Penokohan adalah termasuk masalah
penamaan, pemeranan, keadaan pisik, keadaan psikis, dan karakter. Bagian-bagian
penokohan ini saling berhubungan dalam upaya membangun permasalahan fiksi.
Pemilihan nama tokoh diniatka sejak semula oleh pengarang untuk mewakili permasalahan
yang hendak dikemukakan. Sehingga dalam upaya penemuan permasalah fiksi oleh
pembaca, perlu pula mempertimbangkan penamaan tokoh.
Adapun tokoh yang terdapat di dalam
novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah” karya Buya Hamka ini adalah sebagai berikut:
a. Aku
v Secara
Fisiologis, Tokoh Aku di
dalam Novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah” tersebut adalah seorang tokoh sekaligus
si pengarang novel itu sendiri.
v Secara
Psikologis, tokoh Aku dalam novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah” tersebut adalah:
Seorang yang pintar bergaul, menghormati orang lain:
“Melihat kebiasaannya demikian dan sifatnya yang saleh, saya menaruh hormat
yang besar atas dirinya dan saya ingin hendak berkenalan.”
Seorang
yang peduli dan perhatian terhadap penderitaan orang lain:
“…kesedihannya itu telah
berpindah ke dada saya, meskipun saya tak tahu apa yang disedihkannya.”, “…saya
beranikan hati mendekatkan diri kepadanya. Maksud saya kalau dapat hendak membagi
kedukaan hatinya.”, “…saya akan menolong engkau sekedar tenaga yang ada pada saya.
Karena meskipun kita belum lama bergaul, saya tidak akan menyia-nyiakan
kepercayaan engkau kepada diri saya.”
v Secara
Sosioligis, tokoh Aku di dalam novel ”Di Bawah Lindungan Ka’bah” tersebut
adalah seorang yang hidup lebih dari cukup, tergolong dari
keluarga yang mampu bahkan bisa naik Haji yang tidak semua orang dapat
menjalankannya tersebut:
“Alangkah besar hati saya ketika
melihat Ka’bah…”, ”saya injak Tanah Suci dengan persangkaan yang biak.”,…”
tentu saja selain saya sendiri, orang-orang yang datang ke sana itu adalah
orang-orang yang gembira dan mampu.”
b. Hamid
-
Secara Fisiologis, tokoh Hamid di dalam novel “Dibawah Lindungan Ka’bah”
tersebut adalah seorang pemuda berusia 23 tahun yang kurus dan rambut hitam
berminyak:
“Disana tinggal seorang pemuda yang baru berumur 23 tahun, badannya kurus
lampai, rambutnya hitam berminyak,……”
- Secara Psikologis, tokoh Hamid di dalam novel “Di Bawah
Lindungan Ka’bah” tersebut adalah:
Seorang pemuda yang mempunyai sifat
pendiam, suka bermenung menyendiri:
“…..sifatnya pendiam, suka bermenung seorang diri dalam kamarnya itu.”,
“Kadang-kadang kelihatan ia bermenung seorang diri di atas suguh rumah
tempatnya tinggal, melihat tenang-tenang kepada “gela’ah…”
Seorang pemuda yang shaleh menjalankan
ibadah, sopan, berbudi pekerti yang baik dan mulia, tidak suka membuang waktu,
suka bergaul dengan orang-orang yang suci:
“Biasanya sebelum kedengaran azan subuh, ia telah lebih dahulu bangun,
pergi ke masjid seorang dirinya”, “….dan sifatnya yang saleh.”, “…saya telah
beroleh seorang sahabat yang mulia dan patut dicontoh.”, “…tiada suka lalai
dalam beribadah, tiada suka membuang-buang waktu kepada yang tiada berfaedah,
lagi suka memperhatikan buku-buku agama, terutama kitab-kitab yang menerangkan
kehidupan orang-orang suci, ahli-ahli tasawuf yang tinggi.”, “Bila saya
terlanjur membicarakan dunia dan hal-ihwalnya, dengan amat halus dan tiada
terasa pembicaraan itu dibelokkannya kepada kehalusan budi pekerti dan
ketinggian kesopanan agama,…”
Suka bekerja keras, berbakti kepada orang tua,
serta tabah menghadapi cobaan:
“…sehingga akhirnya saya telah menjadi menjadi seorang anak penjual kue
yang terkenal.”, “…saya hanya duduk dalam rumah di dekat ibu, mengerjakan apa
yang dapat saya tolong.”, “…,sedang saya duduk menjaga dengan diam dan sabar.”,
“masa saya masih berusia empat tahun, ayah saya telah wafat.”, “…, dengan tidak
disangka-sangka satu musibah besar telah menimpa kami berturut-turut.pertama
ialah kematian yang sekonyong-konyong dari Engku Haji Ja’far yang
dermawan itu.”, “ibu saya yang tercinta, yang telah membawa saya menyeberangi
hidup bertahun-tahun telah ditimpa sakit,…”, “…sekarang saya sudah tinggal
sebatang kara dalam dunia ini!.”
