Pola
asuh berasal dari kata pola dan asuh. Dalam kamus besar bahasa Indonesia
kata pola mempunyai arti gambar yang dipakai untuk contoh batik; corak batik
atau tenun; ragi atau suri; potongan kertas yang dipakai model; sistem; cara
kerja; – permainan – pemerintahan, bentuk struktur yang tetap- kalimat; dalam
puisi, adalah sajak yang dinyatakan dengan bunyi gerak kata atau arti.
Sedangkan Asuh berarti menjaga merawat dan mendidik anak kecil;
membimbing membantu dan melatih, dsb; memimpin mengepalai, menyelenggarakan
suatu badan atau kelembagaan.
Kegiatan
pengasuhan banyak diartikan sebagai usaha dalam mendidik anak. Orang tua
sebagai pendidik memilih pola asuh yang sesuai dalam mempengaruhi perkembangan
anak, serta membimbingnya kepada kehidupan yang layak dan bermartabat. Proses
pengasuhan selalu bersifat dinamis dalam mencari bentuk atau pola asuh yang
lebih efektif dan baik. Banyak para ahli mengemukakan definisi dan
bentuk-bentuk pola asuh yang tepat. Laurrence Steinburg mendefinisikan;
Pengasuhan yang baik adalah pengasuhan yang sesuai dengan kondisi psikologis
dengan unsur-unsur seperti kejujuran, empati, mengendalikan diri sendiri,
kebaikan hati, kerja sama, pengendalian diri, dan kebahagiaan. Pengasuhan yang
baik adalah pengasuhan yang membantu anak berhasil di sekolah, mendukung
perkembangan keingintahuan intelektual, motivasi belajar, dan keinginan untuk
mencapai sesuatu. Pengasuhan yang baik adalah yang menjauhkan anak dari prilaku
anti sosial, melakukan pelanggaran hukum ringan, serta pemakaian narkoba dan
alkohol. Pengasuhan yang baik adalah pengasuhan yang membantu melindungi anak
dari berkembangnya keresahan, depresi, gangguan makan dan berbagai masalah
psikologi lain.
Secara
umum dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengasuhan adalah
kegiatan dalam rangka mendidik, membimbing, mengarahkan anak, baik secara fisik
maupun mental, keyakinan hidup dan moral. Dalam hal ini ayah dan ibu memiliki
peran sebagai seorang pendidik dalam lingkungan keluarga dalam upaya
mengarahkan anak dalam prilaku dan norma-norma yang baik.
Tingkah
laku orang tua selalu menjadi tolak ukur anak dalam proses pendidikan dalam
keluarga. Anak akan meniru orang tua dalam bersikap dan berprilaku baik hal
tersbut disadari ataupun tidak. Semenjak dilahirkan ke dunia, anak akan meniru
prilaku orang tua dan tak ada yang dapat dilakukan orang tua untuk mencegah hal
tersebut. Kecenderungan seorang anak menirukan segala sesuatu yang muncul dari
prilaku orang tua disebabkan karena mereka memiliki keinginan yang kuat untuk
tumbuh berkembang menjadi seperti ibu dan ayahnya. Tidak jarang kita jumpai
orang tua yang melarang anaknya bertindak agresif, namun tidak disadari
orang tua tersebut melakukannya sehingga tidak menutup kemungkinan anak itu
melakukan tindakan yang sama pada teman atau pun keluarga yang lain.
Tugas
mendidik dan mengasuh anak tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan dalam keluarga,
seperti pendidikan ketrampilan, pengetahuan, wawasan dan pengalaman. Oleh sebab
itu keluarga membutuhkan lembaga pendidikan lain yaitu pendidikan sekolah.
Dengan demikian pendidikan di sekolah merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari pendidikan keluarga. Pendidikan di sekolah juga merupakan
penghubung antara kehidupan anak dalam keluarga dan kehidupan di masyarakat.
