Wednesday, March 1, 2017

Pola Asuh


Pola asuh berasal dari kata pola dan asuh. Dalam kamus besar bahasa Indonesia  kata pola mempunyai arti gambar yang dipakai untuk contoh batik; corak batik atau tenun; ragi atau suri; potongan kertas yang dipakai model; sistem; cara kerja; – permainan – pemerintahan, bentuk struktur yang tetap- kalimat; dalam puisi, adalah sajak yang dinyatakan dengan bunyi gerak kata atau arti. Sedangkan Asuh berarti menjaga  merawat dan mendidik anak kecil; membimbing membantu dan melatih, dsb; memimpin mengepalai, menyelenggarakan suatu badan atau kelembagaan.
Kegiatan pengasuhan banyak diartikan sebagai usaha dalam mendidik anak. Orang tua sebagai pendidik memilih pola asuh yang sesuai dalam mempengaruhi perkembangan anak, serta membimbingnya kepada kehidupan yang layak dan bermartabat. Proses pengasuhan selalu bersifat dinamis dalam mencari bentuk atau pola asuh yang lebih efektif dan baik. Banyak para ahli mengemukakan definisi dan bentuk-bentuk pola asuh yang tepat. Laurrence Steinburg mendefinisikan; Pengasuhan yang baik adalah pengasuhan yang sesuai dengan kondisi psikologis dengan unsur-unsur seperti kejujuran, empati, mengendalikan diri sendiri, kebaikan hati, kerja sama, pengendalian diri, dan kebahagiaan. Pengasuhan yang baik adalah pengasuhan yang membantu anak berhasil di sekolah, mendukung  perkembangan keingintahuan intelektual, motivasi belajar, dan keinginan untuk mencapai sesuatu. Pengasuhan yang baik adalah yang menjauhkan anak dari prilaku anti sosial, melakukan pelanggaran hukum ringan, serta pemakaian narkoba dan alkohol. Pengasuhan yang baik adalah pengasuhan yang membantu melindungi anak dari berkembangnya keresahan, depresi, gangguan makan dan berbagai masalah psikologi lain.
Secara umum dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengasuhan adalah kegiatan dalam rangka mendidik, membimbing, mengarahkan anak, baik secara fisik maupun mental, keyakinan hidup dan moral. Dalam hal ini ayah dan ibu memiliki peran sebagai seorang pendidik dalam lingkungan keluarga dalam upaya mengarahkan anak dalam prilaku dan norma-norma yang baik.
Tingkah laku orang tua selalu menjadi tolak ukur anak dalam proses pendidikan dalam keluarga. Anak akan meniru orang tua dalam bersikap dan berprilaku baik hal tersbut disadari ataupun tidak. Semenjak dilahirkan ke dunia, anak akan meniru prilaku orang tua dan tak ada yang dapat dilakukan orang tua untuk mencegah hal tersebut. Kecenderungan seorang anak menirukan segala sesuatu yang muncul dari prilaku orang tua disebabkan karena mereka memiliki keinginan yang kuat untuk tumbuh berkembang menjadi seperti ibu dan ayahnya. Tidak jarang kita jumpai orang tua  yang melarang anaknya bertindak agresif, namun tidak disadari orang tua tersebut melakukannya sehingga tidak menutup kemungkinan anak itu melakukan tindakan yang sama pada teman atau pun keluarga yang lain.
Tugas mendidik dan mengasuh anak tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan dalam keluarga, seperti pendidikan ketrampilan, pengetahuan, wawasan dan pengalaman. Oleh sebab itu keluarga membutuhkan lembaga pendidikan lain yaitu pendidikan sekolah. Dengan demikian pendidikan di sekolah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan keluarga. Pendidikan di sekolah juga merupakan penghubung antara kehidupan anak dalam keluarga dan kehidupan di masyarakat.
Akan tetapi masuknya anak ke pendidikan sekolah tidak berarti orang tua telah selesai dalam pengasuhan, justru sekolah menjadi mitra bagi orang tua dalam menyikapi permasalahan-permasalahan yang ada seiring kegiatan pengasuhan tersebut. Orang tua akan menjadi lebih yakin dan mantap dalam mengikuti perkembangan anaknya. Rasa yang sama juga akan muncul pada diri anak seiring keikutsertaan orang tua dalam pendidikan sekolah. Hal penting yang dapat dilihat dari keikutsertaan orang tua dalam pendidikan sekolah adalah orang tua dapat mengetahui segala bentuk permasalahan anak di sekolah sehingga dapat bekerjasama  dengan guru untuk menyelesaikannya.
Keterlibatan orang tua dalam sekolah bukan hanya dengan ikut membantu anak dalam mengerjakan tugas rumahnya, melainkan lebih pada hubungan wali siswa-sekolah, baik pada komite sekolah, bimbingan penyuluhan atau hal-hal yang berkenaan dengan pendidikan anak di sekolah. Perhatian orang tua terhadap anak dapat diwujudkan dengan membangun kebiasaan bekerja secara teratur dan disiplin pada setiap tugas dan kewajiban sebagai seorang siswa.
