permainan
juga menanamkan nilai-nilai kejujuran, karena dalam kegiatan ini terdapat
kesepakatan yang harus dipenuhi oleh anak-anak agar permainannya berjalan
sesuai yang direncanakan.
Khusus mengenai pendidikan yang bersifat jasmani, Ibnu
Sina berpendapat hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik
dan segala sessuatu yang berkaitan dengannya, seperti olahraga, makan, minum,
tidur, dan menjaga kebersihan (Iqbal, 2015: 7). Makan, minum, dan tidur
merupakan kebutuhan bagi seorang anak. Kebutuhan ini dapat dipenuhi sekaligus
dapat menanamkan nilai-niai agama. Misalnya saja ketika kegiatan makan bersama
di rumah maupun di sekolah, guru ataupun orangtua dapat mengarahkan anak untuk
memulainya dengan berdoa.
Selain itu makananan yang kita makan juga merupakan rezeki
dari allah sehingga kita harus selalu bersyukur terhadap pemberian Allah. Pendidikan
jasmani dalam kegiatan makan bersama dapat juga digunakan untuk mengenalkan
jenis-jenis makanan atau jenis-jenis ciptaan Allah. Jenis-jenis makanan merupakan
ciptaan Allah yang harus selalu disyukuri. Selain itu anak juga belajar secara verbal
untuk menyebutkan jenis-jenis makanan tersebut. Misalnya setelah makan anak diminta
menjelaskan apa saja makanan yang sudah dimakan. Dalam hal ini anak juga belajar
bahasa untuk menjelaskan kegiatan yang sudah dilakukan dalam rangka mensyukuri
pemberian allah.
Adanya pendidikan jasmani diharapkan seorang anak akan
terbina pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan dengan pendidikan
budi pekerti diharapkan seorang anak memiliki kebiasaan bersopan santun dalam
pergaulan hidup sehari-hari dan sehat jiwanya. Dengan pendidikan kesenian
seorang anak diharapkan pula dapat mempertajam perasaannya dan meningkat daya
khayalnya. Begitu juga tujuan pendidikan keterampilan, diharapkan bakat dan
minat anak dapat berkembang secara optimal (Iqbal, 2015: 7).
9. Teladan yang Baik
Strategi dalam penanaman nilai-nilai agama dan moral
adalah dengan memberikan keteladannan yang baik. Anak membutuhkan role model
dalam proses pengamatan atau proses perkembangannya. Teladan yang baik dapat
diperoleh melalui lingkungan keluarga, sekolah dan lingkungan sekitar temapt
tinggalnya. Ibnu Sina berpendapat bahwa seorang guru diharapkan memiliki
kompetensi keilmuan yang bagus, berkepribadian mulia, dan kharismatik sehingga
dihormati dan menjadi idola bagi anak didikya (Kurniasih, 2010: 125).
Guru menjadi tokoh panutan bagi seorang anak, sehingga
selain memperdalam tentang pendidikan anak, guru juga diharapkan untuk mengasah
kepribadiannya. Kepribadian yang diharapkan tentunya adalah kepribadian yang
sesuai dengan ajaran dan niai-nilai Islam.
Salah satu yang dapat dilakukan seorang guru dalam rangka
mengasah
kepribadiannya
adalah dengan mengasah hati untuk selalu mendoakan muridnya. Seorang guru
diharapkan selalu mendoakan kesuksesan muridnya. Hal ini menjadi
penting
agar ada ikatan batin antara guru dan murid dapat terjalin dengan baik. Ikatan batin
antara guru dan murid yang sudah baik, diharapkan dapat menghindarkan guru dari
perilaku yang tidak baik atau sikap kekerasan dan marah yang berlebihan. Selain
itu dengan doa dari seorang guru diharapkan anak-anak akan mudah menerima pelajaran
yang diberikan oleh seorang guru.