Seorang pemuda yang berpendidikan, pintar dalam
ilmu agama:
“sekolah-sekolah agama yang disitu
mudah sekali saya masuki,…seorang guru memberi pikiran, menyuruh saya
mempelajari agama di luar sekolah saja sebab kepandaian saya lebih tinggi dalam
hal ilmu umum daripada kawan yang lain.”
Secara
Sosiologis, tokoh Hamid di dalam novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah” tersebut
adalah seorang pemuda yang tergolong dari keluarga orang miskin, hidupnya
sangat sederhana:
“hidupnya amat sederhana,…”, “rumah
tempat kami tinggal hanya sebuah rumah kecil yang telah tua, yang lebih pantas
disebut gubuk atau dangau.”
c. Saleh
Secara Fisiologis, tokoh Saleh
di dalam novel “Dibawah Lindungan Ka’bah” tersebut adalah seseorang yang sudah
beristri:
“…Dia menceritakan kepadaku, bahwa dia telah beristri dan istrinya telah
sudi melepaskan dia berlayar sejauh it,…”, “…., bahwa saya telah beristri. Istri saya ialah Rosna,…”
Secara
Psikologis, tokoh Saleh di dalam novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah” tersebut
adalah seorang sahabat lama Hamid waktu sekolah di Padang Panjang, yang tidak
bisa memegang rahasia.
“Tetapi saya sebangsa orang yang tiada tahan memegang
rahasia,…”
Secara Sosiologis, tokoh Saleh
di dalam novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah” tersebut adalah seorang yang
berpendidikan, seorang yang bisa dikatakan mempunyai harta, sehingga dia bisa
naik Haji dan sekolah di Mesir:
“saleh adalah seorang teman saya semasa kami masih sama-sama bersekolah
agama di Padang Panjang. Oleh karena sekolahnya di Padang telah tamat, dia
hendak meneruskan pelajarannya ke Mesir, ia singgah ke Mekah ini untuk
mencukupkan rukun.”
d.
Pak Paiman
Secara
Fisiologis, tokoh Pak Paiman di dalam novel “Dibawah Lindungan Ka’bah” tersebut
adalah seorang yang sudah tua:
“…kepada Pak Paiman, demikianlah nama jongos yang tua
itu.”
Secara Psikologis, tokoh
Pak Paiman di dalam novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah” tersebut adalah seorang
yang baik hati, suka memberi, seorang tua yang rajin:
“selama itu kerap kali kami datang ke situ meminta buah rambutan dan saoh
(sawo) kepada Pak Paiman,…”, “Pak Paiman yang telah menjadi jongos untuk
memelihara perkarangan itu, belum pernah dapat suara yang keras darinya.”
Secara
Sosiologis, tokoh Pak Paiman di dalam novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah”
tersebut adalah seorang jongos atau penjaga kebun dan pekarangan:
“…yang menjaga selama ini adalah
seorang jongos tua.”, “Pak Paiman yang telah menjadi jongos untuk memelihara
perkarangan itu.”
e.
Ibu Hamid
Secara
Fisiologis, tokoh Ibu Hamid di dalam novel “Di bawah Lindungan Ka’bah” tersebut
adalah seorang perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya, dan mempunyai
seorang anak yang bernama Hamid.
“Ia meninggalkan saya dan ibu saya
di dalam keadaan yang sangat melarat.”, ”...kerap kali ibu menceritakan
kebaikan ayah semasa beliau hidup;...”
Secara
Psikologis, tokoh Ibu Hamid di dalam novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah” tersebut
adalah seorang perempuan yang rendah hati, yang suka berdiam diri di rumah,
yang setia terhadap suaminya, penyabar dan tabah serta yang sangat mendambakan
cita-cita anaknya menjadi orang yang berguna.
“Masa setahun lagi ditunggu dengan sabar.”, ”...ibu saya kurang benar
keluar dari rumah.”, ”...ibuku senantiasa merendahkan diri.”
Secara Sosiologis, tokoh
Zainab di dalam novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah” tersebut adalah seorang
perempuan yang hidup melarat (sangat miskin) ditinggal oleh suaminya, tinggal
di sebuah rumah kecil yang sudah tua.
“Rumah tempat kami tinggal hanya sebuah
rumah kecil yang telah tua,…”, “Kemiskinan telah menjadikan ibu putus harapan
memandang kehidupan dan pergaulan dunia ini,…”
f.