Adapun dalam lingkungan masyarakat, pergaulan dengan teman-teman sebaya memiliki pengaruh yang kuat pada prilaku anak. Orang tua hendaknya dapat memberikan perhatian yang baik pula. Pada masa kecil orang tua dapat mengatur pergaulan anak dan mengarahkannya kepada teman-teman yang dianggap baik. Begitu pula pada masa remaja orang tua dapat mengarahkan agar bergaul dengan anak-anak yang telah jelas memiliki latar belakang baik dan prilkau yang baik pula.
Adapun pengasuhan orang tua di dalam keluarga ada tiga pola:
1.  Pola Asuh Otoriter
2.  Pola Asuh Permisip
3.  Pola Asuh Demokrasi
Pola Asuh Otoriter (PAO)
Setiap orang tua pastilah menghendaki anaknya menjadi orang yang berguna dan mencapai kebahagiaan kelak. Akan tetapi dalam mengasuh tidak jarang kita mendapati orang tua yang mengambil langkah dan sikap yang otoriter dalam mendidik anaknya. Seringkali orang tua lebih mengedepankan kuatnya keinginan dan cita-cita agar anak meraih keberhasilan di masa datang. Mereka selalu berfikir apa yang meraka lakukan semata-mata demi kebaikan sang anak dan mengesampingkan perasaan dan kondisi anak tersebut.
Pola asuh otoriter juga sangat berpengaruh pada perkembangan mental anak. Orang tua memiliki kebutuhan kuat untuk memegang kendali, namun pada dasarnya sikap otoriter dimaksudkan untuk hal-hal yang baik. Orang tua tidak menginginkan anaknya mengalami kegagalan, bahaya, ataupun sesuatu buruk yang menimpanya, namun perkembangan mental anak akan terganggu, sebagaimana diungkapkan Laurence berikut: “Pada akhirnya satu-satunya cara agar anak anda bisa benar-benar sehat, bahagia dan sukses adalah jika anda memberikan kebebasan untuk mencoba dan membuat keputusannya sendiri meskipun itu membuka kemungkinan dia akan sakit hati dan kecewa. Pengasuhan yang baik melibatkan keseimbangan antara keterlibatan dan kemandirian. Jika keduanya dilakukan secara berlebihan- jika orang tua tidak peduli atau terlalu ikut campur- maka kesehatan mental akan rusak.
Banyak hal negatif yang akan timbul pada diri anak akibat sikap otoriter yang diterapkan orang tua, seperti takut, kurang memiliki keyakinan diri, menjadi pembangkang, penentang ataupun kurang aktif. Orang tua seperti itu selalu memberikan pengawasan berlebih pada anak sehingga hal-hal yang kecil pun harus terlaksana sesuai keinginannya. Disisi lain, orang tua tersebut lebih seperti polisi yang selalu memberi pengawasan dan aturan-aturan tanpa mau mengerti anak.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa diantara hal-hal negatif yang akan timbul adalah sikap penentang pada anak. Dari kelompok penentang dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe.
Pertama, tipe penentang aktif. Mereka menjadi keras kepala, suka membantah dan membangkang apa saja kehendak orang tua. Mereka marah karena orang tua tak menghargai dirinya sebagai manusia. Untuk melawan jelas tak bisa karena sang “polisi” punya kekuatan besar. Maka jalan yang dipilihnya adalah menyakiti hatinya.
Kedua, tipe pemberontak dengan cara halus, sadar bahwa tubuh kecilnya tidak mampu menandingi kekuatan “Polisi” yang tak lain orang tuanya sendiri mereka memilih sikap diam, tapi tidak juga mengikuti perintah.
Ketiga, tipe selalu terlambat. Anak-anak seperti itu baru mau mengerjakan suatu perintah setelah terlebih dahulu melihat orang tuannya jengkel, marah, dan mengomel karena kemalasannya.
     Pola Asuh Permisif (PAP)
Orang tua yang baik tentunya tidak pernah bercita-cita menjadikan anaknya sebagai sampah masyarakat, tidak berguna dan tidak disiplin. Namun terkadang kita masih mendapati orang tua yang rela membiarkan anaknya tanpa bimbingan dan arahan. Anak menjadi tak terarah, dan merasa orang tuanya telah memberikan kebebasan sepenuhnya pada dirinya, sehingga setiap keputusan yang ia ambil adalah sepenuhnya hak priadi yang tak seorang pun dapat mencampurinya.
Dalam pendidikan sekolah, pola asuh permisif yang diterapkan orang tua akan memberi dampak kurangnya prestasi belajar, anak bisa saja menjadi malas dan tidak peduli dengan hasil belajar yang ia raih dikarenakan tidak adanya perhatian dari orang tua. Orang tua merasa tidak mampu memberikan pendidikan dan pengasuhan dengan baik sehingga menyerahkan sepenuhnya pendidikan kepada sekolah. Mereka melupakan peran penting dalam keluarga sebagai pendidik, pengasuh, pembimbing, pemberi motivasi, kasih sayang dan perhatian.
Seorang anak yang berkembang tanpa batasan dan aturan dan perhatian akan mengalami ketidakjelasan hidup dan hilangnya contoh teladan yang berakibat pada beralihnya anak kepada lingkungan, teman atau orang-orang terdekatnya dan menjadikannya figur. Mengenai pola asuh Permisif, Diana Braumrind dalam Syamsu Yusuf LN, menjelaskan sikap atau prilaku orang tua sebagai berikut:
1.  Sikap ”Acceptance”nya tinggi, namun kontrolnya rendah
2.  Memberi kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan/keinginannya