Akan
tetapi masuknya anak ke pendidikan sekolah tidak berarti orang tua telah
selesai dalam pengasuhan, justru sekolah menjadi mitra bagi orang tua dalam
menyikapi permasalahan-permasalahan yang ada seiring kegiatan pengasuhan
tersebut. Orang tua akan menjadi lebih yakin dan mantap dalam mengikuti
perkembangan anaknya. Rasa yang sama juga akan muncul pada diri anak seiring
keikutsertaan orang tua dalam pendidikan sekolah. Hal penting yang dapat
dilihat dari keikutsertaan orang tua dalam pendidikan sekolah adalah orang tua
dapat mengetahui segala bentuk permasalahan anak di sekolah sehingga dapat
bekerjasama dengan guru untuk menyelesaikannya.
Keterlibatan
orang tua dalam sekolah bukan hanya dengan ikut membantu anak dalam mengerjakan
tugas rumahnya, melainkan lebih pada hubungan wali siswa-sekolah, baik pada komite
sekolah, bimbingan penyuluhan atau hal-hal yang berkenaan dengan pendidikan
anak di sekolah. Perhatian orang tua terhadap anak dapat diwujudkan dengan
membangun kebiasaan bekerja secara teratur dan disiplin pada setiap tugas dan
kewajiban sebagai seorang siswa.
Adapun
dalam lingkungan masyarakat, pergaulan dengan teman-teman sebaya memiliki
pengaruh yang kuat pada prilaku anak. Orang tua hendaknya dapat memberikan
perhatian yang baik pula. Pada masa kecil orang tua dapat mengatur pergaulan
anak dan mengarahkannya kepada teman-teman yang dianggap baik. Begitu pula pada
masa remaja orang tua dapat mengarahkan agar bergaul dengan anak-anak yang
telah jelas memiliki latar belakang baik dan prilkau yang baik pula.
Adapun
pengasuhan orang tua di dalam keluarga ada tiga pola:
1.
Pola
Asuh Otoriter
2.
Pola
Asuh Permisip
3.
Pola
Asuh Demokrasi
Pola Asuh Otoriter (PAO)
Setiap
orang tua pastilah menghendaki anaknya menjadi orang yang berguna dan mencapai
kebahagiaan kelak. Akan tetapi dalam mengasuh tidak jarang kita mendapati orang
tua yang mengambil langkah dan sikap yang otoriter dalam mendidik anaknya.
Seringkali orang tua lebih mengedepankan kuatnya keinginan dan cita-cita agar
anak meraih keberhasilan di masa datang. Mereka selalu berfikir apa yang meraka
lakukan semata-mata demi kebaikan sang anak dan mengesampingkan perasaan dan
kondisi anak tersebut.
Pola
asuh otoriter juga sangat berpengaruh pada perkembangan mental anak. Orang tua
memiliki kebutuhan kuat untuk memegang kendali, namun pada dasarnya sikap
otoriter dimaksudkan untuk hal-hal yang baik. Orang tua tidak menginginkan
anaknya mengalami kegagalan, bahaya, ataupun sesuatu buruk yang menimpanya,
namun perkembangan mental anak akan terganggu, sebagaimana diungkapkan Laurence
berikut: “Pada akhirnya satu-satunya cara agar anak anda bisa benar-benar
sehat, bahagia dan sukses adalah jika anda memberikan kebebasan untuk mencoba
dan membuat keputusannya sendiri meskipun itu membuka kemungkinan dia akan
sakit hati dan kecewa. Pengasuhan yang baik melibatkan keseimbangan antara
keterlibatan dan kemandirian. Jika keduanya dilakukan secara berlebihan- jika
orang tua tidak peduli atau terlalu ikut campur- maka kesehatan mental akan
rusak.
