John Naisbitt dan Patricia Aburdance futurolog Amerika
, memprediksi bahwa pada awal abad ke-21 akan muncul era baru dalam tata
kehidupan manusia di muka bumi, baik dalam aspek politik, ekonomi maupun aspek
kehidupan lainnya. Spektrum tantangan masa depan ini amat luas kaitannya dengan
globalisasi yang semakin menguat luas dan mengakibatkan batas-batas politik,
ekonomi, dan sosial budaya antar bangsa menjadi semakin samar dan
hubungan antarnegara menjadi transparan.
Gejala tersebut semakin nampak
diperkuat dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu
pesat. Arus informasi yang begitu mudah diakses dan menjangkau hingga
pelosok-pelosok dunia. Jarak yang jauh menjadi terasa menjadi dekat. Peran dan
pengaruh negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang semakin kentara.
Globalisasi telah mengubah wajah dunia.
Dari era industrialisasi menuju era informasi tanpa batas. Dimana batas-batas
geografis atau territorial seakan tidak ada lagi. Kebudayaan asing bisa
memasuki suatu negara dengan bebas. Perdagangan antarbangsa pun menjadi semakin
mudah karena tiadanya batas-batas hukum yang rigid. Akan tetapi
krisis multidemsional juga terjadi di berbagai belahan dunia. Sebagai contoh di
negeri kita sendiri Indonesia, krisis multidimensi ini tampak di berbagai
sektor kehidupan berbangsa dan bernegara. Korupsi, perdagangan NAPZA, perdangan
wanita dan anak-anak ( trafficking ) dan sebagainya.
Sebenarnya apa yang dimaksud dengan
globalisasi sehingga ada masyarakat dunia yang begitu gegap gempita menyambutnya
dan di sisi lain ada yang begitu geram menolaknya?
Dalam pengertian umum Davies dan Nyland menemukan lima pengertian
globalisasi yaitu 1) Internasionalisasi, 2) Liberasi, 3) Universalisasi,
4) Westernisasi atau Modernisasidan 5) Suprateritorialitas,
Yang mengandung makna bahwa ruang sosial tidak lagi ditetapkan atas dasar
tempat, jarak dan batas-batas wilayah. Menurut Peter. J.M Nas, globalisasi
dapat dipahami sebagai reaksi dan elaborasi terhadap gejala sosiologis yang
sekarang sedang terjadi yaitu berkembangnya “ the world system and
modernization”. Menurut Featherstone globalisasi
melahirkan “Global culture ( which ) is encompassing the world at the
international level”.
Selain itu globalisasi juga dimaknai
sebagai sebuah proses terintegrasinya bangsa-bangsa dunia dalam sebuah system
global yang melintasi batas-batas negara ( trans-nasional). Negara-negara
nasional-teritorial tersebut mengalami deteritorialisasi. Dengan deteritorialisasi
tersebut, batas-batas geografis menjadi kurang bermakna karena jarak ruang dan
waktu sudah bisa diatasi dengan keunggulan teknologi informasi. Batas-batas
nasional menjadi kabur dan digantikan dengan dengan transnasional.
Dari beberapa definisi mengenai
globalisasi di atas, meskipun dengan menggunakan gaya yang berbeda-beda semua
mengacu pada pemahaman yang sama yakni integrasi bangsa-bangsa dalam satu
sistem global. Yang menghilangkan batas-batas geografis, politik, ekonomi,
sosial dan lainnya. Sehingga, seakan tidak ada lagi rahasia bagi suatu negara
tanpa diketahui oleh negara lain. Karena keunggulan teknologi informasi yang
menyebabkan akses informasi begitu mudah dan tanpa batas.
Globalisasi telah membawa masyarakat
dunia pada sebuah tatanan budaya global. Isu-isu semacam civil society,
hak asasi manusia, liberalisasi, multikuluralisme dan
sebagainya berkembang dengan pesat menjangkau pelosok-pelosok Negara.