Engku Haji Ja’far
Secara
Fisiologis, tokoh Engku Haji Ja’far di dalam novel “Dibawah Lindungan Ka’bah”
tersebut adalah Seorang sudah tua yang mempunyai istri dan seorang anak:
“…karena telah dibeli oleh saudagar tua
yang hendak berhenti dari berniaga.”, “…pindahlah orang hartawan itu ke sana
bersama dengan seorang istri dan seorang anaknya perempuan.”
Secara Psikologis, tokoh Engku Haji
Ja’far di dalam novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah” tersebut adalah seorang yang
dermawan, suka tolong menolong, rendah hati, tidak sombong, pandai bergaul,
berbudi yang baik dan ramah:
“saya akan disekolahkan dengan belanja Engku Haji Ja’far sendiri
bersama-sama anaknya.”, “…melanjutkan cita-cita ibu saya karena kedermawanan
Engku Haji Ja’far juga.”, “ia seorang yang sangat dicintai oleh penduduk
negeri, karena ketinggian budinya dan kepandaiannya dalam pergaulan, tidak ada
satu pun perbuatan umum di sana yang tak dicampuri oleh Engku Haji Ja’far.” “…seorang hartawan yang amat peramah kepada fakir dan
miskin.”
Secara
Sosiologis, tokoh Engku Haji Ja’far di dalam novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah”
tersebut adalah seorang haji yang hartawan, kaya raya, memiliki rumah yang
banyak dan mewah, mempunyai sawah yang luas:
“…pindahlah orang hartawan itu ke
sana bersama dengan istri dan satu anaknya perempuan.”, “…memakan hasil dari
rumah-rumah sewaan yang banyak di Padang dan Bukittinggi, demikian pun
sawah-sawahnya yang luas di sebelah Payakumbuh dan Lintau.”
g.
Mak Asiah
Secara Fisiologis, tokoh Mak Asiah di dalam novel “Dibawah Lindungan Ka’bah”
tersebut adalah seorang perempuan yang tua sudah memiliki suami dan seorang
anak serta suka makan sirih, dan memiliki wajah yang jernih:
“Mak Asiah, demikianlah nama
istri Engku Haji Ja’far itu,…”, “perempuan itu suka memakan sirih, mukanya
jernih,...”
Secara Psikologis, tokoh Mak Asiah di dalam novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah”
tersebut adalah seorang perempuan yang baik hati, suka tolong menolong, tidak
sombong, penyayang dan ramah:
“Panggil Nab, kasihan juga awak!”, ”
…sekali-kali tiada meninggikan diri, sebagai kebiasaan perempuan-perempuan
istri orang hartawan yang lain.”, “Kasihan…,”katanya sambil menarik nafasnya.”
“…seorang hartawan yang amat peramah kepada fakir dan miskin.”
Secara Sosiologis, tokoh Mak Asiah di dalam novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah”
tersebut adalah istri seorang yang hartawan, kaya raya, memiliki rumah yang
banyak dan mewah, mempunyai sawah yang luas:
“…seorang hartawan yang amat peramah kepada fakir dan
miskin.”
h.
Zainab
Secara
Fisiologis, tokoh Zainab di dalam novel “Dibawah Lindungan Ka’bah” tersebut
adalah seorang gadis yang mempunyai rambut yang halus, matanya hitam.
“…sehingga kedua matanya yang hitam,”.
Secara
Psikologis, tokoh Zainab di dalam novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah” tersebut
adalah seorang gadis yang patuh terhadap orang tua, pendiam, tidak sombong,
rendah hati,
“Apa perintah ibunya diikutinya dengan patuh,…”, “sekali-kali tidaklah
Zainab memendang saya sebagai orang lain lagi, tidak pula pernah mengangkat
diri,…”
Secara Sosiologis, tokoh Zainab di
dalam novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah” tersebut adalah seorang gadis sebagai
anak tunggal dari keluarga hartawan dan dermawan:
“…pindahlah orang itu ke sana bersama dengan istri dan seoang anaknya
perempuan.”, “…rupanya ia amat disayangi karena anaknya hanya seorang itu.”
i. Rosna
Secara
Fisiologis, tokoh Rosna di dalam novel “Dibawah Lindungan Ka’bah” tersebut
adalah seorang perempuan yang telah mempunyai suami:
“…, bahwa saya telah beristri. Istri saya ialah Rosna,…”
Secara Psikologis, tokoh
Rosna di dalam novel “Di Bawah Lindungan Ka’bah” tersebut adalah seorang istri
yang setia dan teguh terhadap suami, seorang perempuan yang setia terhadap
sahabat:
“…bahwa dia telah beristri dan istrinya tela setia melepaskan dia berlayar
jauh.”, “Dipujinya istrinya sebagai seorang perempuan yang teguh hati melepas
suaminya berjalan jauh,…”
No comments:
Post a Comment