10. Pengulangan dalam
Proses Pembelajaran
Pada usia 0-3 tahun terdapat 1000 trilliun koneksi
(sambungan antar sel). Pada saat inilah anak-anak bisa mulai diperkenalkan
berbagai hal dengan cara mengulang-ulang. Dari usia 3-11 tahun, terjadi apa
yang disebut proses restrukturisasi atau pembentukan kembali sambungan-sambungan
tersebut. Cara-cara mengulang-ulang dapat dilakukan dengan: (a) Memperdengarkan
bacaan Al-Quran, (b) Bahasa Asing, (c) Memperkenalkan nama-nama benda dengan
cara bermain dan menunjukkan gambar, (d) Memperkenalkan warna dengan
menunjukkan kepadanya dalam bentuk benda yang dia kenal, warna-warna cerah dan
gambar, (e) Membacakan cerita atau dongeng, (f) Memperkenalkan aroma buah
melalui buku (Kurniasih, 2010: 125).
11. Memenuhi Kebutuhan
Bermain
Kebutuhan utama bagi seorang anak adalah bermain. Proses
pembelajaran atau penanaman nilai-nilai agama dan moral bagi anak dapat
dilakukan dengan kegiatan bermain. Bermain akan merangsang perkembangan otak
atau pertumbuhan fisiknya. Permainan tersebut dapat dikemas menjadi permainan
edukatif yang menyenangkan. Bermain merupakan kebutuhan jasmani atau biologis.
Artinya, bermain adalah kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi. Dengan
terpenuhinya kebutuhan ini anak akan merasa senang, nyaman dan selalu dalam
kebahagiaan. Selain itu, dengan bermain, jasmani anak akan menjadi segar dan
bugar, sehingga akan berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya
(Fadhilah2014: 30).
Nabi mengakui kebutuhan anak-anak terhadap permainan dan
kebutuhannya terhadap hiburan Karena anak-anak memang perlu mainan untuk
mengembangkan akalnya, meluaskan pengetahuannya, serta menggerakkan indera dan
perasaannya. Menyediakan mainan yang berguna bagi anak merupakan media untuk
menghilangkan kejenuhannya, emmbantunya agar berbakti kepada orang tuanya,
menyenangkan hatinya, serta memenuhi kecenderungan dan kepuasan bermainnya
sehingga kelak ia akan tumbuh menjadi anak yang stabil (Abdurrahman, 2013:
107).
B. Metode
Pengembangan Nilai Moral dan Agama Pada Anak Usia Dini
1.
Bercerita
Bercerita dapat dijadikan metode
untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat (Hidayat, 2005 :
4.12). Dalam cerita atau dongeng dapat ditanamkan berbagai macam nilai moral,
nilai agama, nilai sosial, nilai budaya, dan sebagainya. Kita mungkin masih
ingat pada masa kecil dulu tidak segan-segannya orang tua selalu mengantarkan
tidur anak-anaknya dengan cerita atau dongeng.Tidaklah mudah untuk dapat
menggunakan metode bercerita ini. Dalam bercerita seorang guru harus menerapkan
beberapa hal, agar apa yang dipesankan dalam cerita itu dapat sampai kepada
anak didik.
Beberapa hal yang dapat digunakan
untuk memilih cerita dengan fokus moral, diantaranya:a. Pilih cerita yang
mengandung nilai baik dan buruk yang jelasb. Pastikan bahwa nilai baik dan
buruk itu berada pada batas jangkauan kehidupan anakc. Hindari cerita yang
“memeras” perasaan anak, menakut-nakuti secara fisik (Tadzkiroatun Musfiroh,
2005 : 27-28).
Dalam bercerita seorang guru juga
dapat menggunakan alat peraga untuk mengatasi keterbatasan anak yang belum
mampu berpikir secara abstrak. Alat peraga yang dapat digunakan antara lain,
boneka, tanaman, benda-benda tiruan, dan lain-lain. Selain itu guru juga bisa
memanfaaTkan kemampuan olah vokal yang dimiliknya untuk membuat cerita itu
lebih hidup, sehingga lebih menarik perhatian siswa. Adapun teknik-teknik
bercerita yang dapat dilakukan diantaranya :a. membaca langsung dari buku
cerita atau dongengb. Menggunakan ilustrasi dari bukuc. Menggunakan papan
flaneld. Menggunakan media bonekae. Menggunakan media audio visualf. Anak bermain
beran atau sosiodrama. (Dwi Siswoyo dkk, 2005 : 87).
