Thursday, February 13, 2020

Perkembangan Perlindungan Hak Asasi Manusia Pada Anak



Berbagai upaya yang ditujukan bagi perlindungan dan pemajuan HAM di Indonesia merupakan hal yang sangat strategis sehingga memerlukan perhatian dari seluruh elemen bangsa. Untuk mewujudkan perlindungan dan kesejahteraan anak diperlukan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya. Berbagai batasan anak dapat ditemukan dalam beberapa peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, namun pada prinsipnya keragaman batasan tersebut mempunyai implikasi yang sama yaitu memberikan perlindungan pada anak.
Dari segi regulasi, peraturan terkait perlindungan terhadap hak asasi anak dimulai dengan Convention on the Rights of the Child/Konvensi tentang Hak-hak Anak (KHA). Konvensi ini disetujui oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1989 dan diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention on The Rights of The Child (konvensi tentang hak-hak anak) tanggal 25 Agustus 1990. Dalam Convention on the Rights of the Child terkandung 4 (empat) prinsip dasar yaitu prinsip non-diskriminasi artinya semua hak yang diakui dan terkandung dalam KHA harus diberlakukan kepada setiap anak tanpa pembedaan apapun. Prinsip ini merupakan pencerminan dari prinsip universalitas HAM (Pasal 2 KHA); prinsip kepentingan yang terbaik bagi anak (best interest of the child) artinya bahwa di dalam semua tindakan yang menyangkut anak, maka apa yang terbaik bagi anak haruslah menjadi pertimbangan yang utama (Pasal 3 KHA); prinsip atas hak hidup, kelangsungan dan perkembangan (the rights to life, survival, and development) artinya harus diakui bahwa hak hidup anak melekat pada diri setiap anak dan hak anak atas kelangsungan hidup serta perkembangannya juga harus dijamin (Pasal 6 KHA); serta prinsip penghargaan terhadap pendapat anak (respect for the views of the child) artinya bahwa pendapat anak, terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya, perlu diperhatikan dalam setiap pengambilan keputusan (Pasal 12 KHA).
Selanjutnya, beberapa ketentuan dalam peraturan perundang-undangan juga mengatur tentang pentingnya perlindungan terhadap hak asasi anak. Hal ini dapat dilihat dalam UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dimana hak asasi anak mendapat tempat tersendiri dalam Undang-undang ini. Anak merupakan subjek hukum yang sangat rentan dalam proses penegakan hukum khususnya dalam proses peradilan. Hak anak dalam proses peradilan menurut Undang-Undang antara lain yaitu:
  1. Tidak dianiaya, disiksa, atau dihukum secara tidak manusiawi;
  2. Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup:
  3. Tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum;
  4. Tidak ditangkap, ditahan atau dipenjara secara melawan hukum, atau jika sebagai upaya yang terakhir (measure of the last resort);
  5. Diperlakukan secara manusiawi dalam proses peradilan pidana;
  6. Hak atas bantuan hukum, untuk membela diri dan memperoleh keadilan di Pengadilan Anak yang bebas dan tidak memihak.
Perlindungan anak juga diatur dalam Undang-undang tersendiri yaitu Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002. Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Beberapa ketentuan yang diatur secara umum dalam Undang-Undang ini antara lain prinsip-prinsip dasar sesuai dengan Konvensi Hak-Hak Anak, Hak dan Kewajiban Anak, Kewajiban dan Tanggung Jawab Negara dan Pemerintah, Kewajiban dan Tanggung Jawab Masyarakat, Kewajiban dan Tanggung Jawab Keluarga dan Orang Tua, Kedudukan Anak, Pengasuhan dan pengangkatan anak, Penyelenggaraan perlindungan anak, Komisi Perlindungan Anak Indonesia.
Berkaitan dengan masalah pekerja anak, pemerintah Indonesia sudah meratifikasi Konvensi tentang Pengakhiran Bentuk Bentuk Terburuk Pekerja Anak melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO Convention No. 182 Concerning The Prohibition  and Immediate Action for Elimination of The Worst Forms of Child Labour (Konvensi ILO Nomor 182 Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak). bentuk-bentuk  pekerjaan  terburuk  untuk  anak” mengandung pengertian :
  1. segala bentuk perbudakan atau praktik-praktik sejenis perbudakan, seperti penjualan dan perdagangan anak-anak, kerja ijon (debt bondage) dan perhambaan serta kerja paksa atau wajib kerja, termasuk pengerahan anak-anak secara paksa atau wajib untuk dimanfaatkan dalam konflik bersenjata;