Banyak
hal negatif yang akan timbul pada diri anak akibat sikap otoriter yang
diterapkan orang tua, seperti takut, kurang memiliki keyakinan diri, menjadi
pembangkang, penentang ataupun kurang aktif. Orang tua seperti itu selalu
memberikan pengawasan berlebih pada anak sehingga hal-hal yang kecil pun harus
terlaksana sesuai keinginannya. Disisi lain, orang tua tersebut lebih seperti
polisi yang selalu memberi pengawasan dan aturan-aturan tanpa mau mengerti
anak.
Sebagaimana
disebutkan sebelumnya bahwa diantara hal-hal negatif yang akan timbul adalah
sikap penentang pada anak. Dari kelompok penentang dapat dikelompokkan menjadi
tiga tipe.
Pertama,
tipe penentang aktif. Mereka menjadi keras kepala, suka membantah dan
membangkang apa saja kehendak orang tua. Mereka marah karena orang tua tak
menghargai dirinya sebagai manusia. Untuk melawan jelas tak bisa karena sang
“polisi” punya kekuatan besar. Maka jalan yang dipilihnya adalah menyakiti
hatinya.
Kedua,
tipe pemberontak dengan cara halus, sadar bahwa tubuh kecilnya tidak mampu
menandingi kekuatan “Polisi” yang tak lain orang tuanya sendiri mereka memilih
sikap diam, tapi tidak juga mengikuti perintah.
Ketiga,
tipe selalu terlambat. Anak-anak seperti itu baru mau mengerjakan suatu
perintah setelah terlebih dahulu melihat orang tuannya jengkel, marah, dan
mengomel karena kemalasannya.
Pola Asuh
Permisif (PAP)
Orang
tua yang baik tentunya tidak pernah bercita-cita menjadikan anaknya sebagai
sampah masyarakat, tidak berguna dan tidak disiplin. Namun terkadang kita masih
mendapati orang tua yang rela membiarkan anaknya tanpa bimbingan dan arahan.
Anak menjadi tak terarah, dan merasa orang tuanya telah memberikan kebebasan
sepenuhnya pada dirinya, sehingga setiap keputusan yang ia ambil adalah
sepenuhnya hak priadi yang tak seorang pun dapat mencampurinya.
Dalam
pendidikan sekolah, pola asuh permisif yang diterapkan orang tua akan memberi
dampak kurangnya prestasi belajar, anak bisa saja menjadi malas dan tidak
peduli dengan hasil belajar yang ia raih dikarenakan tidak adanya perhatian
dari orang tua. Orang tua merasa tidak mampu memberikan pendidikan dan
pengasuhan dengan baik sehingga menyerahkan sepenuhnya pendidikan kepada
sekolah. Mereka melupakan peran penting dalam keluarga sebagai pendidik,
pengasuh, pembimbing, pemberi motivasi, kasih sayang dan perhatian.
Seorang
anak yang berkembang tanpa batasan dan aturan dan perhatian akan mengalami
ketidakjelasan hidup dan hilangnya contoh teladan yang berakibat pada
beralihnya anak kepada lingkungan, teman atau orang-orang terdekatnya dan
menjadikannya figur. Mengenai pola asuh Permisif, Diana Braumrind dalam Syamsu
Yusuf LN, menjelaskan sikap atau prilaku orang tua sebagai berikut:
1. Sikap ”Acceptance”nya
tinggi, namun kontrolnya rendah
2. Memberi kebebasan
kepada anak untuk menyatakan dorongan/keinginannya
Profil
Prilaku Anak:
1. Bersikap Impulsif dan
Agresif
2. Suka memberontak
3. Kurang memiliki rasa
percaya diri dan pengendalian diri
4. Suka mendominasi
5. Tidak jelas arah
hidupnya
6. Prestasinya rendah
Dapat
disimpulkan bahwa anak yang mendapati pengasuhan dari orang tuanya dengan pola
asuh permisif akan cinderung bersifat bebas tanpa aturan, dan memiliki emosi
yang tidak stabil dan meledak-ledak, sedangkan orang tua tidak lagi dianggap
sebagai sosok yang memiliki peran dan tauladan baginya. Ia menganggap bahwa apa
yang ia raih adalah bersumber dari pribadinya dan tidak ada yang dapat
memberikan aturan maupun larangan.