Strategi atau cara yang dapat
digunakan ketika guru memilih metode bercerita sebagai salah satu metode yang
digunakan dalam penanaman nilai moral adalah dengan membagi anak menjadi
beberapa kelompok, misalnya dalam satu kelas dibagi ke dalam 4 (empat)
kelompok. Anak-anak yang mengikuti kegiatan bercerita duduk dilantai
mengelilingi guru yang duduk di kursi kecil di kelilingi oleh mereka. Anak-anak
yang duduk di lantai akan mendengarkan cerita yang disampaikan oleh guru.
Sedangkan tiga kelompok yang lain duduk pada kursi meja yang lain dengan
kegiatan yang berbeda-beda, misalnya ada yang menggambar, melakukan kegiatan
melipat kertas, sedangkan kelompok yang keempat membentuk plastisin. Anak-anak
yang mengikuti kegiatan bercerita pada gilirannya akan mengikuti kegiatan
menggambar, melipat kertas, membentuk plastisin. Melalui cara ini masing-masing
anak akan mendapaTkanan kegiatan atau pengalaman belajar yang sama secara
bergantian.
2.
Bernyanyi
Pendekatan penerapan metode
bernyanyi adalah suatu pendekatan pembelajaran secara nyata yang mampu membuat
anak senang dan bergembira. Anak diarahkan pada situasi dan kondisi psikis
untuk membangun jiwa yang bahagia, senang menikmati keindahan, mengembangkan
rasa melalui ungkapan kata dan nada, serta ritmik yang menjadikan suasana
pembelajaran menjadi lebih menyenangkan. Pesan-pesan pendidikan berupa nilai
dan moral yang dikenalkan kepada anak tentunya tidak mudah untuk diterima dan
dipahami secara baik. Anak tidak dapat disamakan dengan orang dewasa.
Anak merupakan pribadi yang
memiliki keunikan tersendiri. Pola pikir dan kedewasaan seorang anak dalam
menentukan sikap dan perilakunya juga masih jauh dibandingkan dengan orang
dewasa. Anak tidak cocok hanya dikenalkan tentang nilai dan moral melalui
ceramah atau tanya jawab saja. Oleh karena itu bernyanyi merupakan salah satu
metode penamanan nilai moral yang tepat untuk diberikan kepada anak usia dini.
Bernyanyi jika digunakan sebagai
salah satu metode dalam penanaman moral dapat dilakukan melalui penyisipan
makna pada syair atau kalimat-kalimat yang ada dalam lagu tersebut. Lagu yang
baik untuk kalangan anak AUD harus memperhatikan kriteria sebagai berikut:a.
Syair/kalimatnya tidak terlalu panjangb. Mudah dihafal oleh anakc. Ada misi
pendidikand. Sesuai dengan karakter dan dunia anake. Nada yang diajarkan mudah
dikuasai anak (Otib Satibi Hidayat, 2005 : 4.28).
3. Bersajak
Sajak diartikan sebagai
persesuaian bunyi suku kata dalam syair, pantun, dan sebagainya terutama pada
bagian akhir suku kata (Poerwadarminta, 2007: 1008). Pendekatan pembelajaran
melalui kegiatan membaca sajak merupakan salah satu kegiatan yang akan
menimbulkan rasa senang, gembira, dan bahagia pada diri anak. Secara psikologis
anak Taman Kanak-kanak sangat haus dengan dorongan rasa ingin tahu, ingin
mencoba segala sesuatu, dan ingin melakukan sesuatu yang belum pernah dialami
atau dilakukannya.
Melalui metode sajak guru bisa
menanamkan nilai-nilai moral kepada anak. Sajak ini merupakan metode yang juga
membuat anak merasa senang, gembira dan bahagia. Melalui sajak anak dapat
dibawa ke dalam suasana indah, halus, dan menghargai arti sebuah seni.
