Sudut pandang atau titik pandang adalah
cara pengarang menampilkan para pelaku dalam cerita yang dipaparkan (Aminuddin
2000: 90). Sedangkan Sumardjo (1986: 82) menyatakan bahwa pada dasarnya sudut
pandang atau point of view adalah visi pengarang. Artinya sudut pandangan
penceritaan yang diambil oleh pengarang untuk melihat suatu kejadian.
Hal ini sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Baribin (1985: 75-77) bahwa sudut pandang atau pusat
pengisahan itu sebagai posisi atau penempatan diri pengarang dalam ceritanya,
atau dari mana ia melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam ceritanya
itu.
Sudut pandang dalam karya fiksi
mempersoalkan siapa yang menceritakan, atau dari mana (pandangan siapa)
peristiwa dan tindakan itu dilihat. Sudut pandang menyarankan pada cara sebuah
cerita dikisahkan. Sudut pandang merupakan cara dan atau pandangan yang
digunakan oleh pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan,
latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebauh karya fiksi
kepada pembaca (Abrams dalam Nurgiyantoro 2005: 248).
Teknik pengarang mengemukakan informasi
dapat dibedakan menjadi teknik dia-an dan teknik aku-an. Teknik dia-an adalah
pengarang menceritakan tokoh-tokoh ceritanya dengan anggapan bahwa tokoh
tersebut merupakan orang ketiga dalam teknik berkomunikasi. Dan teknik aku-an
adalah pengarang menempatkan dirinya sebagai orang pertama dalam berkomunikasi
atau menjadikan dirinya sebagai atau seolah-olah tokoh utama cerita.
Dalam menulis novel “Di Bawah Lindungan
Ka’bah” ini, penulis menggunakan sudut pandang sebagai penonjolan yaitu
“Aku-an” dua “Aku-an”. Di
dalam novel tersebut terdapat dua tokoh sebagai “Aku” yaitu:
Pertama “Aku” sebagai tokoh utama, yang mengisahkan berbagai peristiwa dan
tingkah laku yang di alaminya, baik yang bersifat batiniah, dalam diri sendiri,
maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya.
“Masa
saya masih berusia empat tahun, ayah saya telah wafat.”
Kedua “Aku”
sebagai tokoh tambahan, yang hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca,
sedeangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian “dibiarkan” untuk
mengisahkan sendiri berbagai pengalamannya.
“Waktu itu saya naik Haji.”
No comments:
Post a Comment