  2. pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk produksi pornografi, atau untuk pertunjukan-pertunjukan porno;
  3. pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan haram, khususnya untuk produksi dan perdagangan obat-obatan sebagaimana diatur dalam perjanjian internasional yang relevan;
  4. pekerjaan yang sifatnya atau lingkungan tempat pekerjaan itu dilakukan dapat membahayakan kesehatan, atau moral anak-anak.
Indonesia juga sudah meratifikasi konvensi mengenai usia minimum anak diperbolehkan bekerja, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 tentang Pengesahan ILO Convention No. 138 Concerning Minimum Age for Admission to Employment (Konvensi ILO Mengenai Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja). Sebelumnya, dalam Konvensi No. 5 Tahun 1919 mengenai Usia Minimum untuk sektor Industri, Konvensi No. 7 Tahun 1920 mengenai Usia Minimum untuk Sektor Kelautan, Konvensi No. 10 Tahun 1921 mengenai Usia Minimum untuk Sektor Agraria, dan Konvensi No. 33 Tahun 1932 mengenai Usia Minimum untuk Sektor Non Industri, menetapkan bahwa usia minimum untuk bekerja 14 (empat belas) tahun. Selanjutnya Konvensi No. 58 Tahun 1936 mengenai Usia Minimum untuk Kelautan, Konvensi No. 59 Tahun 1937 mengenai Usia Minimum untuk Sektor Industri, Konvensi No. 60 Tahun 1937 mengenai Usia Minimum untuk Sektor Non Industri, dan Konvensi No. 112 Tahun 1959 mengenai Usia Minimum untuk Pelaut, mengubah usia minimum untuk bekerja menjadi 15 (lima belas) tahun. Dalam penerapan berbagai Konvensi tersebut di atas di banyak negara masih ditemukan berbagai bentuk penyimpangan batas usia minimum untuk bekerja. Oleh karena itu ILO merasa perlu menyusun dan mengesahkan konvensi yang secara khusus mempertegas batas usia minimum untuk diperbolehkan bekerja yang berlaku di semua sektor yaitu 15 (lima belas) tahun.
Perkembangan Perlindungan HAM anak lainnya secara kelembagaan telah terdapat kementerian yang mempunyai tugas dan kewenangan dalam menangani masalah anak yaitu Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Keputusan Presiden Nomor 77 Tahun 2003 tentang Pembentukan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang tugasnya melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak; memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
Berbagai batasan anak dapat ditemukan dalam beberapa peraturan perundangan yang berlaku di Indonesia, namun pada prinsipnya keragaman batasan tersebut mempunyai implikasi yang sama yaitu memberikan perlindungan pada anak. Menurut Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun) termasuk anak yang masih dalam kandungan”. Sedangkan menurut Pasal 1 KHA / Keppres No.36 Tahun 1990 “anak adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun kecuali berdasarkan UU yang berlaku bagi yang ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal”. Disamping itu menurut pasal 1 ayat 5 UU No.39 Tahun 1999 Tentang HAM, “anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya”.
Berbagai pelanggaran terhadap hak-hak anak yang masih sering terjadi, tercermin dari masih adanya anak-anak yang mengalami abuse, kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi. Hal yang menarik perhatian adalah pelanggaran Hak Asasi yang menyangkut masalah Pekerja Anak, Perdagangan Anak untuk tujuan pekerja seks komersial, dan anak jalanan. Masalah pekerja anak merupakan isu sosial yang sukar dipecahkan dan cukup memprihatinkan karena terkait dengan aspek sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat.
Kekerasan terhadap anak terjadi pada ruang-ruang sosiologis yang sangat intim dan dekat dengan kehidupan anak. Locus kekerasan tersebut terjadi pada: Kekerasan terhadap anak  di ranah rumah dan keluarga (Violence against Children in the Home and the Family), Kekerasan terhadap anak  di ranah sekolah (Violence against Children in Schools), Kekerasan terhadap anak  di ranah Institusi (Violence against Children in Institutions), Kekerasan terhadap anak  di ranah tempat bekerja (Violence against Children in Work Situations), Kekerasan terhadap anak  di ranah komunitas dan jalan (Violence against Children in the Community and on the Street), Kekerasan terhadap anak  di ranah Institusi peradilan pidana (Violence against Children in Conflict with the Law).

No comments:

Post a Comment

Mekanisme Kontraksi Otot

  Pada tingkat molekular kontraksi otot adalah serangkaian peristiwa fisiokimia antara filamen aktin dan myosin.Kontraksi otot terjadi per...

Blog Archive