Disamping itu anak juga bisa dibawa untuk menghargai makna dari untaian kalimat
yang ada dalam sajak itu. Secara nilai moral, melalui sajak anak akan memiliki
kemampuan untuk menghargai perasaan, karya serta keberanian untuk mengungkap
sesuatu melalui sajak sederhana (Hidayat, 2005 : 4.29)
4. Karya wisata
Karya wisata merupakan salah satu
metode pengajaran di PAUD dimana anak mengamati secara langsung dunia sesuai
dengan kenyataan yang ada, misalnya hewan, manusia, tumbuhan dan benda lainnya.
Dengan karya wisata anak akan mendapat ilmu dari pengalamannya sendiri dan
sekaligus anak dapat menggeneralisasi berdasarkan sudut pandang mereka sendiri.
Berkaryawisata mempunyai arti penting bagi perkembangan anak karena dapat
membangkitkan minat anak pada sesuatu hal, dan memperluas perolehan informasi.
Metode ini juga dapat memperluas
lingkup program kegiatan belajar anak Taman Kanak-kanak yang tidak mungkin
dapat dihadirkan di kelas.Melalui metode karya wisata ada beberapa manfaat yang
dapat diperoleh anak. Pertama, bagi anak karya wisata dapat dipergunakan untuk
merangsang minat mereka terhadap sesuatu, memperluas informasi yang telah
diperoleh di kelas, memberikan pengalaman mengenai kenyataan yang ada, dan
dapat menambah wawasan anak. Informasi-informasi yang didapatkan anak melalui
karya wiasata dapat pula dijadikan sebagai batu loncatan untuk melakukan kegiatan
yang lain dalam proses pembelajaran.
Kedua, karya wisata dapat
menumbuhkan minat tentang sesuatu hal, seperti untuk mengembangkan minat
tentang dunia hewan maka anak dapat dibawa ke kebun binatang. Mereka mendapat
kesempatan untuk mengamati tingkah laku binatang. Minat tersebut menimbulkan
dorongan untuk memperoleh informasi lebih lanjut seperti tentang kehidupannya,
asalnya, makannya, cara berkembang biaknya, cara mengasuh anaknya, dan
lain-lain.Ketiga, karya wisata kaya akan nilai pendidikan, karena itu melalui
kegiatan ini dapat meningkatkan pengembangan kemampuan sosial, sikap, dan
nilai-nilai kemasyarakatan pada anak.
Apabila dirancang dengan baik
kegiatan karya wisata dapat membantu mengembangkan aspek perkembangan sosial
anak, misalnya kemampuan dalam menggalang kerja sama dalam kegiatan
kelompok.Keempat, karya wisata dapat juga mengembangkan nilai-nilai
kemasyarakatan, seperti: sikap mencintai lingkungan kehidupan manusia, hewan,
tumbuhan, dan benda-benda lainnya. Karya wisata membantu anak memperoleh
pemahaman penuh tentang kehidupan manusia dengan bermacam perkerjaan, kegiatan
yang menghasilkan suatu karya atau jasa.
Metode karya wisata bertujuan
untuk mengembangkan aspek perkembangan anak Taman Kanak-kanak yang sesuai
dengan kebutuhannya. Misalnya pengembangan aspek kognitif, bahasa, kreativitas,
emosi, kehidupan bermasyarakat, dan penghargaan pada karya atau jasa orang
lain. Tujuan berkarya wisata ini perlu dihubungkan dengan tema-tema yang sesuai
dengan pengembangan aspek perkembangan anak Taman Kanak-kanak. Tema yang sesuai
adalah tema: binatang, pekerjaan, kehidupan kota atau desa, pesisir, dan
pegunungan.Adapun beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam penanaman
nilai moral pada anak usia dini menurut Dwi Siswoyo dkk, (2005:72-81) adalah
indoktrinasi, klarifikasi nilai, teladan atau contoh, dan pembiasaan dalam
perilaku.