Pola Asuh
Demokrasi (PAD)
Hubungan
yang terjalin antara orang tua dan anak semestinya didasari prinsip saling
menghormati dan kasih sayang. Apabila orang tua selalu mengedepankan pendekatan
secara personal dengan curahan kasih sayang, maka akan terbentuklah kepercayaan
yang besar dalam diri anak. Anak akan bersikap terbuka kepada orang tuanya
sehingga segala permasalahan dapat dicari kunci penyelesaianya. Selain itu
orang tua lebih mudah memberi pengarahan dan nasihat serta meninggalkan
cara-cara paksaan dan intimidasi.
Prilaku
anak akan terbentuk secara bertahap menuju kepada kepribadian yang baik.
Dorongan yang kuat secara terus-menerus sangat diharapkan dari orang tua. Sosok
orang tua yang demokratis tidak mengedepankan kepentingan pribadinya, akan
tetapi tetap menghargai dan memperhatikan kepentingan anak sebagai seorang
individu diantara komunitas manusia. Dengan kata lain, orang tua selalu melihat
kepentingan bersama sebagai pembatas dari kebebasan seorang inividu.
Latar
belakang pengasuhan yang didapati anak tentulah sangat berpengaruh terhadap
perkembangan selanjutnya, sebab hal-hal yang ia dapati dari pola pengasuhan
orang tuanya akan menjadi bekal sikap dan prilakunya pada kehidupannya kelak.
Keluarga
memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak.
Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai
kehidupan baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor
yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat
yang sehat.
Jadi,
sudah jelas bahwa pola asuh demokrasi sangat memberi dampak positif pada
perkembangan anak. Orang tua dapat mencurahkan kasih sayang dan perhatiannya
kepada anak secara baik dan sepenuhnya tanpa menggunakan cara-cara pemaksaan
dan dan kekerasan. Dalam hal ini, orang tua harus menguasai komunikasi yang
tepat dalam melakukan pendekatan agar proses pengasuhan dapat berjalan baik dan
tidak mempengaruhi mental maupun perkembangannya.
Pola
asuh demokrasi sangat mirip dengan apa yang dijelaskan Diana Baumrind Western
dan Lioyd, 1994: 359-360; Sigelmen dan Sheffer, 1995: 396 mengenai hasil
penelitiannya melalui observasi dan wawancara terhadap siswa taman kanak-kanak.
Ia menjelaskan tentang parenting stayle Pola Asuh, diantara tiga tipe;
Authoritarian, Permissive, dan Authorotative, tipe yang yang sama dengan pola
asuh demokrasi adalah Authoritative. Beberapa sikap yang diambil orang tua
dalam mengasuh dan mendidik anak yaitu:
1. Sikap “Acceptance” dan
kontrolnya tinggi
2. Bersikap responsive
tehadap kebutuhan anak
3. Mendorong anak untuk
menyatakan pendapat atau pertanyaan
4. Memberikan penjelasan
tentang dampak perbuatan yang baik dan yang buruk.
Profil
Prilaku Anak yang ditimbulkan:
1. Bersikap bersahabat
2. Memiliki rasa percaya
diri
3. Mampu mengendalikan
diri Self Control
4. Bersikap Sopan
5. Mau bekerjasama
6. Memiliki rasa ingin
tahunya yang tinggi
7. Mempunyai tujuan/arah
hidup yang jelas
8. Berorientasi terhadap
prestasi
Dari
paparan diatas dapat dilihat bahwa sikap demokratis orang tua tercermin dari
tindakannya mau menghargai pribadi anak, serta menegur tindakan yang salah dari
prilakunya secara baik-baik seperti yang dikatakan Irawati Istadi: “Harus
dibedakan antara pribadi anak dengan prilaku bisa saja salah, tetapi pribadi
anak tetap senantiasa baik.
No comments:
Post a Comment