Profil Prilaku Anak:
1.  Bersikap Impulsif dan Agresif
2.  Suka memberontak
3.  Kurang memiliki rasa percaya diri dan pengendalian diri
4.  Suka mendominasi
5.  Tidak jelas arah hidupnya
6.  Prestasinya rendah
Dapat disimpulkan bahwa anak yang mendapati pengasuhan dari orang tuanya dengan pola asuh permisif akan cinderung bersifat bebas tanpa aturan, dan memiliki emosi yang tidak stabil dan meledak-ledak, sedangkan orang tua tidak lagi dianggap sebagai sosok yang memiliki peran dan tauladan baginya. Ia menganggap bahwa apa yang ia raih adalah bersumber dari pribadinya dan tidak ada yang dapat memberikan aturan maupun larangan.

Pola Asuh Demokrasi (PAD)
Hubungan yang terjalin antara orang tua dan anak semestinya didasari prinsip saling menghormati dan kasih sayang. Apabila orang tua selalu mengedepankan pendekatan secara personal dengan curahan kasih sayang, maka akan terbentuklah kepercayaan yang besar dalam diri anak. Anak akan bersikap terbuka kepada orang tuanya sehingga segala permasalahan dapat dicari kunci penyelesaianya. Selain itu orang tua lebih mudah memberi pengarahan dan nasihat serta meninggalkan cara-cara paksaan dan intimidasi.
Prilaku anak akan terbentuk secara bertahap menuju kepada kepribadian yang baik. Dorongan yang kuat secara terus-menerus sangat diharapkan dari orang tua. Sosok orang tua yang demokratis tidak mengedepankan kepentingan pribadinya, akan tetapi tetap menghargai dan memperhatikan kepentingan anak sebagai seorang individu diantara komunitas manusia. Dengan kata lain, orang tua selalu melihat kepentingan bersama sebagai pembatas dari kebebasan seorang inividu.
Latar belakang pengasuhan yang didapati anak tentulah sangat berpengaruh terhadap perkembangan selanjutnya, sebab hal-hal yang ia dapati dari pola pengasuhan orang tuanya akan menjadi bekal sikap dan prilakunya pada kehidupannya kelak.
Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.
Jadi, sudah jelas bahwa pola asuh demokrasi sangat memberi dampak positif pada perkembangan anak. Orang tua dapat mencurahkan kasih sayang dan perhatiannya kepada anak secara baik dan sepenuhnya tanpa menggunakan cara-cara pemaksaan dan dan kekerasan. Dalam hal ini, orang tua harus menguasai komunikasi yang tepat dalam melakukan pendekatan agar proses pengasuhan dapat berjalan baik dan tidak mempengaruhi mental maupun perkembangannya.
Pola asuh demokrasi sangat mirip dengan apa yang dijelaskan Diana Baumrind Western dan Lioyd, 1994: 359-360; Sigelmen dan Sheffer, 1995: 396 mengenai hasil penelitiannya melalui observasi dan wawancara terhadap siswa taman kanak-kanak. Ia menjelaskan tentang parenting stayle Pola Asuh, diantara tiga tipe; Authoritarian, Permissive, dan Authorotative, tipe yang yang sama dengan pola asuh demokrasi adalah Authoritative. Beberapa sikap yang diambil orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak yaitu: 
1.  Sikap “Acceptance” dan kontrolnya tinggi
2.  Bersikap responsive tehadap kebutuhan anak
3.  Mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan
4.  Memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan yang buruk.

 Profil Prilaku Anak yang ditimbulkan:
1.  Bersikap bersahabat
2.  Memiliki rasa percaya diri
3.  Mampu mengendalikan diri Self Control
4.  Bersikap Sopan
5.  Mau bekerjasama
6.  Memiliki rasa ingin tahunya yang tinggi
7.  Mempunyai tujuan/arah hidup yang jelas
8.  Berorientasi terhadap prestasi

Dari paparan diatas dapat dilihat bahwa sikap demokratis orang tua tercermin dari tindakannya mau menghargai pribadi anak, serta menegur tindakan yang salah dari prilakunya secara baik-baik seperti yang dikatakan Irawati Istadi: “Harus dibedakan antara pribadi anak dengan prilaku bisa saja salah, tetapi pribadi anak tetap senantiasa baik.

No comments:

Post a Comment

Simbol Bilangan atau Angka

  a. Pengertian Angka Memahami suatu angka dapat membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan mulai dari yang sederhana maupaun y...

Blog Archive