5. Indoktrinasi
Dalam kepustakaan modern,
pendekatan ini sudah banyak menuai kritik dari para pakar pendidikan. Akan
tetapi pendekatan ini masih dapat digunakan. Menurut Alfi Kohn, dalam Dwi
Siswoyo (2005:72) menyatakan bahwa untuk membantu anak-anak supaya dapat tumbuh
menjadi dewasa, maka mereka harus ditanamkan nilai-nilai disiplin sejak dini
melalui interaksi guru dan siswa.Dalam pendekatan ini guru diasumsikan telah
memiliki nilai-nilai keutamaan yang dengan tegas dan konsisten ditanamkan
kepada anak. Aturan mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh
dilakukan disampaiakan secara tegas, terus menerus dan konsisten. Jika anak
melanggar maka ia dikenai hukuman, akan tetapi bukan berupa kekerasan.
6. Klarifikasi Nilai
Dalam pendekatan klarifikasi
nilai, guru tidak secara langsung menyampaikan kepada anak mengenai benar
salah, baik buruk, tetapi siswa diberi kesempatan untuk menyampaiakan dan
menyatakan nilai-nilai dengan caranya sendiri. Anak diajak untuk mengungkapkan
mengapa perbuatan ini benar atau buruk. Dalam pendekatan ini anak diajak untuk
mendiskusikan isu-isu moral.Pertanyaan yang muncul, apakah pendekatan ini dapat
digunakan untuk anak AUD? Ternyata jawabannya dapat, karena anak AUD yang
berumur 6 tahun berada dalam masa transisi ke arah perkembangan moral yang
lebih tinggi, sehingga mereka perlu dilatih untuk melakukan penalaran dan
keterampilan bertindak secara moral sesuai dengan pilihan-pilihannya (Dwi
Siswoyo (2005:76).
7. Teladan atau Contoh
Anak mempunyai kemampuan yang
menonjol dalam hal meniru. Oleh karena itu seorang guru hendaknya dapat
dijadikan teladan atau contoh dalam bidang moral. Baik kebiasaan baik maupun
buruk dari guru akan dengan mudah dilihat dan kemudian diikuti oleh anak. Figur
seorang guru sangat penting utuk pengembangan moral anak. Artinya nilai-nilai
yang tujuannya akan ditanamkan oleh guru kepada anak seyogyanya sudah mendarah
daging terlebih dahulu pada gurunya.
Menurut Cheppy Hari Cahyono (1995
: 364-370) guru moral yang ideal adalah mereka yang dapat menempaTkanan dirinya
sebagai fasilitator, pemimpin, orang tua dan bahkan tempat menyandarkan
kepercayaan, serta membantu orang lain dalam melakukan refleksi.Dalam pendekatan
ini profil ideal guru menduduki tempat yang sentral dalam pendidikan moral.
Banyak para ahli yang berpendapat dalam hal ini, diantaranya Durkheim, John
Wilson dan Kohlberg. Durkheim, misalnya ia berpendapat bahwa belajar adalah
satu proses sosial yang berkaitan dengan upaya mempengaruhi peserta didik
sedemikian rupa sehingga mereka dapat tumbuh selaras dengan posisi, kadar
intelektualitas, dan kondisi moral yang diharapkan oleh lingkungan sosialnya
(Dwi Siswoyo, 2005:76).
Sementara, Kohlberg berpendapat bahwa
tugas utama guru adalah memberi kontribusi terhadap proses perkembangan moral
anak. Tugas guru disini adalah mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
berpikir, mempertimbangkan dan mengambil keputusan.
8. Pembiasaan dalam Perilaku
Kurikulum yang berlaku di AUD
terkait dengan penanaman moral, lebih banyak dilakukan melalui
pembiasaan-pembiasaan tingkah laku dalam proses pembelajaran. Ini dapat dilihat
misalnya, pada berdoa sebelum dan sesudah belajar, berdoa sebelum makan dan
minum, mengucap salam kepada guru dan teman, merapikan mainan setelah belajar,
berbaris sebelum masuk kelas dan sebagainya. Pembiasaan ini hendaknya dilakukan
secara konsisten. Jika anak melanggar segera diberi peringatan.Pendekatan lain
yang dapat digunakan dalam penanaman nilai moral menurut W. Huitt (2004)
diantaranya adalah inculcation, moral development, analysis, klarifikasi nilai,
dan action learning.
1. Inculcation
Pendekatan ini bertujuan untuk
menginternalisasikan nilai tertentu kepada siswa serta untuk mengubah nilai-nilai
dari para siswa yang mereka refleksikan sebagai nilai tertentu yang diharapkan.