Sedangkan secara historis kecenderungan
globalisasi dapat dikategorikan menjadi tiga tahap yaitu a) Gelombang pertama
antara tahun 1870-1914. periode ini ditandai dengan perkembangan dalam
peralatan transportasi dan penurunan rintangan perdagangan sehingga meningkatkan
perdagangan internasional dan investasi negara-negara Amerika utara dan Eropa
ke berbagai kawasan. b) Gelombang kedua antara tahun 1950-1980 yang ditandai
oleh integrasi negara-negara kaya seperti Jepang, Amerika dan Eropa. Jurang
pemisah antara negara maju dengan negara berkembang semakin besar, c) Gelombang
globalisasi mutakhir mulai tahun 1980 sampai sekarang yang ditandai oleh
kemajuan teknologi transportasi, komunikasi, perkembangan sejumlah negara
berkembang yang membuka diri terhadap perdagangan luar negeri dan investasi
asing.
Menurut Mansour Fakih[9] pada dasarnya globalisasi terjadi
ketika ditetapkannya formasi sosial global baru dengan ditandai oleh
diberlakukannya secara global suatu mekanisme perdagangan melalui penciptaan
kebijakan free trade yang ditandatangani pada April 1994 yang
dikenal dengan General Agreement on Tariff and Trade ( GATT ).
Tahun 1995 didirikan World Trade Organization ( WTO ) yang
mengambil alih tugas GATT. Sehingga WHO menjadi salah satu aktor dan forum
perundingan antarperdagangan dari mekanisme globalisasi yang terpenting.
Sedangkan apabila dilihat dari sejarah
perjalanan peradaban umat manusia, dapat diketahui bahwa sebenarnya gejala
globalisasi telah ada sejak dulu. Meskipun tidak menggunakan istilah
globalisasi. Semangat globalisasi dapat ditemukan pula dalam kitab suci umat
Islam, Yakni Al Qur’an yang menurut hemat penulis mengindikasikan adanya
semangat globalisasi yang hendak dibangun oleh umat Islam. Diantara ayat yang
menunjukan semangat tersebut adalah friman Allah yang artinya sebagai berikut :
“Dan Kami tidak mengutus engkau (
Muhammad) melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam” dan juga “ Wahai manusia Kami
telah menciptakan manusia dari seorang laki-laki dan seorang perempuan,
kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu
saling mengenal. Sungguh yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertaqwa, Sungguh Allah Maha Mengetahui, Mahateliti”.
Musthafa Al Maraghy memberi
penjelasan mengenai surat Al Anbiya ayat 107 diatas dengan mengatakan
bahwa Rasulullah Muhammad saw diutus dengan membawa ajaran yang mengandung
maslahat di dunia dan di akherat. Sedangkan mengenai surat Al Hujurat
ayat 13 beliau berkomentar “Allah menerangkan bahwa manusia seluruhnya berasal
dari seorang ayah dan ibu. Maka kenapalah saling olok-olok sesama saudara hanya
saja Allah menjadikan mereka bersuku-suku dan berkabilah-kabilah yang
berbeda-beda agar diantara mereka terjadi saling kenal dan tolong
menolong dalam kemaslahatan-kemasalahatan mereka yang bermacam-macam.
Tentunya sangat jauh semangat
globalisasi yang diindikasikan Allah dalam kitabNya yang mulia Al Qur’anil
Adhim dengan proses dan gejala globalisasi yang bergulir dewasa ini. Kehidupan
global yang diharapkan Islam adalah sebagai wujud mencari ridho Allah.
Sementara globalisasi yang bergulir saat ini adalah kolaborasi dan pergantian
wajah dari kolonialisme, imperialisme dan kapitalisme yang sarat akan kepentingan-kepentingan
negara-negara maju yang dipaksakan kepada kepada negara-negara yang berkembang.
No comments:
Post a Comment