Metode yang dapat digunakan dalam pendekatan ini diantaranya modeling,
penguatan positif atau negatif, alternatif permainan, game dan simulasi, serta
role playing.
2. Moral development
Tujuan dari pendekatan ini adalah
membantu siswa mengembangkan pola-pola penalaran yang lebih kompleks
berdasarkan seperangkat nilai yang lebih tinggi, serta untuk mendorong siswa
mendiskusikan alasan-alasan pilihan dan posisi nilai mereka, tidak hanya
berbagi dengan lainnya, akan tetapi untuk membantu perubahan dalam tahap-tahap
penalaran moral siswa. Metode yang dapat digunakan diantaranya episode dilema
moral dengan diskusi kelompok kecil
3. Analysis
Pendekatan ini bertujuan untuk
membantu siswa menggunakan pikiran logis dan penelitian ilmiah untuk memutuskan
masalah dan pertanyaan nilai, untuk membantu siswa menggunakan pikiran
rasional, proses-proses analitik, dalam menghubungkan dan
mengkonseptualisasikan nilai-nilai mereka, serta untuk membantu siswa
menggunakan pikiran rasional dan kesadaran emosional untuk mengkaji perasaan
personal, nilai-nilai dan pola-pola perilakunya. Metode yang dapat digunakan
dalam pendekatan ini diantaranya diskusi rasional terstruktur yang menuntut
aplikasi rasio sama sebagai pembuktian, pengujian prinsip-prinsip,
penganalisaan kasus-kasus analog dan riset serta debat.
4. Klarifikasi nilai
Tujuan dari pendekatan ini adalah membantu siswa
menjadi sadar dan mengidentifikasi nilai-nilai yang mereka miliki dan juga yang
dimiliki oleh orang lain, membantu siswa mengkomunikasikan secara terbuka dan
jujur dengan orang lain tentang nilai-nilai mereka, dan membantu siswa
menggunakan pikiran rasional dan kesadaran emosional untuk mengkaji perasaan
personal, nilai-nilai dan pola berikutnya. Metode yang dapat digunakan dalam
pendekatan ini antara lain, role playing games, simulasi, menyusun atau
menciptakan situasi-situasi nyata atau riil yang bermuatan nilai, latihan
analisis diri (self analysis) secara mendalam, aktivitas melatih kepekaan
(sensitivity), aktivitas di luar kelas serta diskusi kelompok kecil.
5. Action learning
Tujuan dari pendekatan ini adalah
memberi peluang kepada siswa agar bertidak secara personal ataupun sosial
berdasarkan kepada nilai-nilai mereka, mendorong siswa agar memandang diri
mereka sendiri sebagai makhluk yang tidak secara otonom interaktif dalam
hubungan sosial personal, tetapi anggota suatu sistem sosial. Metode yang dapat
digunakan dalam pendekatan ini adalah metode-metode didaftar atau diurutkan
untuk analisis dan klarifikasi nilai, proyek-proyek di dalam sekolah dan
praktek kemasyarakatan, keterampilan praktis dalam pengorganisasian kelompok
dan hubungan antar pribadi
BAB
III
KESIMPULAN
DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Anak usia dini merupakan anak yang
memiliki karakteristik suka bergerak (tidak suka diam), mempunyai rasa ingin
tahu (curiosity) yang tinggi, senang bereksperimen dan menguji, mampu
mengekspresikan diri secara kreatif, mempunyai imajinasi, dan senang berbicara.
Anak memerlukan dan menuntut untuk bergerak yang melibatkan AUD
mengkoordinasikan otot kasar. Anak juga memerlukan kesempatan untuk menggunakan
tenaga sepenuhnya saat melakukan kegiatan. Oleh karena itu diperlukan ruang
yang luas serta sarana dan prasarana (peralatan) yang memadai. Setiap guru akan
menggunakan metode sesuai dengan gaya melaksanakan kegiatan.
Menurut Kohlberg perkembangan
moral anak usia prasekolah (PAUD) berada pada tingkatan yang paling dasar yang
dinamakan dengan penalaran moral prakonvensional. Pada tingkatan ini anak belum
menunjukkan internalisasi nilai-nilai moral (secara kokoh). Namun sebagian anak
usia PAUD ada yang sudah memiliki kepekaan atau sensitivitas yang tinggi dalam
merespon lingkungannya (positif dan negatif). Misalkan ketika guru/orang tua mentradisikan
atau membiasakan anak-anaknya untuk berperilaku sopan seperti mencium tangan
orang tua ketika berjabat tangan, mengucapkan salam ketika akan berangkat dan
pulang sekolah, dan contoh-contoh positif lainnya maka dengan sendirinya
perilaku seperti itu akan terinternalisasi dalam diri anak sehingga menjadi
suatu kebiasaan mereka sehari-hari. Demikian pula sebaliknya kalau kebiasaan
negatif itu dibiasakan kepada anak maka perilaku negatif itu akan
terinternalisasi pula dalam dirinya.
Metode dalam penanaman nilai moral
kepada anak usia dini sangatlah bervariasi, diantaranya bercerita, bernyanyi,
bermain, bersajak dan karya wisata.
B. Saran
Dalam mendesain pendekatan
pembelajaran nilai-nilai moral dan agama bagi anak usia dini,terlebih dahulu
seorang guru harus melihat kesesuaian pendekatan dengan tingkat
perkembangan kebutuhan anak, agar pendekatan yang digunakan dapat digunakan
dengan maksimal bdan dapat mengembangkan berbagai aspek perkembangan pada diri
anak, terutama aspek perkembangan nilai moral dan agama AUD.
Guru hendaknya juga
mempertimbangkan suatu pendekatan apakah sudah merngacu pada kurikulum yang
sesuai untuk anak usia dini dan berorientasi pada anak. Sebelum mendesain
syuatu kegiatan pembelajaran, guru hendaknya terlebih dahulu mengetahui
langkah-langkah kegiatan yang akan diajarkan pada anak. Kegiatan yang dilakukan
hendaknya mengacu pada tujuan dan hasil belajar yang nyata sehingga
memperlihatkan bahwa kegiatan tersebut bermanfaat bagi anak.
Dalam penilaian hendaknya guru menggunakan
berbagai instrument penilaian sehingga aspek yang dinilai dari anak lebih
terlihat jelas atau sesuai dengan yang diinginkan.
BAB V
PENUTUP
Alhamdulillah dengan izin Allah
yang maha kuasa makalah ini telah saya susun, dengan suatu harapan bisa
bermanfaat umumnya bagi yang membaca dan hususnya bagi saya pribadi dan
mudah-muadahan bisa menambah wawasan dan materi untuk kita. Akan tetapi saya
menyadari bahwa makalah yang kami buat masih kurang sempurna atau yang di
harapkan para pembaca, untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat saya
harapkan dengan suatu tujuan saya bisa lebih baik lagi dalam membuat makalah,
sekian dan terimakasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurrahman
Jamal, 2013. Pendidikan Anak Metode Nabi, terj. Agus Suwandi, Solo: Aqwam.
Iqbal, Abu Muhammad, 2015. Pemikiran Pendidikan Islam, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Kurniasih,
Imas, 2010. Mendidik SQ Anak Menurut Nabi Muhammad SAW, Yogyakarta:
Pustaka Marwa.
M.
Fadlillah, dkk, 2014. Edutainment Pendidikan Anak Usia Dini, Menciptakan
Pembelajaran Menarik, Kreatif, dan Menyenangkan, Jakarta: Kencana
Pranadamedia Group.
Mansur, 2011. Pendidikan Anak Usia Dini
dalam Islam, cet.ke IV, Yogyakarta: Putaka Pelajar.
Mursyid, 2010. Manajmen
lembaga pendidikan anak usia dini, Semarang: Akfi media.
Mursi,
Syaikh Muhammad Said, 2006. Seni Mendidik Anak, terj. Gazira Abdi Ummah,
Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Rajih, Hamdan,2008. Cerdas
Akal Cerdas Hati, Yogyakarta: Diva Press.
No comments:
Post a Comment